I. Pendahuluan
Tulisan ini berbicara tentang doa. Pembahasannya
dibagi tiga bagian—yaitu pandangan (1) Perjanjian Lama [PL], (2) Perjanjian
Baru [PB], dan (3) theologi, perilaku, dan sikap saat berdoa.
Pertanyaan yang akan dijawab di sini adalah—mengapakah doa penting dan
apakah itu berhubungan dengan soteriology? Tulisan ini mencoba menjawab
dengan singkat pertanyaan tadi berdasarkan prinsip sola scriptura. Tulisan
Ellen G. White sebagai komentar Alkitab yang diinspirasikan akan juga
digunakan dalam menjawab pertanyaan ini.
II. Dalam PL
2.1. Kata
Dalam PL, ide doa berasal dari beberapa kata.
Yang populer di antaranya adalah qārā’ dari akar kata qr’—ša’āl
dari akar kata sh’l—pālal dari akar kata pll—zā‘aq
dari akar kata z‘q—dan śîach dari akar kata śych. Ada lagi
kata-kata lainnya tetapi kali ini, kata-kata tersebut yang dianggap
penting. Kata benda Ibrani (bahasa Ibrani: bahasa PL) kebanyakan adalah
verbal noun—kata “doa” dalam PL adalah tәchinnāh dan tәpillāh.
Kata qārā’ dalam PL terdapat sebanyak 880 kali. Kata ini
mengandung arti: (1) “memanggil” (contoh Kej 12:18; 27:1; 39:15; ..)—(2)
“berseru pada kuasa supranatural” (contoh Kej 4:26; Bil 32:38; ..)—(3)
memanggil (contoh Im 23:24)—(4) “mengumandangkan”
(contoh Yes 61:1; ..)—(5) “meminta” (contoh 1 Raj 8:52; 1 Taw 4:10; ..)—(6)
“mengundang” (contoh 1 Raj 1:9; Est 5:12; ..)—(7) .. Untuk penggunaan qārā’
sehubungan dengan doa atau berdoa, kata ini digunakan, contohnya dalam Maz
55:17 Alkitab Ibrani—Maz 55:16 Alkitab LAI; ..
Kata ša’āl dalam PL terdapat sebanyak 176 kali. Kata ini mengandung
arti: (1) “bertanya” (contoh Kej 32:18; Yos 9:14; Ul 18:11; Maz 137:3; Yes
45:11; ..)—(2) “meminta nasihat,” “mencari keterangan,” “memohon petunjuk”
(contoh Bil 27:21; 1 Taw 10:13; 1 Sam 10:22; 2 Sam 16:23, ..)—(3) “meminta,”
“menuntut” (contoh Ul 18:16; 3 Raj 4:28; Maz 109:10; Yos 15:18; Yes 58:2;
..)—(4) “merindukan,” “mengharapkan” (contoh 1 Raj 19:4; 2 Raj 6:5; ..).
Untuk penggunaan ša’āl sehubungan dengan doa atau berdoa, kata ini
digunakan, contohnya dalam Maz 122:6.
Kata
pālal dalam PL terdapat sebanyak 85 kali. Kata ini mengandung arti
“mencari keadilan,” “memohon pengantaraan” (contoh 1 Sam 2:25; ..). Untuk
penggunaan pālal sehubungan dengan doa atau berdoa, kata ini digunakan,
contohnya dalam Kej 20:7, 17; 1 Raj 8:28-29; 2 Raj 6:17; Ayub 42:8; ..
Kata zā‘aq terdapat sebanyak 74 kali dalam PL. Kata ini mengandung
arti (1) “memanggil ke atas,” ”memanggil secara bersama-sama” (contoh Yos 8:16;
1 Sam 14:20; 2 Sam 20:4; ..)—(3) “dengan sedih menyampaikan seruan” (contoh
Ayub 35:9; ..)— (4) “menyampaikan sesuatu” (contoh Yun 3:7; .)—(5)
“berseru dengan suara nyaring” (contoh Zak 6:8; ..). Untuk penggunaan zā‘aq
sehubungan dengan doa atau berdoa, kata ini digunakan, contohnya dalam Kel 2:23; 4:31; 12:27; ..
