Yoshen Danun
Berbicara mengenai dunia pendidikan Advent, hal tersebut tidak dapat dipisahkan dengan sejarah Gereja Advent dan pertumbuhannya. Sebenarnya Sekolah Dasar sudah disuarakan mulai dari era tahun 1850an – 1860an. Pada tahun 1853 seorang wanita muda bernama Martha Bryington yang baru berusia 19 tahun yang tinggal di Bucks Bridge, New York sangat tertarik dengan pekerjaan Pendidikan. Ia kemudian mendirikan sebuah Sekolah di rumahnya dengan 17 murid, dibantu oleh Lucinda Paine dan John Fletcher Byington. Tahun 1857 Louisa M. Morton membuka sekolah lagi di Battle Creek, tetapi hanya berdiri selama satu tahun. Tahun 1860 sekolah itu dibuka kembali oleh John Fletcher, namun ditutup kembali karena Fletcher melanjutkan pendidikannya dibidang kedokteran.
Tahun 1960 E.G. White memberikan perhatian khusus kepada pendidikan karena dibutuhkan pekerja-pekerja Injil untuk ladang yang masih luas. Pada bulan Juni 1872 sebuah sekolah telah dimulai di Battle Creek, Michigan di bawah asuhan Goodloe Harper Bell di sebuah rumah kayu kecil. [1]. Sejak itu berkembang dari tahun ke tahun sampai sekarang Gereja Masehi Advent Ketujuh telah mengoperasikan 7.200 sekolah, Perguruan Tinggi dan Universitas dengan jumlah siswa dan mahasiswa 1.400.000 dan diajar oleh 75.000 guru, tersebar di lebih dari 145 negara. Dengan jumlah tersebut, Gereja Masehi Advent Ketujuh menjadi pengelola sekolah dan universitas terbesar kedua setelah Gereja Roma Katolik di seluruh dunia. Program Pendidikan Advent adalah menyeluruh (comprehensive), mencakup “mental, fisik, sosial dan rohani” dengan” pertumbuhan intelektual dan pelayanan kepada sesama manusia” yang merupakan tujuan pendidikannya [2].
Sejarah Pendidikan Advent
di Indonesia
Pekabaran Gereja Advent masuk ke Indonesia
pada tahun 1834 oleh dua misionari yaitu Henry Lyman dan Samuel Munson, yang
kemudian mati sahid dalam perjalanan ke Tanah Batak, kemudian menjadi tonggak
sejarah masuknya pekabaran Advent ke Indonesia, yang kemudian berkembang dengan
didirikannya gereja di beberapa tempat, juga sekolah-sekolah dan Lembaga
Pendidikan Advent lainya atas kerinduan para pemimpin gereja pada waktu itu.
Setelah sekian puluh tahun meninggalnya dua
misionari di Tanah Batak tersebut, maka pada tahun 1899 seorang Pendeta Metodis
(yang menerima kebenaran Gereja Advent saat dirawat di RS Advent Battle Creek),
memilih menjadi misionari ke Indonesia walaupun dengan biaya sendiri. Saat
tiba di
Sekolah Advent pertama di
Seorang pemuda bernama Samuel Rantung, yang
masih menjadi guru di Singapura kembali ke kampungnya di Lowu, Ratahan pada
tahun 1921, untuk beristirahat karena menderita penyakit. Walaupun kondisi kesehatannya tidak prima,
tapi semangat untuk menyampaikan kebenaran yang sudah diyakininya kepada kaum
keluarganya tidak terbendung lagi. Dari malam ke malam Samuel
Rantung mengajarkan Alkitab di rumahnya dan itu berlangsung selama 3
bulan. Samuel Rantung kemudian kembali
ke Singapura untuk melanjutkan pekerjaannya dan meninggalkan kaum keluarganya
yang haus akan Firman Tuhan. Dari
Singapura, Samuel Rantung kemudian pergi ke Garut, dan terus ke kampung
halamannya di Lowu bersama istri dan seorang anak muda bernama Minan
Direja. Pada 30 Desemer 1921, sebanyak
22 orang penduduk desa Lowu dibaptiskan menjadi Advent oleh Pdt. F. A.
