BAIT Ministry

Sabtu, 01 Maret 2025

Apokripa

 

APOKRIPA

Oleh : Herschel Najoan

Disadur dari berbagai sumber

 


 

S

ampai saat ini, masih saja ada orang Kristen yang mempertanyakan, apakah sebenarnya yang dimaksud dengan Aprokripa, ada pula yang bertanya kenapa banyaknya kitab pada Alkitab yang digunakan oleh gereja Katolik berbeda jumlahnya dengan Alkitab yang dipegang oleh non Katolik. Ada pula yang bertanya kenapa ada tambahan kitab-kitab pada kanon Katolik ?.

Kitab-kitab Apokripa yang tebalnya lebih kurang dua per tiga Perjanjian Baru ini, disebut juga dengan istilah Deutrokanonika (= kanon yang kedua). Istilah Apokripa dipakai untuk sebutan sebuah koleksi tulisan-tulisan kuno yang diperkirakan ditulis antara tahun 250 Sebelum Kristus dan abad-abad permulaan dari tahun Masehi. Buku-buku Apokripa ini telah dipandang sebagai tulisan wahyu Allah dalam theologi dari Gereja Katolik Romawi, tetapi dalam pandangan kelompok Protestan dan Yahudi, buku-buku tersebut tidak memberikan inspirasi yang nyata.

               Kebanyakan para ahli agama merasa bahwa buku-buku Apokripa mewakili buku-buku yang tingkatannya lebih rendah dibanding dengan tulisan-tulisan yang murni Alkitabiah. Buku-buku Apokripa tersebut jelas mengandung banyak ketidak tepatan dan ketidak sesuaian yang bersifat sejarah dan geografis, dan tidak bernafaskan roh nubuatan.

               Buku-buku Apokripa tak pernah dinyatakan sebagai tulisan yang mempunyai kuasa otoritas sebelumnya, dan baru diakui oleh Badan Musyawarah Umat Katolik (tahun 1546 Tarikh Masehi). Pada saat itu buku-buku Apokripa yang dinyatakan murni adalah : Tobit, Yudit, Kebesaran Salomo, Pengkhotbah, Barukh (termasuk surat dari Yeremia), I dan II Makabe, tambahan pada Kitab Esther dan tambahan pada Kitab Daniel (yaitu: Susana, nyanyian dari tiga orang pemuda dan Bel dan Naga).

               Alasan-alasan lain gereja Protestan dan Yahudi menolak Apokripa di antaranya :

·        Dalam Perjanjian Baru, ada kira-kira 260 kutipan langsung dari Perjanjian Lama, dan juga ada kira-kira 370 penggunaan bagian-bagian Perjanjian Lama yang tidak merupakan kutipan langsung. Ini menunjukkan bahwa baik Yesus maupun rasul-rasul mengakui otoritas Perjanjian Lama sebagai Firman Allah, dan menggunakannya sebagai dasar hidup, iman dan ajaran mereka. Tetapi baik Yesus maupun rasul-rasul tidak pernah mengutip dari kitab-kitab Apocrypha sebagai dasar ajaran mereka, padahal kitab-kitab Apokripa itu sudah ada / beredar pada zaman Yesus hidup di dunia ini. Ini menunjukkan bahwa mereka tidak mengakui kitab-kitab Apokripa sebagai Firman Allah.

·        Penulis kitab-kitab Apocrypha itu sendiri tidak menunjukkan dirinya sebagai penulis Firman Tuhan yang diberikan Allah kepada manusia.

        Coba itu  perhatikan 2 Makabe 15:37b-38 yang    berbunyi:

"Maka aku sendiripun mau mengakhiri kisah ini. Jika susunannya baik lagi tepat, maka itulah yang kukehendaki. Tetapi jika susunannya hanya sedang-sedang dan setengah-setengah saja, maka hanya itulah yang mungkin bagiku".

               Ini sama sekali tidak menunjukkan orang yang menuliskan Firman Tuhan di bawah pengilhaman Roh Kudus! Perhatikan kata-kata 'kukehendaki' dan 'bagiku'. Bagaimana kita bisa mempercayai otoritas tulisan seperti ini, sedangkan penulisnya sendiripun tidak yakin akan kebenaran tulisannya!

