BAIT Ministry

Sabtu, 03 Juli 2021

Pesta Adat “Rambu Solo” – Gerbang Memasuki Alam Kekal

 

Pdt. Jacky Runtu

Masing-masing komunitas masyarakat memiliki adat dalam proses pemakaman orang yang sudah meninggal, demikian juga dengan masyarakat Tana Toraja dimana mereka mepunyai tradisi sendiri bagi tiap kerabatnya yang meninggal yaitu pesta adat ”Rambu Solo”.



Pada komunitas masyarakat Toraja terdapat rumah-rumah bambu yang dibuat bersambung dimana dalam Bahasa Toraja, rumah-rumah bambu itu dikenal dengan nama Lantang. Sebuah rumah besar, tongkonan, sebagai rumah khas adat Toraja seolah menjadi pusat dari rumah-rumah bambu itu. Sebab, di kiri kanan rumah besar itulah, rumah-rumah bambu itu didirikan. Tiap sekat rumah bambu itu diberi nomor. Pendirian rumah-rumah bambu itu merupakan pertanda akan dimulainya sebuah pesta adat dalam tradisi masyarakat Tana Toraja. Pesta adat atas meninggalnya kerabat. Pesta adat yang merupakan warisan tradisi para leluhur; upacara penguburan atau Rambu Solo'. Dalam bahasa lain, Rambu Solo' juga kerap dimaknai sebagai pesta kematian. Akan tetapi, maknanya tentu bukan berpesta atas kematian kerabat, melainkan upacara mengantar kepergian kerabat yang telah berjasa dalam hidupnya. 

Pada fase pertama, mereka namakan Ma’karudusan yang mana akan dipotong dua ekor kerbau, lalu fase Ma’pasa’tedong. Saat ini semua kerbau yang telah disepakati jadi korban akan dikumpulkan di halaman tongkonan tempat persemayaman yang meninggal, lalu kerbau itu diarak keliling bala’kaan sebanyak tiga kali. Keesokan harinya dilakukan pemindahan jenasah dari tongkonan ke lumbung. Setelah diadakan Ma’pasonglo jenasah dipindahkan lagi ke lakkian, suatu tempat terdekat dengan tempat pemakaman. Setiap pemindahan selalu diadakan arak-arakan. Puncak acara ialah semua kerbau korban dipotong dan dibagikan sesuai adat yang berlaku.

Menurut sebuah sumber, apa yang dilakukan dalam pesta Rambu Solo' sesungguhnya hanyalah sebuah simbol. Simbol dari sebuah tradisi yang turun temurun. Bagi sebagian orang, tradisi ini bisa jadi dinilai sebagai pemborosan. Sebab, demikian besar biaya yang harus dikeluarkan untuk penyelenggaraannya. Bahkan, ada yang sampai tertunda berbulan-bulan untuk mengumpulkan biaya pelaksanaan upacara ini; bahkan ada yang menyatakan, orang

Toraja mencari kekayaan hanya untuk dihabiskan pada pesta kematian. Bagi masyarakat Toraja, berbicara pemakaman bukan hanya berbicara upacara, status, jumlah kerbau yang dipotong, tetapi juga soal malu (siri'). Makanya, upacara Rambu Solo juga terkait dengan tingkat stratifikasi sosial. Dulunya, pesta meriah hanya menjadi milik bangsawan kelas tinggi dalam masyarakat ini. Akan tetapi, sekarang mulai bergeser. Siapa yang kaya, itulah yang pestanya meriah. Berbagi makanan adalah hal biasa. Olehnya itu, berkunjung ke rumah orang Toraja akan selalu diajak makan dan tidak boleh ditolak. Jika sudah makan dan kenyang, tetap ambil beberapa suap sebagai tanda persaudaraan dan penghormatan.

Menurut hukum adat Toraja, pewaris yang memberi terbanyak pada upacara pemakaman akan menerima bagian terbesar warisan, entah dia perempuan atau laki-laki.

Kepercayaan leluhur (aluk todolo) jiwa yang mati mengendarai jiwa kerbau dan babi yang dikorbankan. Makanya,

hewan terbaik dan paling berharga adalah Tedong Bonga. Sebab, dengan bahu yang besar dan tanduk panjang yang kuat, bisa dikendarai bagi yang meninggal melintasi gunung dan lembah menuju alam baka (puya). Orang Toraja percaya bahwa jiwa dari hewan korban akan mengikuti tuannya yang dikorbankan pada upacara pemakaman. Dipercaya pula, roh dari rumah dan semua milik yang meninggal akan mengikuti pemiliknya. Karenanya, sekalipun seseorang meninggal di tempat lain, keluarga berusaha membawanya kembali ke tempat asal untuk upacara pemakaman.

Sesuai dengan bahan masukan ini mari kita telaah apakah kita sebagai anggota GMAHK dapat menjalankan upacara ini. Ada beberapa falsafah dalam upacara adat ini yang bertentangan dengan Firman Tuhan.

1.        Untuk alasan pemborosan dan berat untuk dilaksanakan, mungkin ini tergantung kepada kemampuan seseorang. Tetapi kalau ini akan dilaksanakan dengan motif bukan karena kemampuan tetapi karena malu ( siri ) maka tentu saja sebagai orang Kristen tidak boleh melaksanakannya. Karena ada yang terpaksa supaya tidak malu, lalu mereka mengadakan acara tersebut sampai bangkrut dan bahkan berhutang. 

2.        Demikian juga pembagian warisan, siapa pemberi terbanyak akan menerima bagian terbesar. Mungkin kalau warisan itu kecil tidak akan ada permasalahan, karena bisa jadi yang diberikan itu lebih besar nilainya daripada yang akan dia dapat dari warisan. Tetapi kalau jumlah warisan itu besar, maka akan memancing timbulnya trik yang akan dimainkan oleh anggota keluarga untuk menyumbangkan lebih dari kemampuannya. Inipun harus dihindarkan oleh mereka yang mengaku Kristen.

I Timotius 6:9,10 orang yang ingin kaya jatuh ke dalam berbagai pencobaan dan cinta akan uang adalah akar segala kejahatan. 

3.        Falsafah semua milik yang meninggal akan mengikuti pemiliknya bertentangan dengan I Timotius 6:7 sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kitapun tidak dapat membawa apa-apa keluar.

 4.        Dan yang paling mendasar mengapa saya menilai ini tidak dapat dilakukan umat Tuhan, ialah bahwa upacara ini dilakukan berdasarkan kepercayaan bahwa jiwa dari hewan korban yang dikorbankan dalam upacara pemakaman ini akan mengikuti pemiliknya. Dan berdasarkan aluk todolo, jiwa orang yang mati ini akan naik jiwa si kerbau  yang dikorbankan. Dan dengan mengorbankan kerbau yang terbaik yang mereka namakan Tedong Bonga, maka jiwa orang mati itu dapat melintasi dan menjelajah gunung dan lembah menuju alam baka ( puya)

Pengkhotbah 9:5,6 menyatakan orang mati tidak tahu apa-apa.

Pengkhotbah 9:10 tidak ada pekerjaan dan pertimbangan di dunia orang mati

Yohanes 11:13  Yesus berkata bahwa kematian itu adalah tidur

I Tesalonika 4:16 pada waktu Yesus datang kedua kali barulah orang mati dibangkitkan.

Kita tidak mengenal alam baka bagi orang mati. Orang yang mati akan dikuburkan dan debu akan kembali menjadi debu. Kejadian 3:19


 


0 komentar:

Posting Komentar