RENCANA MULA-MULA MEMULAIKAN JEMAAT
Saat yang sudah lama ditunggu-tunggu
belum dapat dicetuskan dari hati sanubari. Dalam pikiran beberapa orang,
kapan saat-saat yang tepat jemaat baru dapat dimulaikan ? Pertanyaan ini masih
merupakan satu rahasia yang belum terjawab karena belum bisa meletakkan apa
yang tersimpan dalam hati, baik diantara anggota Asuza maupun diantara anggota
Grand Terrace disamping anggota lain yang berasal dari Indonesia diluar kedua
jemaat ini.
Sebelumnya banyak anggota dari Gereja Indonesia Grand
Terrace pernah berkumpul di Prado Park dan juga di Yorba Linda Park yang
dikoordiner oleh pendeta Paul Wuisang
dan yang berkhotbah adalah pendeta F. L. Macarewa kemudian pendeta A. Waworoendeng
tapi usaha mereka ini tidak berkelanjutan.
Dalam waktu yang sama banyak anggota gereja Indonesia
Azusa mempunyai keinginan yang sama, sehingga sekelompok berkumpul sendiri
dalam acara sosial. Dua kali rapat kelompok ini diadakan, pertama dirumah
keluarga H. Rantung dan kedua dirumah keluarga Macarewa. Kelompok besar ini
yaitu mula-mula dari Azusa mempunyai tujuan yang sama tidak tahu menahu satu
sama lain dan masih merupakan rahasia. Group ini belum berani dengan resmi
memulai suatu wadah yang tetap. Rapat yang telah dua kali diadakan ini adalah
akar yang bertumbuh menjadi kenyataan. Wadah inilah yang saat itu menamakan
diri Inland Indonesian SDA Church..
Pada tanggal 15
Mei 1988, ada seorang yang menyelesaikan
gelar doctor dalam bidang penggembalaan jemaat di Claremont Graduate
School. Sesudah wisuda pada hari itu, maka pada malamnya diadakan perayaan
atas tercapainya cita-cita pribadi, juga cita-cita banyak orang yang masih
terpendam. Pendeta
Fred L. Macarewa M. Div. Mendapat gelar baru menjadi Doctor of Ministry. Dalam
acara perayaan tersebut yang dipimpin oleh James Waworoendeng, pendeta DR.
Sitompul memberikan amanat dan DR. Simorangkir mengucapkan selamat datang dalam
lingkungan para doktor, yang akhirnya didoakan oleh almarhum pendeta DR. Th.
Sinulingga.
Setelah selesai acara perayaan pada malam itu, Doktor
Macarewa memanggil pendeta Andries Weley membisikkan apa yang sudah lama
terpendam dalam pikirannya. Beliau mengatakan, “Andries, torang mulai jo akang tu Gereja kalau bisa ngana datang besok
di rumah kong torang berunding”. Beliau berani mengatakan demikian karena
melihat gejala-gejala banyak anggota sudah sehati mau merealisasikan keinginan
untuk memulaikan jemaat baru yang kemudian ditanda tangangi oleh 46 anggota dan
kepala keluarga yang dipimpin oleh pendeta Weley semasih di jemaat Azusa. Inilah bibit mula-mula yang mulai berakar
menjadi besar yang saat ini dinamakan Jemaat Upland Indonesian Church.
Di Loma Linda, saat itu
hari Senin sore adalah rapat pertama untuk mewujudkan jemaat Upland
antara pendeta Macarewa dan pendeta Weley. Dalam perundingan itu Doktor
Macarewa mengatakan kepada pendeta Weley, “Sekali kita mulaikan jemaat,
janganlah berhenti kita harus maju terus. Pasti akan banyak tantangan tapi
lihat keatas dan tekad kita tidak akan pudar.” Beliau mengatakan kepada pendeta
Weley supaya hari Rabu depannya kita berdua kunjungi pendeta Wuisang untuk
dilibatkan dalam usaha yang besar ini. Pendeta Macarewa menelpon pendeta
Wuisang untuk janjian rapat. Pada hari Rabu sore rapat kedua diadakan antara
pendeta Macarewa, pendeta Weley dan pendeta Wuisang untuk merampungkan rencana
yang masih merupakan rahasia untuk menjadi kenyataan. Walaupun pendeta Wuisang
tidak tahu rencana yang besar dari pendeta Macarewa dan pendeta Weley, dia menerima
usul ini dengan bertanya, ada maksud apa?