Kata śîach dalam PL terdapat sebanyak 38 kali. Kata ini
mengandung arti “melibatkan” juga berarti “menarik pemikiran, pengertian, dan
perhatian” (contoh Maz 69:13 Alkitab Ibrani—Maz 69:12 Alkitab LAI; Maz 77:4, 13
Alkitab Ibrani—Maz 77:3, 12 Alkitab LAI). Untuk penggunaan śîach sehubungan
dengan doa atau berdoa, kata ini digunakan, contohnya dalam Maz 55:18 Alkitab
Ibrani—Maz 55:17 Alkitab LAI; .. Untuk Maz 55:17 Alkitab LAI, kata śîach
diterjemahkan “menangis.”
Kata tәchinnāh (26 kali muncul dalam PL) dan tәpillāh (80
kali muncul dalam PL)—contoh ayat PL yang langsung memuat dua kata ini
bersamaan adalah 2 Taw 6:39. Arti dari dua kata doa (1) tәchinnāh “permohonan
akan ‘kebaikan’” (contoh 1 Raj 8:28; ..) dan “permohonan akan ‘pengampunan,’
‘rahmat’” (contoh Yos 11:20; ..)—“...agar supaya [Israel] menghancurkan mereka
tanpa terkecuali karena bagi mereka tidak ada ‘rahmat’...” [terjemahan pribadi].
LAI menerjemahkan “...supaya mereka ditumpas, dan jangan dikasihani...;” (2) tәpillāh
“doa” (contoh 1 Raj 8:28; Yes 56:7; ..).
2.2. Pelaksanaan
Menurut catatan Alkitab, doa di patriarchal period
“jaman bapa-bapa” disampaikan secara langsung dan sederhana ketika manusia
mulai memanggil nama YHWH (Kej 4:26). Kemungkinan doa di masa itu
dilakukan bersamaan dengan pengorbanan binatang dan pemberian persembahan
(lihat Kej 4:3-4). Barangkali ini adalah doa pribadi.
Lebih jauh, Nuh berdoa dan mempesembahkan korban bakaran bagi keluarganya dan
mungkin ini adalah doa dengan anggota keluarga (Kej 8:18-22). Abraham dan
Isak juga melakukan hal yang sama (Kej 12:8; 13:4; 26:25; ..).
Nazar Yakub, yang dapat dimengerti disampaikan dalam doa pada Allah, menunjukkan
bahwa doa diikuti dengan pemberian persembahan (Kej 28:20-22; 48:1-22). Hal ini menandakan bahwa setelah manusia jatuh ke
dalam dosa, doa berhubungan dengan pengorbanan binatang dan persembahan yang
layak. Dalam ayat-ayat tersebut, korban atau persembahan sepertinya
diberikan untuk mendapatkan rahmat Allah. Tidak jelas adanya contoh doa
berjemaat dalam masa ini karena kumpulan umat Tuhan baik secara bangsa atau
berjemaat belum terbentuk. Walaupun demikian, jelas bahwa doa membutuhkan
korban atau persembahan agar rahmat Allah dapat diterima. Allah berjanji
kepada Abraham bahwa keturunannya akan menjadi bangsa yang besar, dan lewat
keturunannya, semua bangsa di bumi akan mendapat berkat Allah (Kej 12:3; 22:18;
26:4; 28:13; bandingkan dengan Gal 3:14, 16). Diindikasikan bahwa
keturunan Abraham akan menjadi satu kerajaan imamat—pengantara antara
bangsa-bangsa lain dan Allah (Kel 19:6). Ayat ini mempertegas bahwa dalam
masa ini, seorang mediator diperlukan. Kembali kepada mediator dalam berdoa—Nuh,
Abraham, Isak, dan Yakub—nampaknya telah berperan sebagai pengantara untuk
berdoa kepada sang Khalik bagi keluarga mereka.
