BAIT Ministry

Sabtu, 28 Agustus 2021

Tanya Jawab : Mengapa Rasul Paulus melarang para wanita untuk mengajar?

 


1 Timotius 2:11,12 : “Seharusnyalah perempuan berdiam diri dan menerimah ajaran dengan patuh. Aku tidak mengisinkan perempuan mengajar dan juga tidak mengisinkanya memerintah laki-laki; hendaklah ia berdiam diri.”

 

Pertanyaannya: Mengapa Rasul Paulus melarang para wanita untuk mengajar?

 

 

Ayat ini terdapat didalam surat rasul Paulus yang disampaikan melalui surat kepada Timotius menyangkut arahan-arahan kepada anggota jemaat di Efesus tentang cara beribadah.  Didalam 1 timotius 2:8-15, rasul Paulus memberikan arahan-arahan menyangkut cara berdoa bagi seorang pria, cara berdandan bagi seorang wanita, dan juga larangan kepada kaum wanita untuk mengajar.  Sesuai dengan konteks penulisan ayat ini, ayat-ayat ini merupakan  nasehat kepada anggota jemaat di Efesus menyangkut pertemuan ibadah umum.

Ada beberapa pengertian dan interpretasi yang muncul dari ayat-ayat ini.  Menurut George W. Knight, ayat-ayat ini adalah nasehat rasul Paulus kepada kaum wanita untuk tidak menguasai dan mengganggap remeh kepemimpinan kaum pria di jemaat.  Sementara itu menurut Hendrickson, maksud Paulus menulis ayat-ayat  ini adalah untuk mengamarkan kaum wanita agar mereka dapat menyerahkan diri mereka dan tergantung sepenuhnya kepada kaum pria.  Lea and Griffin memiliki pengertian dan interpretasi yang juga berbeda.  Menurut mereka berdua, ayat-ayat ini adalah amaran rasul Paulus kepada para wanita di jemaat Efesus agar menghormati dan tidak memberontak terhadap kepemimpinan tua-tua jemaat yang pada waktu itu kemungkinan besar adalah kaum pria.  Salah satu cara untuk memperoleh kemungkinan jawaban tentang hal ini adalah meninjau latar belakang  budaya dan situasi dimana anggota jemaat Efesus itu hidup.

 

Status wanita pada  zaman Perjanjian baru

Ada beberapa wanita yang terlibat didalam sejarah alkitab dan tercatat didalam Perjanjian baru. Ada juga beberapa wanita yang tercatat terlibat didalam cerita-ceritera Jesus dan gereja mula-mula. Status wanita  pada zaman Perjanjian baru, memang sedikit rendah dibanding dengan pria.  Pengaruh ini datang dari para ahli filsafat dan guru-guru yunani.  Menurut ahli filsafat Yunani,  Philo dan Joshepus, status wanita sedikit rendah dibanding kaum pria disebabkan karena didalam pengambilan keputusan sehari-hari wanita lebih banyak menggunakan perasaan dari pada pikiran sementara kaum pria lebih banyak menggunakan akal pikiran yang adalah lebih baik dan lebih tepat digunakan didalam pengambilan keputusan dari pada perasaan. Kedua ahli filsafat yunani ini mengajarkan status wanita lebih rendah dari pada kaum pria.  Menurut ahli teologia yang bernama Jame B. Hurley, Talmud tidak banyak menjelaskan tentang wanita pada saat itu karena pada saat itu wanita tidak banyak terlibat atau mengambil bagian pada acara-acara umum  secara kusus pada acara ibadah umum.  Kaum wanita tetap  berada di rumah dan melaksanakan tugas dan tanggungjawab mereka sebagai ibu rumah tangga, menjaga dan membimbing serta mendidik anak mereka dibawah pengawasan sang suami yang adalah kaum pria tentunya. Beliau juga menerangkan bahwa para wanita pada saat itu tidak diperkenankan berpartisipasi dalam hal ini mengambil bagian untuk memimpin ibadah pada acara-acara resmi di umum  walaupun mereka berkwalitas. Menurut Constance . Parvey,  percampuran budaya antara Roma dan Yahudi sangat mempengaruhi pola hidup para wanita yahudi pada zaman perjanjian baru. Para wanita Roma dapat atau dizinkan untuk terlibat pada kegiatan-kegiatan umum sementara para wanita  yahudi tidak dilibatkan pada acara-acara umum  bahkan tidak memiliki kuasa atau hak untuk memilih didalam pemilihan-pemilahan umum.  Para wanita tidak dilibatkan pada acara-acara pemerintahan dan masyarakat umum bahkan pada acara-acara ibadah umum, pekerjaan itu adalah tanggungjawab  kaum pria. Didalam situasi seperti itu orang Yahudi tetap mengikuti aturan pemerintahan Roma tetapi mereka juga dengan tegas dan sangat berhati-hati memelihara budaya mereka teristimewa budaya rohani dirumah didalam keluarga mereka masing-masing.

