Kedatangan Dokter Gigi (drg) Phang di Manado pada tahun 1921 telah
mengawali pekerjaan Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh di kota itu. Dokter gigi
lulusan Universitas California (UCLA) Amerika Serikat ini mengenal kebenaran
pada masa mudanya dari sebuah majalah ‘Pertandaan Zaman’ di Singapura dan
kemudian belajar dari Pendeta F.A. Detamore lalu dibaptiskan menjadi anggota
Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh.
Waktu itu tujuannya datang ke
Singapura dari Canton, Cina adalah untuk belajar menjadi pemimpin politik pada
zaman revolusi kebudayaan di Cina dibawah kepemimpinan Shang Kai Sek, yang
kemudian meninggalkan rencananya dan memilih menjadi Literature Evangelist.
Ia kemudian bekerja di kota
Singapura menjual buku-buku dan kemudian sampai ke Serawak dan bahkan Sabah.
Setelah beberapa tahun bekerja ia telah mendapatkan biaya untuk perkuliahannya.
Kemudian ia meninggalkan Singapura
dan berangkat menuju Los Angeles di Amerika Serikat dan memasuki Fakultas
Kedokteran Gigi di Universitas California. Sebelum menyelesaikan pendidikan, ia
pernah praktek kerja (magang) di Ellen White Memorial Hospital. Setelah
menamatkan pendidikannya ia kembali ke Singapura dan dari sanalah ia berangkat
ke Manado dan membuka praktek sambil membagi imannya.
Sebagai seorang yang tekun beribadat, ia taat pada
perintah Tuhan termasuk dalam pemeliharaan hari Sabat, sehingga di depan ruang
prakteknya ia memasang papan pengumuman sebagai berikut :
HARI JUMAT / HARI SEDIA
Pukul 04.00 Sore TUTUP
HARI SABTU TUTUP
Banyak orang jadi bingung dan kemudian bertanya-tanya
mengapa dokter memasang papan pengumuman tutup hari Sabtu. Kebanyakan orang
tahu bahwa justru orang-orang datang berdagang ke kota Manado pada hari Sabtu
dan sekaligus merupakan kesempatan untuk berobat, sehingga tentunya dokter akan
menerima lebih banyak pasien dan lebih banyak mendapatkan penghasilan tambahan.
Tetapi ternyata dokter menutup prakteknya pada hari Sabtu. Ini sungguh
mengundang pertanyaan bagi banyak orang, tapi itulah kenyataannya. Drg. Phang
telah menyaksikan imannya lewat ‘papan praktek’ kepada penduduk di Manado. Ia
berhenti dari segala kegiatannya setiap hari Sabtu sesuai dengan
perintah Tuhan yang tertulis dalam buku Keluaran 20:8-11:
“Ingatlah
dan kuduskanlah hari Sabat. Enam hari lamanya engkau akan bekerja dan melakukan
segala pekerjaanmu, tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat Tuhan Allahmu; maka
jangan melakukan sesuatu pekerjaan, engkau atau anakmu laki-laki atau anakmu
perempuan, atau hambamu laki-laki, atau hambamu perempuan, atau hewanmu atau
orang asing yang di tempat kediamanmu. Sebab enam hari lamanya Tuhan menjadikan
langit dan bumi, laut dan segala isinya dan Ia berhenti pada hari ketujuh;
itulah sebabnya Tuhan memberkati hari Sabat dan menguduskannya.”
Iman yang ditunjukkan oleh Drg. Phan mengundang rasa
ingin tahu banyak orang. Siapakah Drg. Phang itu? Apakah agamanya sehingga ia
menutup prakteknya pada hari Sabtu sementara dokter lain justru menutupnya pada
hari Minggu dan Sabtu tetap membuka praktek.
Rasa ingin tahu yang besar datang dari seorang nyonya
yang bernama Lie Goan Oan, lebih sering dipanggil sister Hoa. Nyonya ini adalah
istri dari seorang Kapten Cina di kota Manado yang sangat berpengaruh. Drg. Phang
menceritakan imannya kepada Sister Hoa dan menjelaskan tentang perintah Tuhan
untuk berhenti bekerja pada hari Sabtu yaitu hari Sabat
dan menyucikannya. Kabar yg sama juga disampaikan kepada keluarga Kan To Lam.
Sister Hoa dan keluarga Kam To Lam kemudian tertarik pada pekabaran tersebut.
Kemudian Drg. Phang mengundang Guru Injil Samuel
Rantung yang telah diangkat menjadi gembala di Ratahan untuk melanjutkan seri
pelajaran kepada mereka yang telah diajar oleh Drg. Phang itu dan kemudian
pengajaran tersebut berlanjut sampai kepada beberapa orang yang bukan dari
keturunan Tionghoa.
