BAIT Ministry

Minggu, 08 Agustus 2021

Perkembangan Advent di Manado

 



Kedatangan Dokter Gigi (drg) Phang di Manado pada tahun 1921 telah mengawali pekerjaan Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh di kota itu. Dokter gigi lulusan Universitas California (UCLA) Amerika Serikat ini mengenal kebenaran pada masa mudanya dari sebuah majalah ‘Pertandaan Zaman’ di Singapura dan kemudian belajar dari Pendeta F.A. Detamore lalu dibaptiskan menjadi anggota Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh.

               Waktu itu tujuannya datang ke Singapura dari Canton, Cina adalah untuk belajar menjadi pemimpin politik pada zaman revolusi kebudayaan di Cina dibawah kepemimpinan Shang Kai Sek, yang kemudian meninggalkan rencananya dan memilih menjadi Literature Evangelist.

               Ia kemudian bekerja di kota Singapura menjual buku-buku dan kemudian sampai ke Serawak dan bahkan Sabah. Setelah beberapa tahun bekerja ia telah mendapatkan biaya untuk perkuliahannya.

               Kemudian ia meninggalkan Singapura dan berangkat menuju Los Angeles di Amerika Serikat dan memasuki Fakultas Kedokteran Gigi di Universitas California. Sebelum menyelesaikan pendidikan, ia pernah praktek kerja (magang) di Ellen White Memorial Hospital. Setelah menamatkan pendidikannya ia kembali ke Singapura dan dari sanalah ia berangkat ke Manado dan membuka praktek sambil membagi imannya.

               Sebagai seorang yang tekun beribadat, ia taat pada perintah Tuhan termasuk dalam pemeliharaan hari Sabat, sehingga di depan ruang prakteknya ia memasang papan pengumuman sebagai berikut :

 

HARI JUMAT / HARI SEDIA

Pukul 04.00 Sore TUTUP

HARI SABTU TUTUP

 

           Banyak orang jadi bingung dan kemudian bertanya-tanya mengapa dokter memasang papan pengumuman tutup hari Sabtu. Kebanyakan orang tahu bahwa justru orang-orang datang berdagang ke kota Manado pada hari Sabtu dan sekaligus merupakan kesempatan untuk berobat, sehingga tentunya dokter akan menerima lebih banyak pasien dan lebih banyak mendapatkan penghasilan tambahan. Tetapi ternyata dokter menutup prakteknya pada hari Sabtu. Ini sungguh mengundang pertanyaan bagi banyak orang, tapi itulah kenyataannya. Drg. Phang telah menyaksikan imannya lewat ‘papan praktek’ kepada penduduk di Manado. Ia berhenti dari segala kegiatannya setiap hari Sabtu sesuai dengan perintah Tuhan yang tertulis dalam buku Keluaran 20:8-11:

        “Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat. Enam hari lamanya engkau akan bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu, tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat Tuhan Allahmu; maka jangan melakukan sesuatu pekerjaan, engkau atau anakmu laki-laki atau anakmu perempuan, atau hambamu laki-laki, atau hambamu perempuan, atau hewanmu atau orang asing yang di tempat kediamanmu. Sebab enam hari lamanya Tuhan menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya dan Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya Tuhan memberkati hari Sabat dan menguduskannya.”

               Iman yang ditunjukkan oleh Drg. Phan mengundang rasa ingin tahu banyak orang. Siapakah Drg. Phang itu? Apakah agamanya sehingga ia menutup prakteknya pada hari Sabtu sementara dokter lain justru menutupnya pada hari Minggu dan Sabtu tetap membuka praktek.

               Rasa ingin tahu yang besar datang dari seorang nyonya yang bernama Lie Goan Oan, lebih sering dipanggil sister Hoa. Nyonya ini adalah istri dari seorang Kapten Cina di kota Manado yang sangat berpengaruh. Drg. Phang menceritakan imannya kepada Sister Hoa dan menjelaskan tentang perintah Tuhan untuk berhenti bekerja pada hari Sabtu yaitu hari Sabat dan menyucikannya. Kabar yg sama juga disampaikan kepada keluarga Kan To Lam. Sister Hoa dan keluarga Kam To Lam kemudian tertarik pada pekabaran tersebut.

               Kemudian Drg. Phang mengundang Guru Injil Samuel Rantung yang telah diangkat menjadi gembala di Ratahan untuk melanjutkan seri pelajaran kepada mereka yang telah diajar oleh Drg. Phang itu dan kemudian pengajaran tersebut berlanjut sampai kepada beberapa orang yang bukan dari keturunan Tionghoa.

