Setiap
manusia memerlukan rasa bangga dalam hidupnya. Rasa bangga adalah motivasi
pribadi untuk memacu seseorang berkarya lebih dari apa yang sebelumnya
pernah dia lakukan. Tanpa rasa bangga, seseorang akan terus hidup dalam
bayang-banyang orang lain, akan hidup tanpa prestasi, tanpa rasa percaya diri
dan akan sangat sulit baginya melepaskan diri dari kehidupannya di bawah
”tempurung”.
Berdiri di samping si ”bangga”, adalah saudara kembarnya
”si sombong”. Banyak orang tidak bisa membedakan, siapa sebenarnya ”si bangga”
dan mana ”si sombong” tetapi adalah penting untuk mengetahui siapa sebenarnya
penguasa alam pikiran anda karena kedua ”mahkluk” tanpa wujud itu adalah
penguasa kutub positif dan penguasa kutub negatif. Bila kita melangkah terlalu
jauh, tanpa kita sadari kita akan berada pada kutub negatif yang merusak.
Perasaan bangga, akan berubah menjadi kesombongan yang merusak diri sendiri dan
orang lain bila kebanggaan itu mulai ditonjokan pada orang lain dan mulai
melecehkan kesanggupan orang lain. ”Lihat saya, betapa hebatnya saya ini, kalau
bukan saya, pasti hanya saya yang bisa, semua itu karena saya” dan masih banyak
lagi penonjolan diri sendiri terhadap orang lain, tidak terkecuali dalam
pelayanan di jemaat..
Bukan menjadi suatu masalah bila kita memiliki kebanggaan
dalam pelayanan karena itu akan menjadi motivasi bagi kita untuk terus maju
dalam berkarya. Rasul Paulus-pun bermegah tentang pelayanannya bagi Allah Roma 15 : 17. Ia tidak bermegah atau bangga
dengan dirinya sendiri tetapi dalam apa yang Allah sudah lakukan melalui
dirinya dalam membawa orang lain kepada Kristus.
Paulus dalam
kehidupannya pernah mengalami masa-masa di mana dia memiliki kebanggaan yang
berada pada kutub negatif alias kesombongan. Sebelum dia bertemu dengan Kristus
dalam perjalanan ke Damaskus, sebagai seorang Yahudi dia merasa bahwa dia
adalah seorang yang superior dalam keimanan dan aktifitasnya. ”Jika ada orang
lain menyangka dapat menaruh percaya pada hal-hal lahiriah, aku lebih
lagi: disunat pada hari kedelapan, dari
bangsa Israel, dari suku Benyamin, orang Ibrani asli, tentang pendirian
terhadap hukum Taurat aku orang Farisi, tentang kegiatan aku penganiaya jemaat,
tentang kebenaran dalam mentaati hukum Taurat aku tidak bercacat.” tetapi
kemudian Paulus merasakan bahwa kebanggaan negatifnya itu adalah hal yang
sia-sia. Dia kemudian menyadari bahwa
masing-masing kita sangat berharga bilamana kita membiarkan Allah menyelamatkan
kita, mengubahkan kita dan menggunakan kita dalam pelayanan tetapi dalam hal
ini tidaklah pantas kita bermegah karena ”aku-nya” tetapi apa yang Allah sudah
lakukan melalui kita.
Sebagai
pengikut Kristus, kita semua sudah ditentukan untuk menjadi pelayan dalam melaksanakan tugas
mulia dalam Matius 28 : 19 – 20. Talenta kita, kesanggupan kita, jalur pelayanan
kita berbeda dengan orang lain. Kita mungkin memiliki 10 talenta tetapi orang
lain hanya memiliki dua talenta. Seorang pendeta mungkin sudah berhasil
mempertobatkan ratusan orang dimana pendeta itu memiliki kesanggupan yang luar
biasa dalam berkhotbah dan berkharisma tetapi orang lain hanya bisa menjalin
persahabatan, membawa tamu ke KKR dan memberikan penjelasan seadanya pada
pertanyaan sahabatnya. Tetapi semuanya
memiliki keterkaitan yang erat dalam membawa orang lain ke dalam kebenaran
sehingga tidak perlu ada ada ungkapan, ”kalau bukan saya, tidak ada 100 orang
yang dibaptiskan di tempat itu”, ”kalau bukan saya tidak ada orang yang hadir
di KKR itu”, ”kalau bukan saya KKR itu pasti tidak jalan karena dana KKR itu
saya yang siapkan”, ”kalau bukan saya KKR itu tidak diadakan di tempat
strategis itu, karena saya punya hubungan baik dengan pemilik tempat itu maka
semuanya bisa berjalan dengan baik”,
”kalau bukan saya, pasti KKR itu sudah berhenti di tengah jalan” lebih
lanjut lagi dalam pelayanan di jemaat, ”kalau bukan saya, jemaat itu tidak
berkembang”, ”kalau bukan saya, program jemaat yang favorit itu pasti tidak
jalan”, ”kalau bukan saya, jemaat itu tidak berhasil membuka cabang baru”,
”kalau bukan saya, pasti jemaat itu belum memiliki gedung gereja sendiri” dan
masih banyak lagi ”kalau bukan saya” yang tidak perlu diungkapkan telah
menyebabkan perpecahan sehingga pekerjaan Tuhan dirusakkan.
Menjadi seorang pelayan yang baik, kita tidak
perlu menyombongkan apa yang telah kita perbuat tetapi apa yang diperbuat
Kristus bagi kita. Menjadi seorang
pelayan yang baik, bukan hanya memberitakan pekabaran yang lengkap dari apa
yang kita ketahui mengenai kebenaran tetapi adalah lebih penting memberikan
teladan yang baik dari apa yang dia ajarkan.
Seorang pelayan yang baik, hidupnya berpadanan dengan perkataannya, dia
menghindari kehidupan yang munafik dan menonjolkan Kristus dalam hidupnya.
0 komentar:
Posting Komentar