1 Tahun kemudian yaitu tahun 1922, Pdt. Albert Munson datang ke
Manado untuk menjadi Pimpinan pekerjaan Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh di
Sulawesi Utara dan Ambon. Kedatangan beliau ke Manado lebih menggairahkan
semangat penginjilan yang telah diawali oleh Drg. Phang dan Samuel Rantung.
BAPTISAN PERTAMA DI MANADO
Pada tahun 1923 (data tepatnya tanggal baptisan tidak
diketahui) adalah baptisan pertama yang
diadakan oleh Pdt. Albert Munson di kota Manado kepada 10 orang yang baru
menyatakan pengakuan imannya. Mereka
adalah :
1.
A. Katoppo
2.
G. Koloay
3.
R. Taliwongso,
4.
5.
Lie Goan Oan
6.
A. Laloan
7.
H. Zacharias
8.
P. Pinontoan
9.
M Paat dan
10.
S. Lintong
Dengan bertambahnya keanggotaan maka diorganisasikanlah satu jemaat di kota
Manado yang beranggotakan 18 orang dan guru Injil Samuel Rantung menjadi
Gembala jemaat pertama di jemaat tersebut. Selanjutnya Pdt. Munson dan Samuel
Rantung terus memberikan pelajaran bagi orang-orang yang baru dibaptis yang
kemudian dilanjutkan dengan bertambahnya jumlah baptisan baru seperti E.
Herkles, Heidemans, Kambey dan W. Pandelaki pada tahun 1924.
Begitu banyak tantangan yang dihadapi oleh Pdt. Albert Munson dan guru
Injil Samuel Rantung dalam menggembalakan jemaat yang baru diorganisir tersebut
dan tidak sedikit pula cercaan dan olokan yang mereka terima dari penduduk dan
tuduhan-tuduhan palsu yang menyatakan mereka mengajarkan satu agama baru yang
‘aneh’. Tapi berkat ketabahan kedua hamba Tuhan ini, serta curahan kuasa Roh
Kudus yang menyanggupkan mereka melakukan pekerjaan injil, Sulawesi Utara
berkembang dengan pesat meskipun harus menghadapi rintangan dan
kesulitan-kesulitan yang juga ditimbulkan dari pihak Kristen lain di daerah
tersebut.
Membaca dan mengenang kembali asal mula pengabaran injil di daerah Manado yang
sekarang kita sudah lihat dengan mata kepala sendiri pertumbuhannya baik dari
segi pembangunan Gereja, Lembaga Pendidikan dan bahkan Rumah Sakit, maupun
jumlah keanggotaan, maka kita patut bersyukur kepada Tuhan kepada para pelopor
yang telah ‘membagikan iman mereka’ agar orang lain bisa diselamatkan.
Ada sebuah cerita menarik yang kami bisa sisipkan dalam kolom pionir kali
ini tentang sekelompok orang muda yang sedang bekerja di ladang. Sambil bekerja
mereka mulai memperbincangkan tentang orang-orang Advent di desa mereka. Sambil
bergurau mereka mendemonstrasikan orang-orang Advent itu sedang mengadakan
kebaktian Sekolah Sabat. Persis seperti apa yang dilakukan orang-orang Advent
mereka melakonkan seperti bersandiwara sambil tertawa. Saat seorang di antara
mereka memperagakan bagaimana Lilik (seorang pimpinan di jemaat Lowu) memimpin
orang-orang Advent di desa itu, begitu asyiknya sehingga salah seorang di
antara mereka terkena alat tajam sewaktu bekerja dan kakinya terpotong dan
beberapa waktu kemudian orang itupun meninggal.
Dengan panik orang-orang tersebut merasa ketakutan. Mereka menyesali perbuatan mereka dan kemudian hari mereka menjadi anggota Gereja Masehi Advent hari ketujuh dan mereka sendirilah yang memberikan kesaksian ini. Salah seorang cucu dari pengejek dan pengolok yang telah menjadi anggota Advent tersebut telah menjadi pimpinan Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh pada tahun 1996 sebagai sekretaris UNI di wilayah Timur kemudian bertugas di kantor Divisi di Philippines sebagai Direktur Pelayanan Pemuda dan bahkan kemudian telah menjadi Pimpinan Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh di Uni Indonesia Kawasan Timur , yaitu Pdt. N. Sakul.
Disadur
kembali oleh Pdt. D. Politon.
Diambil dari
sumber resmi:
*Pdt. E. H.
Tambunan, PhD, ‘Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh Di Indonesia – Sejarah
Perintisan dan Pengembangannya’ Tahun 1999.
0 komentar:
Posting Komentar