BAIT Ministry

Sabtu, 28 Agustus 2021

DOA DAN SOTERIOLOGY (Lanjutan)

 


DOA DAN SOTERIOLOGY

URAIAN SINGKAT ALKITABIAH

(lanjutan)

Oleh: S. Tandidio, MA-R, M.Th

IV. Theologi, Perilaku, dan Sikap Saat Berdoa

Di bagian 1, arti doa dalam PL telah diberikan secara singkat.  Bagian dua telah membahas dengan ringkas arti doa berdasarkan PB.  Sebagai lanjutan dari dua bagian tersebut, kali ini kita akan melihat—dengan ringkas—tentang theologi, perilaku, dan sikap saat berdoa.

 

4.1.     Theologi

 

Theologi doa tidak terlepas dari pengertian kata-kata PL qārā’, ša’āl, pālal, zā‘aq, śîach, tәchinnāh, atau tәpillāh; dan kata-kata PB proseuchomai, erôtaô, deomai, aiteô, entugchanô, atau epikaleô—seperti dalam bagian 1 dan 2.  Berdasarkan arti kata-kata PL dan PB di atas, dapat diformulasikan bahwa doa berkaitan dengan kehidupan kekal dan kehidupan fana manusia. 

 

Melalui doa manusia mengakui bahwa Tuhan sebagai sang Khalik. Doa adalah sarana yang manusia gunakan untuk memohon penebusan, pengampunan dosa, dan anugrah Allah.  Ini berhubungan dengan keselamatan manusia—hidup yang kekal.  Doa juga berhubungan erat dengan keperluan badaniah manusia fana di atas dunia.  Di saat doa dipanjatkan kepada Allah, manusia mengakui bahwa dia adalah ciptaan dan Allah adalah Pencipta.  Doa yang dicontohkan oleh Tuhan Yesus dalam Mat 6:9-13

 

 

merupakan contoh konkrit bahwa doa berkatian dengan soteriology dan kehidupan manusia di dunia fana.  Tidaklah heran jika Paulus mengatakan,  “tetaplah berdoa” (Kol 4:2; 1 Tes 5:17). 

Doa adalah sarana permohonan pengampunan dosa dan rahmat Allah.  Secara mistikal, doa adalah satu alat di mana manusia berbicara dan melepas rindunya kepada TUHAN dalam satu hubungan yang erat dan teguh.  Dalam doa manusia memanggil nama-Nya, berseru kepada-Nya, mengundang Dia untuk hadir dalam permasalahan, memohon kehadiran-Nya, meminta berkat dari-Nya, memohon keadilan-Nya, mengharapkan petunjuk-Nya, menyampaikan keluh-kesah jiwa, bertanya pada-Nya, menuntut janji-Nya, dan memohon pengantaraan.  Kasih karunia Allah adalah harapan utama yang terkandung dalam doa seseorang. Makna harafiah dan mistikal doa ini menunjukkan bahwa secara theologis, manusia adalah ciptaan Allah yang telah jatuh ke dalam dosa dan putus hubungan dengan sang Pencipta. Doa adalah sarana di mana manusia dapat bertemu dengan penciptanya secara spirituil dalam satu hubungan yang erat dan teguh. 

           Doa adalah bagian dari šachah (Ibrani) atau proskuneô (Yunani) “kebaktian” yang dalamnya manusia datang membungkukkan hati menyembah Allah dan mengakui dia sebagai sang Khalik.  Secara rohaniah, doa adalah nafas hidup orang Kristen.  Pengampunan dosa adalah unsur yang penting dalam permintaan doa.  Nyata bahwa doa pasti dijawab asalkan doa itu dipanjatkan dalam nama Yesus Kristus (contoh 1 Yoh 5:15-15; dll.; bandingkan dengan Mat 26:42; Mrk 14:36; Luk 22:42).  Doa dipanjatkan bukan untuk merubah kehendak Allah, tetapi untuk menyatakan bahwa kehendak Allah adalah yang terbaik.  Allah telah menyiapkan jawaban dari setiap doa, bahkan sebelum doa itu dipanjatkan.  Dengan itu, iman menjadi unsur penting dalam menanti jawaban doa.  