Pendeta Wuisang sebagai anggota jemaat Indonesia Grand
Terrrace, memimpin group sejumlah besar berbakti di Prado Park pada beberapa
tahun sebelumnya dengan harapan untuk memisahkan diri dari jemaat Induk sudah
punah. Semangat mula-mula hidup kembali. Kumpulan kedua diadakan di Yorba Linda
Park dengan tujuan yang sama tetapi jemaat yang baru yang dicita-citakan belum
juga menjadi kenyataan. Menurut pendeta Wuisang bahwa rencana ini adalah hasil
rapat yang dihadiri oleh pendeta J. Umboh dan pendeta A. Waworoendeng. Rupanya
Tuhan belum kehendaki sehingga perjuangan ini kandas. Cita-cita mereka ini
tidak terwujud.
Kelompok Azusa saat itu dipupuk terus dan berjalan terus secara rahasia dan
akhirnya terbuka setelah pendeta Macarewa menghubungi pendeta Wuisang.. Awalnya
kelompok dari Azusa atau dari Grand Terrace masih berpikir panjang untuk maju
secara terpisah, tetapi setelah dua kelompok bersatu maka terjadilah persatuan
yang kuat dan mantap karena terbukanya tujuan yang ada dalam benak pendeta
Macarewa. Ketiga pioner ini saling telah kenal satu sama lain sejak tahun 50-an
di SPS Kawangkoan, yang lokasinya di jantung Minahasa, Sulawesi Utara, di kaki
gunung Soputan, dekat bukit Nona. Akar Inland Indonesia menjadi Upland
Indonesia.
Setelah pertemuan ketiga orang ini, Macarewa, Wuisang dan
Weley, maka rencana yang terpendam dalam hati banyak anggota dalam kedua jemaat
ini, Asuza dan Grand Terrace, diketemukan. Pendeta Wuisang mengatakan, “so ini tu solama ditungu-tunggu”. Dalam
rapat kedua pendeta Wuisang telah hadir, maka rencana lebih diwujudkan dengan
pengertian masih merupakan rahasia karena ketiga orang ini masih mau melibatkan
lebih banyak orang lagi tetapi dengan lebih berhati-hati. Rapat ketiga, lebih
banyak lagi orang diundang, antara lain Joseph Rey, Jack Kussoy, James Tielung,
Jooce Lengkong, Jopie Wauran, Moody Waworoendeng, Erens Rey, Albert Awuy, Eddy
Gampu, Rose Beaulieu dan Jimmy Salaki, juga Charrel Rattu dan beberapa yang
lain lagi tetapi yang hadir hanya beberapa orang saja yaitu Jack Kusoy, Jooce
Lengkong, Joopie Wauran, Rose Beaulieu dan Jimmy Salaki selain dari ketiga
orang yang sudah ada. Keputusan supaya mulai memanggil lebih banyak orang lagi.
Rapat keempat kurang lebih hampir dua puluh orang. Keputusan terakhir yaitu
kebaktian pertama akan diadakan setelah keluarga Weley, kembali dari Indonesia dalam rangka
anniversary ke 40 SPS (SLA) Kawangkoan.
Pada tanggal 20 Agustus 1988 kebaktian pertama
dimulaikan di Prado Park. Pendeta Macarewa memberikan khotbah untuk memberikan
semangat kepada seluruh anggota supaya seluruh anggota jemaat harus tahan dan
tabah karena kita akan mengalami banyak tantangan. Kurang dari 200 orang hadir.
Kebanyakan yang hadir adalah para anggota jemaat yang tidak pernah hadir di gereja
lagi. Pada Sorenya rapat besar diadakan untuk menyusun strategi memulaikan
jemaat yang baru. Pada sabat berikutnya kebaktian kedua diadakan di White Park
yang dihadiri oleh 160 orang. Saudara Jack Kussoy pada minggu itu sibuk dengan
menghubungi gereja-gereja untuk mencari gedung
tempat berbakti. Puji Tuhan jasa Jack Kussoy kemudian telah didapatkan
chapel yang cukup menampung 150 sampai 200 orang ditempat yang sama.
Serangan bertubi-tubi ditujukan kepada jemaat Upland.
