BAIT Ministry

Editorial

 


 

Kapan tiba? Jam berapa mulai? Masih lama? Adalah sederet pertanyaan kepedulian mengenai waktu.  Soal waktu, mungkin disiasiakan dan terbuang begitu saja oleh sebagian orang tetapi sesungguhnya adalah sesuatu yang mahal dan  precious.   Ketika kalender baru diusulkan oleh Aloysius Lilius menggantikan kalender Julian,  itu karena hendak mendapatkan ketepatan hitungan  waktu. Julian menghitung satu tahun berjumlah  365,25 hari sedangkan Lilius menghitung 365,2422 hari  yang kemudian di setujui Paus Gregorius XIII pada tanggal 24 February 1582.  Setelah itu dimulailah penanggalan  Gregorian yang mempunyai tahun kabisat.

Tersebutlah, pada setiap pagi jam 07.30 ada seorang anak muda tegak di depan pintu sebuah toko jam,  melihat kedalam pada sebuah jam besar grand father’s clock lalu mencocokan ke arloji yang dipakainya. Bertahun sudah waktu berlalu, anak muda ini telah dikenal baik oleh pemilik toko sampai pada satu ketika ingin mengetahui kalau dimana dan dibagian mana anak muda ini bekerja. Oleh anak muda didapatkan keterangan bahwa ia bekerja di pabrik persis didepan toko tersebut dibagian security sekaligus mempunyai tugas khusus membunyikan lonceng 4 kali dalam sehari.  Jam delapan pagi tanda seluruh pegawai mulai kerja, jam dua belas siang istirahat makan, jam satu siang tanda untuk kerja kembali dan jam 5 petang akan pulang. ”Menarik” kata orang tua pemilik toko jam. ”Tiap jam 12 siang saya mencocokan jam besar ini dengan dentang  lonceng dari pabrik kemudian engkau anak muda menyetel arlojimu keesokan harinya pada jam besar ini”. 

Bagaimana kita mencermati waktu dari saat ke saat? Apakah memperhatikan dengan saksama akan tiap menit yang berlalu, menghargai waktu sebagaimana sepatutnya? Barangkali anda mengetahui pepatah ini:  ”Apa yang terpanjang, tetapi juga yang terpendek, yang tercepat, tetapi juga terlambat, sering tidak diindahkan, tetapi banyak kali disesali?”  Jawabannya adalah Waktu.  Waktu jadi yang terpanjang karena ia adalah ukuran keabadian; dan juga yang terpendek karena tidak seorangpun mempunyai waktu cukup untuk menyelesaikan semua tugas kehidupan dan keinginannya; bagi mereka yang gembira, waktu berlalu begitu cepat, tetapi kepada mereka yang menunggu,  waktu merangkak begitu lambat.

Tapi itulah, waktu bagi umumnya orang adalah pengukur menit, jam dan tahun dengan umumnya perhatian difokus pada satu dimensi yakni durasi. Seyogianya waktu perlu dimaknai melebihi hitungan angka oleh mengisinya dengan mutu yang tinggi dan mendalam serta tidak terpenjara oleh jam dinding ataupun dibelenggu oleh kalender dalam mencapai sesuatu target.  Lihat saja dibanyak kesempatan bila mendapat tugas dengan masa waktu satu minggu maka yang digunakan menyelesaikan tugas tersebut diambil sepenuhnya satu minggu. Padahal boleh dibuat lebih cepat, lebih banyak dan lebih baik. 

 

Mengapa tidak! Kalau ada keyakinan dalam diri untuk menyelesaikan, dipadu oleh kecintaan pada tugas yang tersulut oleh tujuan maka tak ada yang mustahil.  Waktu direbut menjadi peluang. Pekerjaan akan dilakukan bukan sekedar mengisi waktu tapi akan ada upaya menemukan hal-hal yang baru.  Tidak keliru kita manusia disebut manager, pengatur, pengorganiser waktu.  Bukan sebaliknya diatur dan malah di kejar oleh yang bernama sang waktu.  Karena bukannya berapa banyak waktu yang anda gunakan tetapi berapa banyak ”perubahan positif” yang diutamakan. Sehingga jauh dari yang sering dikeluhkan orang ”Tahun kepemimpinannya akan berakhir tapi sayang, sepertinya tidak ada yang berubah”. Nah!


Pdt. Dr. Moldy Mambu




0 komentar:

Posting Komentar