  • Penulis kitab Apokripa tidak mengerti sejarah, contohnya:
    • Yudit 1:1,7 menyebut Nebukadnezar sebagai raja Asyur di Niniwe, sedangkan kita tahu bahwa sebetulnya Nebukadnezar adalah raja Babilonia (Daniel 4:4-6,30).
  • Dalam kitab-kitab Apocrypha ada doktrin sesat 'salvation by works' (= keselamatan karena perbuatan baik), seperti:
    • Tobit 12:9 berbunyi: "Memang sedekah melepaskan dari maut dan menghapus setiap dosa".
    • Tobit 4:10 berbunyi: "Memang sedekah melepaskan dari maut dan tidak membiarkan orang masuk ke dalam kegelapan".
    • Tobit 14:10-11a berbunyi: "Nak, ingatlah kepada apa yang telah diperbuat Nadab kepada bapa pengasuhnya, yaitu Ahikar. Bukankah Ahikar hidup-hidup diturunkan ke bagian bawah bumi? Tetapi Allah telah membalas kelaliman Nadab ke atas kepalanya sendiri. Ahikar keluar menuju cahaya, sedangkan Nadab turun ke kegelapan kekal, oleh karena ia telah berusaha membunuh Ahikar. Karena melakukan kebajikan maka Ahikar luput dari jerat maut yang dipasang baginya oleh Nadab. Sedangkan Nadab jatuh ke dalam jerat maut yang juga membinasakannya. Makanya anak-anakku, camkanlah apa yang dihasilkan oleh sedekah dan apa yang dihasilkan oleh kelaliman".
    • Sirakh 3:3a berbunyi: "Barangsiapa menghormati bapanya memulihkan dosa".

Doktrin sesat ini jelas bertentangan dengan Gal 2:16,21 dan Ef 2:8-9.

               Walaupun Apocripa diterima Katolik sebagai bagian Firman yang diilhamkan namun lucunya, ada Paus yang menentang kitab-kitab Apocrypha, dan dengan demikian mereka bertentangan dengan Council of Trent yang memasukkan kitab-kitab itu ke dalam Alkitab. Loraine Boettner mengutip kata-kata Dr. Harris yang dalam bukunya yang berjudul 'Fundamental Protestant Doctrines', I, hal 4, berkata:

"Pope Gregory the Great declared that First Maccabees, an Apocryphal book, is not canonical. Cardinal Zomenes, in his polygot Bible just before the Council of Trent, excluded the Apocrypha and his work was approved by pope Leo X. Could these popes have been mistaken or not? If they were correct, the decision of the Council of Trent was wrong. If they were wrong where is a pope's infallibility as a teacher of doctrine?" (= Paus Gregory yang Agung menyatakan bahwa kitab Makabe yang pertama, suatu kitab Apocrypha, tidak termasuk kanon. Kardinal Zomenes, dalam Alkitab polygotnya persis sebelum Council of Trent, mengeluarkan / membuang Apocrypha dan pekerjaannya disetujui oleh Paus Leo X. Apakah Paus-paus ini bisa salah atau tidak? Jika mereka benar, keputusan Council of Trent salah. Jika mereka salah, dimana ketidak bersalahan Paus sebagai seorang pengajar doktrin?) - Loraine Boettner, 'Roman Catholicism', hal 83.

               Pada tahun 1545, sidang gereja di Trent menyatakan bahwa tradisi mempunyai otoritas yang sama dengan Kitab Suci, tapi harus ditafsirkan oleh gereja. Ini menyebabkan ajaran mereka tidak bisa berubah. Jadi, kalaupun suatu waktu mereka menyadari bahwa ada keputusan sidang gereja atau keputusan Paus yang ternyata salah, mereka tidak bisa mengubahnya. Bagaimana mungkin menyatakan sesuatu, yang setingkat otoritasnya dengan Kitab Suci, sebagai sesuatu yang salah dan harus diralat ?

               Tahun 1546, sidang gereja di Trent memasukkan 12 kitab-kitab Apocrypha itu ke dalam Kitab Suci (karena itu maka disebut Deutrokanonika (= kanon yang kedua). Hal ini dilakukan untuk mempertahankan ajaran-ajaran mereka yang tidak selaras dengan Kitab Suci (misalnya: api pencucian, keperawanan yang abadi dari Maria, kesucian Maria, kenaikan Maria ke sorga dengan tubuh jasmaninya, dsb). 'Tradisi' ini justru jauh lebih berperan sebagai dasar dari ajaran-ajaran Roma Katolik, bahkan sebagian besar ajaran / dogma Roma Katolik tidak didasarkan pada Kitab Suci, tetapi pada tradisi! Ini menyebabkan sekalipun Roma Katolik dan Kristen Protestan sama-sama menggunakan Kitab Suci, tetapi ajarannya bisa sangat berbeda / bertentangan.

               Pengakuan Westminster (Westminster Confession 1643) yang ditulis oleh kalangan pemimpin-pemimpin Protestan menyatakan bahwa "buku-buku yang umumnya disebut Apokripa yang tidak terjadi oleh inspirasi yang ilahi, tidak termasuk buku yang murni Alkitabiah, dan karena itu tak mempunyai kuasa otoritas dari Gereja Allah ataupun yang dapat diterima ataupun dipakai sebagai buku yang absah murni dari Allah; kecuali hanya sebagai buku-buku biasa yang ditulis oleh seorang manusia".

Semoga penjelasan ini akan menambah pengetahuan kita sehubungan dengan perbedaan jumlah kitab yang digunakan oleh gereja Katolik dan gereja lain termasuk oleh kita gereja Advent.


0 komentar:

Posting Komentar