Peluru kendali ditembakkan tetapi Tuhan telah memberikan perisai yang kuat yang
tidak dapat digoyahkan, yaitu perisai kesabaran dan berdiam diri karena Tuhan
lah yang bekerja. Rapat-rapat selanjutnya sering dipimpin oleh pendeta
Dingoasen, Asian Coordinator sedaerah bersama pendeta Atiga dari Uni Pacific
mereka tunjukan jalan yang mantap untuk lebih cepat jemaat diorganizasikan
dalam rapat di Hotel Hilton, saudara Joppy Wauran dan dirumahnya pendeta
Wuisang.
Jemaat Upland telah diorganisasikan tanggal 9 Juni 1989
oleh tiga administrator daerah dengan beranggotakan 311 jiwa. Tanggal 20
Agustus 1998 adalah hari ulang tahun ke 10 jemaat Upland. Kemenangan jemaat
Upland adalah kemenangan dari Tuhan. Jika bukan karena Tuhan, tidak akan ada
lagi pendeta Macarewa di depan jemaat, tidak akan ada lagi pendeta Wuisang di
mimbar hingga akhir hidupnya, tidak akan ada lagi pendeta Weley di tengah-tengah
jemaat Upland. Tentu juga tidak ada saudara-saudara sekalian sebagai anggota
jemaat. Kata lain tidak ada lagi Jemaat Upland Indonesia. Syukur kepada Tuhan
karena Jemaat Upland ini bertumbuh dan hidup berkembang dan maju.
PROSES PENERIMAAN CONFERENCE
Serangan-serangan
hebat kepada jemaat Upland tidak henti-hentinya. Usaha untuk membubarkan jemaat
Upland semakin menghebat. Tetapi tidak ada reaksi dari salah satu anggota
jemaat Upland. Rapat antara gereja-gereja Indonesia ditentukan di gereja
Claremant untuk berunding dengan para anggota mereka yang ada di jemaat Upland
gagal dan tidak terjadi karena rapat ini adalah usaha-usaha untuk membubarkan
jemaat Upland. Dua pendeta yang bukan anggota jemaat Upland, pendeta N. G.
Hutauruk dan pendeta Th. Sinulingga, tidak berhenti-hentinya datang ke jemaat
Upland dan memberikan dorongan positif kepada jemaat supaya jalan terus jangan
kecewa.
Pendeta Atiga dan pendeta Dengoasen
menganjurkan kepada jemaat supaya berusaha dengan memohon untuk berafiliasi
dengan gereja Indonesia lain sebagai gereja induk dalam conference setempat.
Jalan inilah yang ditempuh oleh kelompok Upland. Rapat Majelis tiga jemaat
yaitu Grand Terrace, Azusa, dan Upland diadakan di rumahnya Dr. Inyo. Tuhan
mempunyai maksud lain karena rapat ini tidak mencapai keputusan sehingga saat
itulah terjadi penentuan yang paling tepat bagi kelompok ini yaitu untuk diakui
tanpa ada mother church. Setiap saat salah seorang penasihat besar, Almarhum
pendeta Anton Waworoendeng berkata kepada para pioneer, “Makete-keter” artinya harus bersemangat jangan putus asa.
Pada saat ini Jemaat
Indonesia Upland dengan Jemaat Indonesia lainnya telah mempunyai hubungan baik
dan mengerti satu sama lain. Semuanya ini hanya merupakan sejarah jemaat
Upland. Tidak adalagi baku marah atau simpan hati satu sama lain, malah sudah
bergandengan tangan mema-jukan misi bersama untuk orang-orang Indonesia yang ada
di Amerika, mempertahankan kultur dan Bahasa Indonesia yang tentunya harus
dipimpin oleh orang Indonesia.
Ancaman ditujukan kepada pendeta Atiga dan pendeta
Dingoasen untuk jangan mengunjungi jemaat Upland berhasil untuk sementara waktu
tetapi pada akhirnya gagal juga sebab mereka berdua bertindak dengan positif
untuk jemaat ini segera di orgainsasikan.
Dalam waktu jemaat ini mengalami krisis, pendeta-pendeta dari
Southeastern California Confrence tidak berhenti-hentinya mengunjungi dan
melayani jemaat Upland, yang dipelopori pendeta Lynn Mallery, direktur
kependetaan daerah, yang sekarang ini adalah ketua daerah. Usaha untuk
membendung para pengerja daeah untuk datang bersabat di Upland sangat besar.