Detamore, Ketua Uni Malaysia. Besoknya
pada tanggal 31 Desember 1921 diorganisirlah jemaat pertama di Sulawesi dengan 25
orang anggota, yang terdiri dari 22 orang yang baru dibaptis ditambah Samuel
Rantung dan istri, serta guru Injil Minan Direja. Inilah Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh yang
pertama di Indonesia kawasan Timur
Dengan iman dari para
anggota yang telah menerima kebenaran Sabat, maka dimulai pulalah pengalaman
penderitaan mereka. Mereka diejek,
dipersulit di sekolah dan tidak sedikit yang dicambuk setiap hari Senin karena
tidak masuk pada hari Sabtu, namun iman mereka tidak luntur, karena mereka
lebih takut kepada Allah daripada kepada manusia. Karena perlakuan yang tidak adil itu, dan
adanya perintah dari Pemerintah Hindia Belanda bahwa setiap murid yang absen
pada hari Sabtu harus dihukum, hal ini mendorong para anggota gereja untuk
membuka sekolah sendiri agar membebaskan mereka untuk tidak bersekolah pada
hari Sabtu (sekolah 5 hari). Di bawah
kepemimpinan Pdt. Albert Munson, maka sebuah sekolah diijinkan dibuka di Lowu,
Ratahan dengan guru pertama adalah Sarah Takapente, seorang guru berijazah
Normal School dari Amurang. Sebanyak 25
orang anak anggota jemaat terdaftar sebagai murid kelas 1 – 3. Lefran Pasuhuk dari Lowu membantu Sarah
Takapente memulai pekerjaan itu. Demikian seterusnya sehingga sekolah ini
berjalan dengan silih berganti personil dalam kepemimpinan, dan kemudian
berkembang lagi dengan berdirinya sekolah-sekolah gereja di tempat lain
beberapa tahun kemudian. [4]. Pada tanggal 16 Agustus 1948 resmilah dibuka
North Celebes Training School di Jalan Tompaso II, Minahasa. NCTS sempat ditutup pada masa pemberontakan
Permesta, dan dibuka kembali pada tahun 1962 sekaligus berubah nama menjadi
Dari sekolah sekolah inilah dihasilkan
pekerja-pekerja Injil yang ulet sehingga pekerjaan Tuhan di Indonesia Kawasan
Timur semakin berkembang. Selain
pekerja-pekerja Injil, juga pekerja-pekerja di dunia bisnis, yang juga
merupakan kontributor pekerjaan Tuhan melalui perpuluhan dan persembahan
mereka.
Masih menyalakah obor itu?
Sekolah yang mula-mula
diajar oleh guru-guru yang penuh pengabdian.
Tidak sedikit mereka tidak mendapat gaji yang pasti. Kalau ada uang dibayar, kalau tidak ada ya
sabar. Istilah populernya "guru
damai-damai". Walaupun dibayar
dengan damai-damai, tetapi semangat mereka tidak pernah surut, sampai anak
didik di bawah asuhan mereka berhasil. Itu
terbukti, dengan begitu banyaknya lulusan sekolah-sekolah Advent yang berkarya
di pekerjaan Tuhan (Mission) dan juga di luar mission. Mereka-mereka inilah yang menjadi kontributor
gereja.
Sejalan dengan
berkembangnya perekonomian di Indonesia, dan kesempatan untuk menjadi guru
terbuka luas, maka pilihan menjadi guru di Sekolah Advent mulai surut. Bahkan Fakultas Keguruan di Universitas Advent sangat sedikit diminati
mahasiswa. Selain itu jurusan guru
sangat terbatas di Universitas Advent.
