BAIT Ministry

Sabtu, 13 Januari 2024

Budayakan Membaca Sejak Dini

 
Budayakan Membaca Sejak Dini
Oleh : Ellen Manueke

Budayakan membaca sejak dini”, sering ditampilkan di sudut ruang perpustakaan di Indonesia. Kalimat ini, dalam format yang  panjang ataupun singkat seperti di atas, dapat saja menunjukkan kondisi bahwa masyarakat memang belum berbudaya membaca. Di lain pihak, kalimat ini juga merupakan motivasi dari pihak yang berkompeten (pemerintah atau orang tua) kepada pihak bersangkutan (anak sekolah) untuk memiliki kebiasaan yang menguntungkan di masa depan. 

Memang, di beberapa tempat di Indonesia, jarang terlihat anak-anak sekolah membaca di kompleks sekolah. Kebanyakan, kegiatan belajar terjadi hanya di kelas, pada jam belajar pula. Di luar jam tatap muka dan di luar kelas, jangan terlalu berharap melihat anak-anak melakukan kegiatan belajar, misalnya membaca. Hal ini tidak saja terjadi di lingkungan sekolah. Di lingkungan mahasiswapun, masih jarang terlihat sekelompok orang yang berani belajar di tempat umum. Mungkin saja takut dianggap kutu buku atau diledek teman. 

Selain kumpulan kata di atas, ada lagi ungkapan yang bersifat saran dan harapan, seperti “Budayakan membuang sampah pada tempatnya” atau “budayakan hidup sehat”. Dari beberapa kalimat tadi, kita bisa tarik simpulan sederhana bahwa semua hal-hal baik harus dibudayakan. Ya, tentu saja. Hanya saja, tidak mudah untuk membudayakan kebiasaan-kebiasaan yang baik. Sebagai contoh lain; maaf, umumnya WC di airport Indonesia kotor dibandingkan di beberapa negara tetangga,  padahal, airport merupakan gerbang kota bahkan negara. Kondisi kota atau negara tercermin dari tempat-tempat seperti ini. Nilai-nilai kedisiplinan, kerja keras atau keindahan sekelompok masyarakat terlihat dari kondisi tempat-tempat umum yang ada. Memang tempat umum ukurannya sangat kecil dibandingkan luasnya kota secara keseluruhan. Namun, dari sini terukur mentalitas masyarakat setempat. 

Kebiasaan yang baik perlu dibangun. Anak-anak belum sadar pentingnya membaca. Orang orang dewasalah yang harus memberi  tuntunan. Mereka harus dibangunkan dari ‘ketidaksadarannya’ akan nilai sebuah kebiasaan membaca.  Kelak, mereka sendiri yang akan menikmati manfaatnya yang tidak ternilai itu. Jika sudah dibangunkan dari ketidaksadaran dan menjadikannya sebagai suatu kebiasaan, maka secara pribadi kebiasaan itu akan dihidupkan. Mungkin saja, orang lain akan dituntun pada kebiasaan yang sama.  

Budaya merupakan nilai-nilai yang berlaku dalam satu komunitas. Jika kebiasaan membaca, membuang sampah ataupun hidup sehat belum bisa berlaku secara komunal karena ketidak-sadaran komponen masyarakat lainnya, hidupkan saja kebiasaan yang baik secara personal. Tidak usah berharap orang lain harus melakukan apa yang kita lakukan. Sambil melakukan, kita sedang membagikan pengalaman kepada orang  di sekitar. 

Lingkungan keluarga adalah kelompok masyarakat terdekat yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh kebiasaan kita. Sebelum ke lingkungan yang lebih besar, di lingkungan terdekatlah budaya dibangun. Apa saja! Apakah itu budaya membaca, budaya kerja, budaya kedisiplinan, budaya kerja keras atau budaya hidup sehat, semua itu adalah nilai-nilai yang perlu dihidupkan.  Intinya, lakukan yang baik dan jauhilah yang jahat, sebagaimana natz Firman Tuhan dalam Mazmur 34:14; maka “Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus,” Filipi 4:7. (*_*) 


0 komentar:

Posting Komentar