Tetapi sebesar-besarnya bendungan itu pada akhirnya pecah sehingga tidak dapat
dibendung lagi. Ketua daerah pada saat itu agaknya suram kepada jemaat Upland, pada akhirnya datang
mengorganiser jemaat Upland yang disebutnya “The Big Baby”, dengan status
Company bukan Affiliated Group.
Setengah tahun sebelum jemaat ini di organisasikan,
pimpinan daerah mengirim berita melalui pendeta Dingoasen untuk datang ke
kantor daerah untuk menyerahkan uang perpuluhan yang sudah cukup banyak dalam
tangan bendahara. Saudara Joppy Wauran sebagai bendahara Jemaat, sdr. Weley
sebagai ketua jemaat, dan pendeta Macarewa sebagai pendeta, juga Ferry Sepang
sebagai Public Relation, diutus oleh majelis untuk pergi ke kantor daerah. Uang
yang diminta oleh kantor daerah setahun yang lalu untuk disimpan di bank,
saat itu diserahkan ke kantor daerah.
Sejak waktu itu jemaat Upland walaupun belum di organisasikan setiap kwartal
mendapat formulir laporan kemajuan jemaat dalam setiap departement. Tiga bulan kemudian daerah memberitakan bahwa
jemaat ini harus diorganisasikan yang kemudian dilaksanakan pada tanggal 9 Juni 1989.
Pada tahun 1995, jemaat ini berhasil membeli gedung
gereja yang terletak diatas tanah yang luasnya 5 acres. Sayang gedungnya tidak
cukup memuat seluruh anggota jemaat Upland. Harga property ini $ 275,000 yang
terkumpul hasil pemberian seluruh anggota dan juga ada dari luar anggota jemaat
ini. Perjuangan jemaat Upland juga belum selesai karena pada saat ini seluruh
anggota telah bertekat untuk tahun 1998 jemaat Upland bertujuan memiliki gereja yang dapat memuat seluruh
anggota.
Pendeta Wuisang sudah lebih dahulu dipanggil Tuhan untuk
beristirahat menunggu kedatanganNya yang kedua kali. Pesan almarhum dalam
beberapa kotbahnya supaya gedung gereja Upland adalah bagaikan gajah yang
besar. Jika hanya Pendeta Macarewa, almarhum pendeta Wuisang dan Pendeta Weley
yang mau menarik gajah itu pasti akan sia-sia. Tetapi jika semua anggota
mengambil bahagian untuk menarik gajah yanf besar ini maka gajah itu akan dapat
ditarik. Gereja kemudian berdiri tahun 1998. Ketua dan wakil team pembangunan
gereja, Maritje Waworuntu, Boy Frans, dan Cris Sumanti bekerja keras saat untuk mengumpulkan lagi
uang sebesar $300,000 untuk renovasi gereja yang sudah ada. Berkat pimpinan
Tuhan saat ini sudah terkumpul lebih $200,000. Kiranya Tuhan selalu memberkati
Jemaat ini untuk bekerja menyelesaikan kerjaNya hingga Tuhan datang pada kedua
kalinya. Usaha untuk membangun ini sudah diimpi-impikan sejak mulainya jemaat
ini dengan ketua pembangunan yang pertama sdr. Widy Widitora, kemudian disusul oleh
sdr. Johan Mangindaan, Youke Longkutoy, Cris Sumanti dan lain-lain, dan saat
ini di ketuai oleh sdri Maritje Waworuntu.
Pada saat ini, pembangunan gereja sudah menjadi kenyataan. Langkah pertama
sudah kita capai dan langkah kedua untuk multi purpose building masih
diawan-awan. Tetapi jika Tuhan telah berkati kita dalam langkah pertama maka
langka berikut tidak mustahil Tuhan akan memberkati kita untuk mendapatkan
gedung-gedung yang lain yang jemaat Upland juga masyarakat Indonesia umumnya
sangat butuhkan. Menjadi tantangan kepada pimpinan jemaat gererasi baru kapan
Gedung multi purpose ini akan menjadi kenyataan? Haruslah ada persatuan,
ikutilah peraturan jemaat dan jangan baku cungkel. Kelemahan-kelamahan dari
tanah Minahasa janganlah dihidupkan karena kita samua bersaudara dari Indonesia
khususnya tanah Minahasa. Hidupkanlah Si
tou timou tumou tou. Pakatuan wo Pakalawiren. Tuhan memberkati kita.
Di susun oleh : Pdt. Andries R. Weley dan Para Pioneer Jemaat
Upland lainnya.
0 komentar:
Posting Komentar