BAIT Ministry

HUT BAIT ke 1 di Megamendung Bogor

Kunjungan ke Jemaat Sentul dan Panti Asuhan di Bogor dalam rangka HUT BAIT Ministry ke 1.

BAIT Ministry di Toraja

Kunjungan BAIT Ministry ke SLA Mebali dan berbagai tempat wisata dalam rangka HUT BAIT ke 3.

Kunjungan BAIT Ministry ke Palu

Kunjungan BAIT Ministry ke Palu Dalam Rangka HUT BAIT Ministry ke 4.

KKR Bait Ministry di Kotamobagu

KKR BAIT Ministry di Kotamobagu Dalam Rangka HUT BAIT Ministry ke 5.

Baptisan BAIT Ministry di Kotamobagu

Baptisan Setelah KKR Dalam Rangka HUT BAIT Ministry ke 5 di Kotamobagu.

Selasa, 29 Juni 2021

Tut Wuri Handayani

 


Yoshen Danun


M

ungkin kita sudah sering mendengar, membaca judul di atas.  Falsafah  ini berasal dari ungkapan aslinya ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Hanya ungkapan Tut Wuri Handayani saja yang banyak dikenal dalam masyarakat umum. Arti dari falsafah ini secara lengkap adalah: tut wuri handayani (dari belakang seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan), ing madya mangun karsa (di tengah atau di antara murid, guru harus menciptakan prakarsa dan ide), dan ing ngarsa sung tulada (di depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan baik). Ki Hajar Dewantara yang mendirikan Perguruan Taman Siswa, dianggap sebagai pencetusnya.  Karena itu hari lahirnya 2 Mei 1989 dijadikan sebagai Hari Pendidikan Nasional. Semboyan ini masih tetap dipakai dalam dunia pendidikan kita sampai sekarang ini.

 

Di kalangan orang Minahasa ada falsafah  “Si Tou Timou Tumou Tou” - orang hidup untuk menghidupkan orang lain.  Falsafah ini jika dikaji secara mendalam sama arti dan magna dari falsafah “Tut Wuri Handayani”. Dua-duanya mengandalkan manusia sebagai pelaku pendidikan, ada yang mengajar dan ada yang diajar. Hal ini sejalan dengan apa yang Tuhan perintahkan kepada Musa dalam Keluaran  18:20 Kemudian haruslah engkau mengajarkan kepada mereka ketetapan-ketetapan dan keputusan-keputusan, dan memberitahukan kepada mereka jalan yang harus dijalani, dan pekerjaan yang harus dilakukan.  Bahkan konsep pendidikan sudah dimulai di Taman Eden.  Bedanya, sebelum manusia jatuh ke dalam dosa, Tuhan sendiri yang menjadi guru mereka.

 

Proses belajar mengajar merupakan proses yang berkesinambungan.  Kata belajar, tidak ada akhirnya, biarpun seseorang sudah menyelesaikan sampai S3, bahkan sudah menyandang gelar professor, tetap harus belajar kepada orang lain. Itu sebabnya Tuhan menyampaikan lagi kepada Yoshua dalam Ulangan  6:7 Haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun.  Artinya pendidikan itu merupakan proses yang tidak mengenal tempat, waktu dan keadaan.

 

Karena proses pendidikan adalah juga perintah dari Tuhan, maka itulah sebabnya Gereja Masehi Advent Hari Ke-tujuh memulaikannya dari awal keberadaannya.  E. G. White menulis banyak mengenai pendidikan dan prosesnya dalam berbagai buku, antara lain: Education, Adventist Home dll.  Di organisasi Advent juga mulai dari Jemaat sampai General Confrence, ada Departemen Pendidikan yang menangani supervisi atas pengelolaan sekolah-sekolah dan lembaga-lembaga pendidikan lainnya. 

 

Yang perlu diingat bahwa pendidikan itu dimulai di rumah tangga kita masing-masing.  Bagaimana kita mendidik anak-anak kita dari saat masih di dalam kandungan (ini anjuran E.G. White), seperti itulah jadinya anak itu kemudian.  Walaupun terkadang lingkungan menjadikan hasilnya berbeda dengan yang sudah diberikan kepada anak-anak kita, tetapi bilamana kita menyerahkan itu kapada campur tangan Tuhan, pasti akan keluar seperti yang kita harapkan.  Jika di tempat saudara ada sekolah gereja, maka wajiblah kita membawa anak-anak kita ke sekolah gereja yang mengajarkan pelajaran iman sesuai yang kita imani. Semoga Falsafah “Tut Wuri Hadanyani” dan “Si  Tou Timou Tumou Tou” menjadi praktek kita selama masih diberikan kesempatan oleh Tuhan Yesus.