Di pre-exilic period “jaman
sebelum penawanan” doa berjemaat menjadi satu kebutuhan karena turunan Abraham
telah berlipat-ganda. Dalam Kel 2:23, orang Israel di Mesir sebagai satu
umat berseru kepada Tuhan, entah secara berkelompok atau terpisah-pisah,
terindikasi oleh kata zā‘aq. Dalam Kel 4:31; 12:27, dapat
diasumsikan bahwa doa telah menjadi bagian dari satu perbaktian. Dalam
Kel 15, dicatatkan kembali bahwa Musa dan Jemaat Israel, secara spontanitas dan
bersama-sama, berdoa dalam lagu pujian sebagai satu kebaktian kepada YHWH
karena rahmat-Nya mereka telah keluar dari perhambaan Mesir. Perhambaan
ini melambangkan perhambaan dosa. Konsep doa sebagai ucapan syukur muncul
di sini. Lebih jauh, satu pola kebaktian diberikan kepada bangsa Israel
oleh TUHAN di Sinai (Kel 20 dan seterusnya). Adanya
doa berjemaat semakin jelas dengan adanya pola ini. Melalui ritual
kaabah, lebih jelas lagi bahwa pemberian korban atau persembahan ketika seorang
berdoa dilakukan agar ada penebusan atas pelanggaran (Ul 21:1-9) atau sebagai
pemberian syukur atas rahmat yang telah diterima selama ini (Ul 26:1-11).
Satu sistem keimamatan yang dibuat, di mana iman-iman adalah pengantara
antara Allah dan manusia diperlukan dalam doa (Kel 32:11-13; 34:34; Bil
21:7; bandingkan Ul 21:5; 26:3; Im 16; 23:10-11). Pengangkatan
imam adalah anjuran Tuhan dan sejauh ini mereka haruslah berjenis kelamin
laki-laki dan berasal dari suku Lewi (Kel 28-29; Im 8-9; Bil 3-4). Ada
juga pengantaraan yang diadakan oleh nabi (Ul 34:10; 1 Sam 7:5-13; 12:23; 2 Sam
7:27). Dalam sistem keimamatan, doa bertalian dengan pelayanan kemah
pertemuan yang sarat dengan ritual-ritual kaabah (Kel 40; 1 Raj 8; 2 Taw 5-6). Walaupun demikian, ini tidak bisa diartikan
langsung bahwa orang Israel tidak berdoa secara pribadi karena adanya sistem
keimamatan. Doa pribadi tentunya ada pada masa
ini dan iman yang kuat akan jawaban doa sangat penting (1 Sam 1:9-18; ..).
Yang berkesan di post-exilic period “jaman setelah penawanan” adalah
orang Yehuda dan Benyamin tobat dari pelanggaran yang telah menyebabkan mereka
ditawan (Yeh 36:16-19)—ini telah membuat mereka
mencari Tuhan dengan sungguh-sungguh. Doa adalah juga bagian
perbaktian di masa ini (Ezra 7:27; 8:23; Neh 4:4, 9; ..). Untuk doa
pribadi, kelihatannya intensitasnya cukup tinggi (bandingkan dengan Dan
6:11). Trauma akan dosa-dosa nenek moyang menyebabkan gagasan, pemikiran,
dan bahasa dari doa setelah masa pembuangan mengarah kepada doa di exilic-period
“jaman penawanan” yang menunjukkan
satu permohonan yang sungguh-sungguh akan pengampunan dosa (Ezra 9:6-15; Neh
1:5-11; 9:5-38; Dan 9:4-19; Yes 63:7-64:12). Terkesan bahwa doa mereka lakukan
dengan sangat tekun. Di masa ini, doa telah menjadi satu sarana di mana
seorang atau jemaat dapat berhubungan dalam satu persekutuan yang erat dan
teguh dengan Allah. Doa telah menjadi wadah bagi seseorang atau kelompok
yang mendambakan pengampunan dosa, kesucian, dan berkat-berkat rohani lainnya
(bandingkan dengan Maz 42; 51; 63:1; 84:2; 130; ..).
