R |
espons tubuh terhadap rangsangan dilakukan oleh 2 sistem utama, humoral (hormon) dan neuronal (saraf). Kedua sistem ini amat
berhubungan dengan semua organ tubuh karena masing-masing menggunakan jalur
aliran darah dan serabut saraf yang praktis menjangkau semua organ, jaringan
bahkan sel. Keduanya juga memiliki keterkaitan satu dengan yang lainnya dan
bekerja secara berurutan, bergantian atau bahkan serempak secara harmonis dalam
tubuh manusia normal. Kedua sistem ini berpusat di otak manusia sebagai pusat
pengendali (walaupun banyak juga hormon dihasilkan oleh kelenjar di luar otak)
dengan menggunakan senyawa kimiawi sebagai media komunikasi, di sistem saraf dengan berbagai
neurotransmiternya, sedangkan sistem humoral dengan aneka hormonnya.
Respons akan terjadi jika ada
gaya berupa kekuatan fisik atau psikis yang menimpa seseorang. Dengan adanya
gaya yang datang, tubuh akan melakukan tindakan adaptif atau eliminatif
terhadap gaya tersebut. Gaya-gaya fisik dan psikis inilah yang disebut dengan
stressor atau rangsangan. Rangsangan bisa berupa rangsangan positif (eustress)
dan negatif (distress). Rangsanganlah yang membuat kita tersenyum, tertawa,
malu, marah, iri, dengki, rasa nyeri, kegelikan, lelah, bergerak, makan, minum,
bangun, tidur, berpikir, mencintai, atau bertindak dalam bentuk apapun. Dalam tulisan ini kita lebih menekankan pada respons tubuh rangsangan
psikis.
Tubuh kita memiliki ambang
batas kemampuan untuk mengadaptasi atau menghilangkan gaya tersebut dimana dari
gaya nol hingga nilai ambang tersebut akan menciptakan rentangan stress
fisiologis, yang justru memberi dampak positif bagi pertumbuhan dan
perkembangan fisik dan mental menuju kematangan dan kedewasaan. Sedangkan bila
telah melampaui nilai ambangnya akan menciptakan rentangan stress patologis,
dimana akan merusak sel, jaringan, organ, sistem organ yang ujung-ujungnya akan
merusak sistem tubuh yang berimbas pada perubahan fisik dan perilaku.
Nilai ambang yang dimaksud
adalah kadar hormon dalam darah dan kadar neurotransmitter pada celah sinaptik
saraf. Saat stressor (psikis) datang,
sistem humoral mengeluarkan hormone endorphin
dan kortisol, sedangkan sistem saraf
mengeluarkan senyawa katekolamin; epinefrin(adrenalin) dan norepinefrin.
Sejauh masih dalam batas
ambang, semua senyawa kimia ini amat bermanfaat untuk menjaga keseimbangan
tubuh yang disebut homeostasis. Kadar dalam rentang normal atau melampaui ambang batas amat bergantung pada
bentuk, derajat, dan lamanya rangsangan. Peningkatan kadar yang bermakna dalam
waktu lama akan membawa dampak negatif terhadap tubuh, baik ditingkat sel, jaringan,
organ bahkan sistem organ.
Kolaborasi senyawa-senyawa dalam kadar yang melebihi ambang akibat stress
dalam waktu yang lama dapat “menggerogoti tulang”. Secara ilmiah dapat
diterangkan sebagai berikut:
·
Kortisol dapat membuat
orang jadi kerempeng dengan cara merangsang pemecahan molekul-molekul penyimpan
energi seperti lemak, protein dan karbohidrat untuk digunakan saat mobilisasi
energi. Bagi mereka yang memiliki cadangan energi yang berlebihan (gemuk) akan
dapat mengambil manfaat agar bisa lebih langsing, namun kortisol juga
merangsang glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru), sebagai sumber energi
cadangan bila ada kebutuhan mendadak sehingga mereka yang kurus akan lebih
bertambah kurus.
Norepinefrin menyebabkan
peningkatan kadar glukosa plasma (gula darah tinggi) dengan meningkatkan
pemecahan simpanan glukosa di hati dan otot rangka, sehingga hati melepasakan
lebih banyak glukosa ke dalam plasma. Kolaborasi kedua senyawa
ini disaat stress pada penderita diabetes mellitus yang kronis akan memperlihatkan
penampakan kulit bungkus tulang.
·
Kortisol dapat menyebabkan gangguan kardiovaskuler
(jantung dan pembuluh darah) dengan cara meningkatkan respons saraf simpatis,
termasuk respons yang ditujukan untuk meningkatkan curah jantung.
Epinefrin mengikat reseptor beta di
jantung, meningkatkan kecepatan denyut jantung dan kontraktilitasnya sehingga
curah jantung meningkat yang mengakibatkan peningkatan tekanan darah.
Kolaborasi keduanya menyebabkan tekanan darah tinggi. Hipertensi yang tidak terkontrol dapat mengakibatkan stroke,
serangan jantung atau gagal jantung, tergantung dukungan faktor-faktor resiko
lainnya.
·
Kortisol akan memperlambat penyembuhan penyakit dan cedera
sel dengan cara menghambat pembentukan interleukin, senyawa yang dibutuhkan
untuk komunikasi antar leukosit atau sel darah putih (netrofil, eosinofil,
basofil, monosit dan limfosit) dimana masing-masing tipe lekosit memiliki peran
tersendiri dalam proses peradangan untuk eliminasi kuman dan memperbaiki cedera
sel. Selain itu, kortisol juga menurunkan akumulasi sel darah putih di tempat
cedera atau infeksi sehingga menjadi rentan terhadap infeksi.
·
Kortisol akan menurunkan imunitas tubuh dengan
cara menghambat fungsi sel B, sel yang menyusun sistem imun humoral dalam
sirkulasi dan fungsi sel T, sel yang menyusun sistem imun seluler. Sel B dan
Sel T berperan besar dalam sistem imunitas tubuh dalam wujud immunoglobulin G,A,M,D,E dan Sel T1, T2,
T3, T4, T5. Seorang yang mengidap HIV dikatakan penderita AIDS bila kadar sel
T4 (T helper) atau yang disebut CD4
sudah kurang dari ambang toleransi.
·
Kortisol menyebabkan gangguan saluran pencernaan
dengan cara merangsang sekresi HCl menyebabkan tingkat keasaman lambung menjadi
tinggi, terjadi iritasi lapisan mukosa
dan sub mukosa sehingga terasa perih
dan bisa muntah darah, dan untuk saluran pencernaan selanjutnya bisa terjadi
borok usus.
Norepinefrin berikatan dengan reseptor otot polos saluran
cerna, menyebabkan relaksasi otot sehingga pencernaan dan motilitas saluran
cerna menjadi lambat, mempermudah terjadinya borok usus.
·
Kortisol menyebabkan
infertilitas dengan cara menghambat pelepasan hypothalamic releasing factors yang berguna untuk mengontrol
ovulasi pada wanita dan sintesis sperma dan testosteron
pada pria.
·
Kortisol menyebabkan
gangguan petumbuhan dan percepat proses penuaan dengan cara merangsang
pelepasan somatostatin, suatu
penghambat pelepasan somatotropin
(hormon pertumbuhan) yang pada anak-anak dibutuhkan untuk pertumbuhan sedangkan
orang dewasa untuk maintenance (pemeliharaan)
Ilmu kedokteran membuktikan adalah ya dan amin kalau alkitab mengatakan ”semangat yang patah mengeringkan tulang.”***
0 komentar:
Posting Komentar