               1 Tahun kemudian yaitu tahun 1922, Pdt. Albert Munson datang ke Manado untuk menjadi Pimpinan pekerjaan Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh di Sulawesi Utara dan Ambon. Kedatangan beliau ke Manado lebih menggairahkan semangat penginjilan yang telah diawali oleh Drg. Phang dan Samuel Rantung.

 

BAPTISAN PERTAMA DI MANADO

               Pada tahun 1923 (data tepatnya tanggal baptisan tidak diketahui) adalah baptisan pertama yang diadakan oleh Pdt. Albert Munson di kota Manado kepada 10 orang yang baru menyatakan pengakuan imannya. Mereka  adalah :

1.       A. Katoppo

2.       G. Koloay

3.       R. Taliwongso,

4.       Kan To Lam

5.       Lie Goan Oan

6.       A. Laloan

7.       H. Zacharias

8.       P. Pinontoan

9.       M Paat dan

10.    S. Lintong

 

Dengan bertambahnya keanggotaan maka diorganisasikanlah satu jemaat di kota Manado yang beranggotakan 18 orang dan guru Injil Samuel Rantung menjadi Gembala jemaat pertama di jemaat tersebut. Selanjutnya Pdt. Munson dan Samuel Rantung terus memberikan pelajaran bagi orang-orang yang baru dibaptis yang kemudian dilanjutkan dengan bertambahnya jumlah baptisan baru seperti E. Herkles, Heidemans, Kambey dan W. Pandelaki pada tahun 1924.

Begitu banyak tantangan yang dihadapi oleh Pdt. Albert Munson dan guru Injil Samuel Rantung dalam menggembalakan jemaat yang baru diorganisir tersebut dan tidak sedikit pula cercaan dan olokan yang mereka terima dari penduduk dan tuduhan-tuduhan palsu yang menyatakan mereka mengajarkan satu agama baru yang ‘aneh’. Tapi berkat ketabahan kedua hamba Tuhan ini, serta curahan kuasa Roh Kudus yang menyanggupkan mereka melakukan pekerjaan injil, Sulawesi Utara berkembang dengan pesat meskipun harus menghadapi rintangan dan kesulitan-kesulitan yang juga ditimbulkan dari pihak Kristen lain di daerah tersebut.

Membaca dan mengenang kembali asal mula pengabaran injil di daerah Manado yang sekarang kita sudah lihat dengan mata kepala sendiri pertumbuhannya baik dari segi pembangunan Gereja, Lembaga Pendidikan dan bahkan Rumah Sakit, maupun jumlah keanggotaan, maka kita patut bersyukur kepada Tuhan kepada para pelopor yang telah ‘membagikan iman mereka’ agar orang lain bisa diselamatkan.

Ada sebuah cerita menarik yang kami bisa sisipkan dalam kolom pionir kali ini tentang sekelompok orang muda yang sedang bekerja di ladang. Sambil bekerja mereka mulai memperbincangkan tentang orang-orang Advent di desa mereka. Sambil bergurau mereka mendemonstrasikan orang-orang Advent itu sedang mengadakan kebaktian Sekolah Sabat. Persis seperti apa yang dilakukan orang-orang Advent mereka melakonkan seperti bersandiwara sambil tertawa. Saat seorang di antara mereka memperagakan bagaimana Lilik (seorang pimpinan di jemaat Lowu) memimpin orang-orang Advent di desa itu, begitu asyiknya sehingga salah seorang di antara mereka terkena alat tajam sewaktu bekerja dan kakinya terpotong dan beberapa waktu kemudian orang itupun meninggal.

Dengan panik orang-orang tersebut merasa ketakutan. Mereka menyesali perbuatan mereka dan kemudian hari mereka menjadi anggota Gereja Masehi Advent hari ketujuh dan mereka sendirilah yang memberikan kesaksian ini. Salah seorang cucu dari pengejek dan pengolok yang telah menjadi anggota Advent tersebut telah menjadi pimpinan Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh pada tahun 1996 sebagai sekretaris UNI di wilayah Timur kemudian bertugas di kantor Divisi di Philippines sebagai  Direktur Pelayanan Pemuda dan bahkan kemudian telah menjadi Pimpinan Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh di Uni Indonesia Kawasan Timur , yaitu Pdt. N. Sakul. 

 

 

Disadur kembali oleh Pdt. D. Politon.

Diambil dari sumber resmi:

*Pdt. E. H. Tambunan, PhD, ‘Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh Di Indonesia – Sejarah Perintisan dan Pengembangannya’  Tahun 1999.


0 komentar:

Posting Komentar