2.3. Makna
Secara harafiah, doa dalam
PL adalah sarana permohonan pengampunan dosa dan rahmat Allah. Secara
mistikal, doa adalah satu alat di mana manusia berbicara dan melepas rindunya
kepada TUHAN dalam satu hubungan yang erat dan teguh. Dalam doa manusia
memanggil nama-Nya, berseru kepada-Nya, mengundang Dia untuk hadir dalam
permasalahan, memohon kehadiran-Nya, meminta berkat dari-Nya, memohon
keadilan-Nya, mengharapkan petunjuk-Nya, menyampaikan keluh-kesah jiwa,
bertanya pada-Nya, menuntut janji-Nya, dan memohon pengantaraan. Kasih karunia Allah adalah
harapan utama yang terkandung dalam doa seseorang. Makna harafiah dan mistikal
doa ini menunjukkan bahwa secara theologis, manusia adalah ciptaan Allah yang
telah jatuh ke dalam dosa dan putus hubungan dengan sang Pencipta. Doa adalah
sarana di mana manusia dapat bertemu dengan penciptanya secara spirituil dalam
satu hubungan yang erat dan teguh. Iman merupakan unsur penting dalam menanti
jawaban doa.
Doa adalah bagian dari kebaktian yang dalamnya manusia datang membungkukkan hati menyembah Allah dan mengakui dia sebagai sang Khalik yang layak disembah. Apakah doa dalam PL berhubungan dengan soteriology? Seorang mediator yang diperlukan untuk berbicara dengan Tuhan dalam doa sudah terlihat di jaman Nuh, Abraham, Isak, dan Yakub. Para bapa ini berperan sebagai pengantara—berdoa bagi keluarga mereka kepada YHWH. Praktek para imam dan terkadang nabi sejak jaman Musa untuk mengantarai manusia dengan Allah menjadi proto-type dari sang Pengantara yang sesungguhnya untuk menyampaikan permohonan manusia pada sang Bapa. Korban dan persembahan untuk mengharapkan anugrah Tuhan adalah bagian dari doa. Pengampunan dosa yang diharapkan dari doa nyata dalam doa-doa dari masa bapa-bapa sampai pada setelah masa sesudah pembuangan—dan iman diperlukan untuk mempercayai bahwa doa akan dijawab. Adanya unsur korban, persembahan, mediator, pengampunan dosa, permohonan rahmat, dan iman menunjukkan ketidak mampuan manusia untuk menyelamatkan dirinya sendiri telah memperjelas bahwa doa dalam PL berhubungan dengan soteriology.
III. Dalam PB
Di
bagian 1, arti doa dalam PL telah diberikan secara
singkat. Tulisan ini membahas
dengan ringkas arti doa berdasarkan PB.
3.1. Kata
Kata-kata
PB yang popular digunakan sehubungan dengan doa adalah kata benda Yunani proseuche yang kata kerjanya berbentuk
deponent proseuchomai—kata kerja erôtaô—kata benda deêsis yang kata kerjanya berbentuk deponent deomai—kata benda aitêma
yang kata kerjanya aiteô—kata benda enteuxis yang kata kerjanya adalah entugchanô—dan kata kerja epikaleô. Contoh ayat-ayat yang diberikan di bawah ini
tidak harus berhubungan langsung dengan doa, melainkan juga berisi penggunaan semantic dari kata-kata tersebut untuk
menunjukkan arti dasar mereka. Dengan
demikian, gambaran tentang arti doa dapat dilihat dengan lebih jelas lagi.
1. Kata benda proseuche terdapat sebanyak 85 kali
dalam PB. Arti dasar dari kata
ini adalah “doa” atau “tempat berdoa.” Kata kerjanya,
proseuchomai, bisa berarti “berdoa,”
“berbicara kepada Allah,” “meminta dari Allah” (contoh Mat 14:23; Luk 19:46; 2
Kor 13:7; Yak 5:15; dll.).
2. Kata kerja erôtaô
terdapat sebanyak 63 kali dalam PB.
Dalam LXX, kata ini adalah terjemahan dari kata ša’āl (lihat bagian 1, 2.1.). Arti dasar
erôtaô adalah “meminta,” “petisi.” Kata ini juga berarti “bertanya,”
“memohon,” “meminta dengan sangat,” (Mat 15:23; 16:13; Luk 4:38; 5:3; dll.).