 

Status wanita pada abad-1

Menurut Jeffers, status para wanita pada abad pertama juga memang sedikit rendah dari kaum pria.  Sesuai dengan aturan dan budaya Roma pada abad pertengahan suami adalah kepala keluarga dan  berkuasa  sampai mati.  Kehidupan dan status seorang wanita pada abad-1 didalam falsafah dan budaya hidup orang Yunani adalah wanita sebagai alat produksi untuk menambah jumlah anggota keluarga dan penduduk .

Budaya dan anggapan umum orang-orang yang hidup pada abad-1 adalah wanita secara kusus yang sudah menikah dapat meninggalkan rumah hanya untuk menghadiri acara-acara yang paling penting sekali karena sesuai dengan anggapan umum pada saat itu, seorang wanita yang didapati ditempat umum tanpa alasan penting adalah pekerja sex atau budak.

 

Situasi di Jemaat Efesus

Kota Efesus adalah kota perdagangan dan terletak pada tempat strategis  sehingga kota ini menjadi kota pelabuhan yang sangat strategis.  Kota Efesus telah menjadi pusat kota perdagangan di Asia kecil pada saat itu.  Kota ini juga sangat terkenal dengan keberadaan dewa Artemis. Dewa yang disembah sebagai dewa kesuburan dan ibu dari para dewa.  Dewa Artemis digambarkan sebagai seorang wanita yang memiliki banyak buah dada dibadanya.  Dewa artemis dikenal di Roma dengan nama dewa Diana. Dewa ini juga dipercayai sebagai dewa yang membantu  para wanita pada proses melahirkan bayi mereka. Mereka membangun sebuah kuil besar dikota Efesus untuk menyembah dewa Artemis.  Didalam proses penyembahan dewa Artemis selalu diadakan sek masal yang suci menurut pandangan mereka seperti yang hal yang sama diadakan pada saat penyembahan kepada dewa Marduk di Babylon dan Aphroditus di Korintus pada abad-1.  Budaya dan situasi secara kusus penyembahan kepada dewa Artemis sangat mempengaruhi kehidupan para wanita yang hidup pada abad-1, bahkan pengaruh ini sempat dibawah masuk kedalam gereja oleh orang-orang yang baru bertobat dan bergabung dengan Jemaat Tuhan di Efesus.

 

Kesimpulan

Pengaruh budaya sebagaimana telah bahas diatas bahwa situasi saat dimana rasul Paulus menulis surat kepada anggota Jemaat yang ada di Efesus jelas mengatakan bahwa status wanita diaggap saat itu sedikit rendah dari para kaum pria. Ditambah lagi dengan situasi  dan budaya dimana kalau seorang wanita didapati diluar rumah tanpa ada pertemuan atau acara yang paling penting sekali mereka akan diaanggap sebagai budak dan pekerja sex.  Dan juga situasi kota Efesus dengan adanya dewa Artemis lebih mendukung rasul Paulus untuk melarang para wanita yang memiliki konotasi negatif berada pada pertemuan-pertemuan umun untuk tidak tampil atau mengambil bagian dan mengajar  pada acara ibadah umum 

0 komentar:

Posting Komentar