 

Yesus-lah yang mediatori manusia dengan Allah (1 Tim 2:5) dengan entugchanein “melakukan doa pengantaraan” bagi umat-umat-Nya (Ibr 7:25).  Kalau demikian, doa sangatlah penting bagi para pengikut Yesus. Walaupun doa tidak menyelamatkan, tapi doa berhubungan erat dengan keselamatan.  Melalui doa, seorang meminta ampun dosa dan memperbaharui hubungannya dengan Kristus.  Lewat doa, seorang dapat meminta pengampunan yang disediakan melalui darah Yesus.  Dalam proses penyucian, Roh Kudus akan menyucikan seorang yang telah meminta ampun dosa dan membantu orang itu untuk melakukan kehendak Allah.  Ketika berdoa, manusia sadar bahwa dia tidak dapat mengantarai dirinya sendiri.  Seorang mediator diperlukan.  Meditor itu adalah Yesus Kristus, imam besar kita (1 Tim 2:5; Ibr 8:6; 9:15; 12:24). 

 

Jika ada orang, setinggi apapun pendidikannya, yang mengatakan bahwa doa itu tidak perlu, maka orang tersebut tidak mengakui Allah sebagai sang Khalik, tidak memerlukan penebusan, dan tidak mengakui Tuhan sebagai pemberi kebutuhan badaniah yang dia perlukan.  Ellen G. White berkata bahwa doa ibarat makanan sehari-hari (MYP, hal. 115).  Jika seorang tidak makan, orang itu akan sakit—dan jika dia terus-menerus tidak makan, dia akan mati.  Jika seorang tidak berdoa, dia akan sakit, dan jika dia terus-menerus tidak berdoa, dia akan mati rohani.  Pemberian rahmat hanya dapat diterima jika seorang berdoa dan memintanya kepada Allah (bandingkan AA, hal. 49).  Ini berarti bahwa orang yang tidak berdoa tidak akan menerima rahmat Allah.  Oleh sebab itu, setiap hari yang kita masuki harus dimulai dengan doa (4 T, hal.,  588)—kemudian berdoa setiap saat dalam hati atau tempat tertentu—dan hari itu ditutup dengan doa (Ibid., hal.,  615-16).  Dalam kaitannya dengan doa, beginilah hari-hari orang Kristen harus dimulai dan diakhiri—hubungan kita dengan pencipta tidaklah boleh berakhir!

 

4.2.     Perilaku Saat Berdoa

 

Perilaku yang benar dan tidak benar saat seorang berdoa dinyatakan oleh Tuhan Yesus, dalam perumpamaan-Nya yang terdapat dalam Luk 18:10-14.  Yesus berkata:

 

10 “Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa; yang seorang adalah Farisi dan yang lain pemungut cukai. 11Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; 12aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku. 13Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini. 14Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan” (LAI).

 

 

 

Dalam perumpamaan di atas, orang Farisi menghakimi orang lain dan menganggap dirinya suci.  Ketika seorang berdoa, motif yaitu yang mencakup perilaku hati dan pikiran adalah  yang terpenting untuk dipersiapkan.  Ketika berdoa, seorang harus menyadari bahwa dia adalah ciptaan yang akan memohon pada sang Pencipta.  Dia harus mengerti bahwa dia adalah orang berdosa yang tidak memiliki kebenaran pribadi.  Oleh karena itu, dia datang kepada Allah dalam doa untuk meminta pengampunan dosa.  Dalam hal ini, perilaku seseorang sangatlah penting.  Perilaku itu haruslah dituntun oleh Roh Allah.  Kerendahan hati dan merasa diri orang berdosa adalah perilaku yang Allah inginkan saat seorang berdoa.  Penting bagi seorang pendoa untuk menyadari bahwa doanya tidak akan mengubah apa yang Tuhan telah persiapkan banginya, yaitu yang terbaik bagi si pendoa (bandingkan dengan Mat 6:8).  Tanpa merasa bahwa dirinya ptôchoí tô pneúmati “miskin rohani” (Mat 5:3; bandingkan Wah 3:17) maka perilaku seorang pendoa bukanlah perilaku yang benar saat berdoa.