3. Kata benda deêsis terdapat sebanyak 18 kali dalam
PB. Kata ini berarti “permohonan,”
“permintaan.” Kata kerjanya, deomai,
bisa berarti “memohon,” “meminta” yang disampaikan dengan sungguh-sungguh
berdasarkan kebutuhan (contoh Luk 1:13; 2:37; 5:33; dll.).
4. Kata benda aitêma terdapat sebanyak 3 kali dalam
PB. Kata ini berarti “apa yang telah atau sedang diminta,”
“permohonan,” “petisi” (Luk 23:24; Phil 4:6; 1 Yoh 5:15). Kata kerjanya, aiteô, berarti “meminta,”
“memohon,” (contoh Mat 27:20; Kis 16:29; dll.), “meminta sesuatu kepada seseorang” (contoh Mat
7:9; Kis 13:28; dll.), dan bisa juga berarti “menuntut” (contoh 1 Kor 1:22; dll.).
5. Kata benda enteuxis terdapat sebanyak 2 kali dalam
PB. Penggunaan kata ini sangat eksklusif
bagi rasul Paulus yang artinya “pertemuan,” “pembicaraan,” “pembicaraan dua
arah” (contoh 1 Tim 2:1; 4:5). Kata
kerjanya, entugchanô, bisa berarti
“berbicara demi kebutuhan orang lain,” “mengantarai,” “berbicara demi keperluan
diri sendiri” (contoh Rom 8:24; dll.).
6. Dalam
konteks tertentu, kata kerja Yunani epikaleô
diterjemahkan “berdoa” contohnya dalam Kis 7:59-60 (NIV). Kata ini terdapat sebanyak 32 kali dalam
PB, yang secara harafiah berarti “memanggil,” “menamai” (contoh Mat 10:25; Kis 1:23; 12:12; Ib 11:16; dll.), “berseru kepada seseorang untuk suatu pertolongan” (contoh Kis 2:21,
Rom 10:12-12, 1 Kor 1:2; 2 Kor 1:23, 2 Tim 2:22; 1 Pet 1:17; dll.), “memanggil”(contoh Kis
25:11-12, 21, 25;
dll.).
3.2. Pelaksanan
Dalam PB, doa dan soteriology sangat berhubungan
erat. Peran pengantara semakin jelas
dalam pelaksanaan doa karena doa dipanjatkan dalam nama si Pengantara. Pandangan PB tentang doa boleh dikatakan
datang dari Dia yang meyatakan Bapa, yaitu si Pemegang otoritas tertinggi dalam
gereja. Hal ini menyebabkan semua
pandangan tentang doa menjadi tak berarti jika tidak sesuai dengan apa yang Ia
ajarkan.
Ajaran Yesus tentang doa dapat dilihat di Injil sinoptik
dan Yohanes. Yesus mengajar perihal doa
dalam bentuk perumpamaan Luk 11:5-13; 18:1-14, dan pengajaran-Nya tentang doa
dicatat dalam Mat 5:44; 6:5-8; 7:7-11; 9:38; 17:21; 18:19; 21:22; 24:20; 26:41; dll. Kitab-kitab Injil mencatat bahwa Yesus rajin
berdoa mulai dari awal sampai akhir pelayanan-Nya (Luk 3:21; 6:12; 9:16,29; 22:32, 39-46; 23:34-46; Yoh 17; Mat 27:46). Dalam doa yang diajarkan oleh Yesus, tersirat
bahwa itu harus dilakukan dalam keagungan yang tertinggi. Dalam ayat-ayat injil, doa bukan hanya
sebagai alat untuk memperkuat kehidupan agamawi, melainkan juga sebagai sarana
untuk meminta, bagaikan seorang anak yang meminta kepada Bapa (Mat 6:8; 7:11), dan
menggantungkan permintaan itu pada kehendak-Nya (Mat 7:11; 6:10; 26:39, 42; bandingkan
dengan surat 1 Yoh 5:14-15). Dalam injil Yohanes, diajarkan bahwa doa
dipanjatkan dalam nama sang Anak. Dalam Yesus jawaban doa adalah pasti (Mat 7:7-11; 21:22; Yoh 16:23, 24, 26). Yesus ajarkan bahwa doa haruslah dipanjatkan
dengan intim dan penuh kepercayaan pada Allah (Mat 6:9-13; Luk 11:2-4).