Karena persoalan hari Sabat bukan lagi jadi penghalang di Perguruan
Tinggi Negri (PTN) sekarang ini, maka pilihan orang Advent untuk menjadi guru
jatuh pada PTN. Untunglah lulusan
PTN sebagian besar masih memiliki jiwa
pengabdian di mission sehingga beberapa lulusan PTN masih mau mengajar di
sekolah Advent. Oleh karena itu obor ini
masih tetap menyala.
Sekolah Advent menjadi pilihan kedua
Indonesia yang berkembang
perekonomiannya di era tahun 80-90an, menjadikan banyak dari anggota Advent
menikmati penghasilan diatas rata-rata.
Saat yang sama terbuka juga sekolah-sekolah modern dengan fasilitas
lengkap dan berbahasa Inggris, hal ini menyebabkan sebagian anggota yang sudah
mapan ekonominya memilih mendaftarkan anak-anak mereka di sekolah modern
tersebut. Belum lagi yang langsung
mengirim anaknya ke luar negeri. Sehingga yang tinggal terdaftar di sekolah
Advent adalah mereka yang pada umumnya
berada pada tingkat ekonomi menengah ke bawah, sehingga persoalan dana
operasional tetap menjadi kendala di sekolah-sekolah Advent. Inilah yang menjadi tantangan bagi organisasi
gereja dan para pengelola sekolah (Dewan Sekolah). Mereka harus kreatif dan
bahkan mungkin inovatif untuk menjadikan sekolah Advent mejadi sekolah
berprestasi dan semakin bermutu dalam kualitas sehingga menjadi pilihan utama
seluruh anggota gereja.
Support
Diakui memang bahwa
Hal yang kurang mendapat
dukungan dari organisasi Gereja adalah, terutama dari tingkat "mentri"
(Direktur Pendidikan Uni). Seperti kita
ketahui bahwa tahun ajaran ini SD dengan UASBS+UAS ada yang jatuh pada hari
Sabat. Penulis sangat menyesali kejadian
yang terulang kembali tentang kesulitan
izin untuk pelaksanaan yang jatuh pada Hari Sabat itu. Jika sekiranya para petinggi kita datang
mengadakan kunjungan (silahturahmi) kepada pemerintah dalam hal ini Mentri
Pendidikan dan jajarannya, terutama pada saat penggantian mentri, selain
berkenalan juga sekaligus menyampaikan keyakinan kita tentang pemeliharaan hari
Sabat sebagai salah satu dari butir ‘Iman’ kita, maka kasus ujian yang
dilaksanakan pada hari Sabtu tidak akan membuat Kepala Sekolah bekerja keras
dalam pengurusan untuk meminta dispensasi dengan menggantinya dengan hari lain. Untunglah sekolah di mana penulis menjadi
salah seorang pengurus Dewan Sekolah telah mendapatkan dispensasi tersebut,
walaupun sebelumnya ditolak. Di sinilah
doa itu sangat berperan. Semoga
dikemudian hari, sebelum UAN/UAS dilakukan, petinggi kita dari 2 Uni sudah lebih
dahulu berinisiatif menghadap Menteri Pendidikan dan jajarannya untuk menyampaikan permohonan agar
UAN/UAS tidak jatuh lagi pada hari Sabat.
Referensi:
1.
E. H. Tambunan, Gereja Masehi Advent Hari
Ketujuh di Indonesia, Perintisan dan Pengembangannya, 1999. IPH Bandung, hal.
401-404
2.
http://en.wikipedia.org/wiki/Seventh-day_Adventist_Church#Education
3.
E. H.
Tambunan, Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh di Indonesia, Perintisan dan
Pengembangannya, 1999. IPH Bandung, hal. 94-97
4.
Nyalakanlah
Obormu, Buku Kenangan Menyambut Konvensi Guru Nasional I, Dua Uni 1996, hal.
225
.
0 komentar:
Posting Komentar