 

Menurut Ellen G. White, perilaku seorang yang menghadap Allah untuk meyampaikan petisi-petisinya melalui doa sangatlah penting.  Perilaku itu haruslah perilaku yang yang sesuai dengan keinginan Allah, yang mencakup: (1) Penghormatan kepada dan rasa gentar yang suci di hadapan Allah (MS 84, 1897, lihat juga 2 SM, hal., 312); (2) Merasa bergantung sepenuhnya kepada Allah (Ibid.); dan (3) kerendahan hati yang murni karena bukan sikap tubuh  yang dituntut saat seorang menghadap Allah dalam doa (MS 29, 1892).  Ellen G. White berkata, “kita harus selalu berdoa dengan hati yang lembut dan penuh kerendahan hati…” (Letter 342, 3 SM, hal., 266). 

 

 

4.3.     Sikap Saat Berdoa

 

4.3.1.        Dasar Alkitab dan Ellen G. White

 

Sikap tubuh yang penuh hormat saat menghadap oknum Ilahi berbeda berdasarkan kebudayaan masing-masing.  Walaupun demikian, ada satu persamaan nyata, yaitu setiap sikap tubuh tersebut mengekspresikan penghormatan pada sang Khalik. Orang Yahudi Kristen (Messianic Jews), seperti yang pernah saya lihat, berdiri saat berdoa, dan mereka merasa bahwa itu adalah penghormatan yang tinggi pada Yeshua “Yesus.”  Orang Slavic contohnya menghormati Allah dengan cara berdiri saat doa pastoral dilayangkan.  Dan banyak lagi perbedaan-perbedaan sikap badan berdasarkan budaya masing-masing saat seorang berdoa kepada Allah.   

 

Bagaimana sikap berdoa yang disarankan oleh Ellen G. White?  Di satu Sabat pagi di Battle Creek, Ellen G. White duduk di jajaran bangku para tamu, dan melihat seorang pelayan yang sedang memimpin umat untuk berdoa, dan si pelayan akan menginstuksikan hadirin untuk berdiri.  Lalu Ellen G. White dengan tegas berbisik memanggil namanya dan mengakatan “berlutut!” Ketika menceritakan kembali peristiwa ini dalam 2 SM, hal., 311, ia berkata “inilah selalu sikap tubuh yang tepat…”  Apakah bertelut adalah “selalu” satu-satunya sikap badan yang tepat untuk berdoa menurut Ellen G. White?  Untuk menjawab pertanyaan ini, maka komentar-komentar Ellen G. White harus dilihat secara hermeneutic dan tidak terfokus kepada satu kutipan saja! 

 

[TAMBAHAN: Sebelum seseorang mempelajari tulisan Ellen G. White, maka perlu untuk mengerti bahwa tulisan-tulisan Ellen G. White harus diuji dengan Alkitab dan bukan Alkitab yang diuji dengan tulisan Ellen G. White—jangan sampai kita sebagai orang Advent memutar prinsip ini, yang akan menyebabkan tulisannya menjadi lebih tinggi dari Alkitab dan Ellen G. White menjadi tuhan gantinya Yesus sang Anak Allah Terkadang orang-orang Advent meninggikan tulisan Ellen G. White lebih dari pada Alkitab.  Ini menyebabkan pola hidup beliau dijadikan contoh yang tak mungkin salah dan berotoritas mutlak bagi kehidupan orang-orang Advent.  Kecenderungan seperti ini telah, dengan sengaja atau tidak, mengarah kepada penyembahan spiritual padanya.  Seharusnya, hal ini hanya kita berikan kepada Yesus Kristus, Tuhan yang mengutus Ellen G. White.  Itu berarti bahwa hanya pola hidup Yesus Kristus-lah yang tak mungkin salah dan berotoritas sebagai contoh ideal bagi semua aspek kehidupan umat Tuhan.  Tulisan Ellen G. White telah diuji dengan Alkitab dan terbukti tidak bertentangan dengan firman Allah.  Maka sangatlah disarankan agar tulisannya dijadikan komentari saat kita meneliti Alkitab.  Marilah kita lihat sikap tubuh yang berkenan saat berdoa dalam tulisan Ellen G. White.]. 


0 komentar:

Posting Komentar