Yang menjadi differentiae
antara doa-doa lainnya dengan doa dalam PB adalah orang Kristen (1) dialamatkan
pada Bapa—(Mat 6:9; 26:39, 42;
Luk 6:9; Yoh 17:1, 5, 24; Eph 1:16-17; 3:14)—walaupun demikian, dalam kasus
tertentu, doa terkadang dialamatkan kepada Allah Anak, Yesus Kristus (lihat Kis
7:59-60)—tapi, sepertinya tidak ada catatan dalam Alkitab bahwa doa dialamatkan
kepada Allah Roh Kudus; (2) dipanjatkan dalam nama Yesus—(Yoh 14:13); (3) Yesus
adalah satu-satunya yang dapat menyebabkan doa para pengikut-Nya dijawab (Yoh 17:19; bandingkan
dengan Ib 4:14-16; 10:19-22); (4) jawaban
doa diberikan semata-mata berdasarkan dengan kehendak Bapa (Yoh 15:7; bandingkan
dengan 1 Yoh 3:22-23; 5:13-14), (5) doa
sangat berhubungan dengan peran Roh Kudus karena doa orang Kristen dilakukan
dalam Roh Kudus (1 Kor 14:14-16; Ef 6:18; Yud 1:20).
Bukti khasiat doa dapat dilihat dalam buku kedua dokter
Lukas dan beberapa surat kiriman rasul Paulus.
Jelas bahwa gereja rasul-rasul berkembang karena kuasa doa (Kis 1:14; 2:1) karena doa
adalah nafas yang menghidupkan gereja (Kis 2:42; 3:1; 6:4, 6; dll.). Dapat
ditebak bahwa gereja para rasul yang merupakan cikal-bakal gereja para bapa,
gereja para pembaharu, dan gereja dari umat yang sisa dapat berkembang karena
kuasa doa. Rasul Paulus berdoa dalam
usaha-usaha pelayanannya untuk menghidupkan gereja (Rom 12:12; Ef 1:16; 6:18; Fil 1:9; 4:6; 1 Tes 1:2, 5:17; dll.).
Secara garis besar, doa PB
dapat termanifestasikan dalam beberapa bentuk (lihat 1 Tim. 2:1, 2)—di
antaranya: (a) “doa umum:” ini adalah
istilah yang umum digunakan ketika seorang berbicara kepada Allah dalam doa
(antara lain Mat 21:22; Luk 6:12; Ef 6:18; Fil 4:6; 1 Tim 2:8; 5:5; Ib 13:18;
Yak 5:17); (b) “permintaan (petisi):” ini
adalah doa yang berisikan permintaan yang menjadi jelas penggunaannya dalam dua
kata kerja Yunani, aiteô dan erôtaô:
(1) Kata kerja erôtaô
hampir selalu menunjukkan bahwa si peminta setara dengan oknum alamat
permintaannya. Para penulis Injil menggunakan kata erôtaô dalam doa-doa Yesus kepada Bapa, mungkin untuk menunjukkan
bahwa Yesus setara dengan Bapa. Contoh
penggunaan semantic kata erôtaô sehubungan dengan permintaan
dari seorang kepada orang lain yang setara dengan si peminta—seorang raja
meminta kepada raja lainnya (Luk 14:32); seorang Farisi meminta Yesus untuk
makan dengannya—dia menggunakan kata erôtaô
karena barangkali mengganggap dirinya setara dengan Yesus—jika anggapan ini
benar, dia memiliki suatu pandangan yang salah tentang Kemesiasan Kristus (Luk
7:36; 11:37; Yoh 9:15; 18:19).
(2) Kata kerja aiteô
adalah kata kerja yang menggambarkan subjek dari kata tersebut mengajukan
permintaan dalam perilaku yang menunjukkan bahwa ia yang manusia lebih rendah
dari oknum alamat doanya yaitu Allah (contoh
Mat 7:7; Ef 3:20; Kol 1:9; Yak 1:5, 6; 4:2, 3; 1 Yoh 3:22; 5:14, 15, 16;
dll.). Contoh penggunaan semantic kata ini—seorang anak meminta
pada ayahnya (Mat 7:9, 10); seorang rendahan meminta kepada pemerintah (Luk
23:23; Kis 12:20); seorang pengemis meminta kepada orang yang lalu-lalang (Kis
3:2).
(c) “permohonan:” ini adalah doa untuk
permohonan (antara lain Luk 1:13; 2:37: 5:33; Kis 1:14; Rom 10:1; 2 Kor 1:11;
9:14; Ef 6:18; Fil 1:4, 9; 4:6; 1 Tim 2:1; 5:5 2; 2 Tim 1:3; Heb. 5:7; Yak
5:16; 1 Pet 3:12); (d) “doa syafaat:” ini adalah doa yang
dilakukan untuk pengantaraan bagi kepentingan orang lain (antara lain Rom 8:26,
27, 34; Ib 7:25; 1 Tim 2:1); (e) “ucapan
syukur:” ini adalah doa yang berisi ekspresi ucapan syukur atas segala yang
Tuhan telah lakukan (antara lain Kis 24:3; 1 Kor 14:16; 2 Kor 4:15; 9:11-12; Fil 4:6; Kol 2:7; 4:2; 1 Tes
3:9; 1 Tim 2:1: 4:3; 4:4).
3.3. Makna
Secara
rohaniah, doa adalah nafas hidup orang Kristen.
Pengampunan dosa adalah unsur yang penting dalam permintaan doa. Melalui doa seorang dapat berhubungan
dengan-Nya. Nyata bahwa doa pasti
dijawab asalkan doa itu dipanjatkan dalam nama Yesus Kristus (contoh 1 Yoh
5:15-15; dll.; bandingkan dengan Mat 26:42; Mrk 14:36; Luk 22:42). Hal ini menunjukkan bahwa Yesus-lah sang
Pengantara dan Pemberi jaminan atas kepastian jawaban doa. Jawaban doa akan diberikan sesuai dengan
kehendak-Bapa dan kebutuhan si pendoa.
Terlihat bahwa Roh Kudus yang dijanjikan oleh Yesus dalam Yoh 14:15-31
berhubungan erat dengan doa (Rom 8:15, 26; Gal 4:6). Dia-lah yang
menyanggupkan seseorang untuk berseru kepada Allah, “Bapa!” Doa adalah salah satu unsur terpenting dalam
kehidupan orang Kristen.
Dalam doa PB,
konsep mediator sangat jelas. Yesus
terindikasi sebagai yang mediatori manusia kepada Allah (1 Tim 2:5) dengan entugchanein “melakukan doa
pengantaraan” bagi umat-umat-Nya (Ib 7:25).
Kalau demikian, doa sangat bermakna bagi orang Kristen. Walaupun doa
tidak menyelamatkan, hanya dalam iman kepada Yesus seorang dapat diselamatkan,
tapi nampak bahwa doa sangat berhubungan erat dengan keselamatan seorang
pengikut Kristus. Melalui doa seorang
meminta ampun dosa dan memperbaharui hubungannya dengan Kristus. Lewat doa, seorang dapat meminta pengampunan
yang disediakan melalui darah Yesus.
Dalam proses penyucian, Roh Kudus akan menyucikan seorang yang telah
meminta ampun dosa dan membantu orang itu untuk melakukan kehendak Allah.
Dalam PB,
terlihat dengan jelas bahwa Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus terlibat dalam doa
seorang pengikut Tuhan. Doa dialamatkan
kepada Bapa, dalam kasus tertentu juga kepada Yesus—dipanjatkan dalam nama
Anak—dan dilakukan dalam Roh Kudus. Hal
ini kurang begitu jelas dalam PL.
Walaupun demikian, doa dalam PB, seperti halnya dalam PL, menunjukkan
bahwa seseorang tidak dapat mengantarai dirinya sendiri. Seorang mediator diperlukan. Ini menyatakan bahwa doa dalam PB, seperti
juga dalam PL, berhubungan erat dengan soteriology.
Bersambung!
0 komentar:
Posting Komentar