BAIT Ministry

Minggu, 08 Agustus 2021

DOA DAN SOTERIOLOGY: URAIAN SINGKAT ALKITABIAH

 

 Pdt. Dr. S. Tandidio

I. Pendahuluan

               Tulisan ini berbicara tentang doa.  Pembahasannya dibagi tiga bagian—yaitu pandangan (1) Perjanjian Lama [PL], (2) Perjanjian Baru [PB], dan (3) theologi, perilaku, dan sikap saat berdoa.     

Pertanyaan yang akan dijawab di sini adalah—mengapakah doa penting dan apakah itu berhubungan dengan soteriology? Tulisan ini mencoba menjawab dengan singkat pertanyaan tadi berdasarkan prinsip sola scriptura. Tulisan Ellen G. White sebagai komentar Alkitab yang diinspirasikan akan juga  digunakan dalam menjawab pertanyaan ini.

 

II. Dalam PL

2.1. Kata

               Dalam PL, ide doa berasal dari beberapa kata.  Yang populer di antaranya adalah qārā’ dari akar kata qr’ša’āl dari akar kata sh’lpālal dari akar kata pllzā‘aq dari akar kata z‘q—dan śîach dari akar kata śych. Ada lagi kata-kata lainnya tetapi kali ini, kata-kata tersebut yang dianggap penting.  Kata benda Ibrani (bahasa Ibrani: bahasa PL) kebanyakan adalah verbal noun—kata “doa” dalam PL adalah tәchinnāh dan tәpillāh

            Kata qārā’ dalam PL terdapat sebanyak 880 kali.  Kata ini mengandung arti: (1) “memanggil” (contoh Kej 12:18; 27:1; 39:15; ..)—(2) “berseru pada kuasa supranatural” (contoh Kej 4:26; Bil 32:38; ..)—(3) memanggil (contoh Im 23:24)—(4) “mengumandangkan” (contoh Yes 61:1; ..)—(5) “meminta” (contoh 1 Raj 8:52; 1 Taw 4:10; ..)—(6) “mengundang” (contoh 1 Raj 1:9; Est 5:12; ..)—(7) ..  Untuk penggunaan qārā’ sehubungan dengan doa atau berdoa, kata ini digunakan, contohnya dalam Maz 55:17 Alkitab Ibrani—Maz 55:16 Alkitab LAI; ..

Kata ša’āl dalam PL terdapat sebanyak 176 kali. Kata ini mengandung arti: (1) “bertanya” (contoh Kej 32:18; Yos 9:14; Ul 18:11; Maz 137:3; Yes 45:11; ..)—(2) “meminta nasihat,” “mencari keterangan,” “memohon petunjuk” (contoh Bil 27:21; 1 Taw 10:13; 1 Sam 10:22; 2 Sam 16:23, ..)—(3) “meminta,” “menuntut” (contoh Ul 18:16; 3 Raj 4:28; Maz 109:10; Yos 15:18; Yes 58:2; ..)—(4) “merindukan,” “mengharapkan” (contoh 1 Raj 19:4; 2 Raj 6:5; ..).  Untuk  penggunaan ša’āl sehubungan dengan doa atau berdoa, kata ini digunakan, contohnya dalam Maz 122:6.

           Kata  pālal dalam PL terdapat sebanyak 85 kali.  Kata ini mengandung arti “mencari keadilan,” “memohon pengantaraan” (contoh 1 Sam 2:25; ..).  Untuk penggunaan pālal sehubungan dengan doa atau berdoa, kata ini digunakan, contohnya dalam  Kej 20:7, 17; 1 Raj 8:28-29; 2 Raj 6:17; Ayub 42:8; ..

            Kata zā‘aq terdapat sebanyak 74 kali dalam PL.  Kata ini mengandung arti (1) “memanggil ke atas,” ”memanggil secara bersama-sama” (contoh Yos 8:16; 1 Sam 14:20; 2 Sam 20:4; ..)—(3) “dengan sedih menyampaikan seruan” (contoh Ayub 35:9; ..)— (4)  “menyampaikan sesuatu” (contoh Yun 3:7; .)—(5) “berseru dengan suara nyaring” (contoh Zak 6:8; ..).  Untuk penggunaan zā‘aq sehubungan dengan doa atau berdoa, kata ini digunakan, contohnya dalam Kel 2:23; 4:31; 12:27; ..

Kata śîach dalam PL terdapat sebanyak 38 kali.  Kata ini mengandung arti “melibatkan” juga berarti “menarik pemikiran, pengertian, dan perhatian” (contoh Maz 69:13 Alkitab Ibrani—Maz 69:12 Alkitab LAI; Maz 77:4, 13 Alkitab Ibrani—Maz 77:3, 12 Alkitab LAI).  Untuk penggunaan śîach sehubungan dengan doa atau berdoa, kata ini digunakan, contohnya dalam Maz 55:18 Alkitab Ibrani—Maz 55:17 Alkitab LAI; .. Untuk Maz 55:17 Alkitab LAI, kata śîach diterjemahkan “menangis.”

            Kata tәchinnāh (26 kali muncul dalam PL) dan tәpillāh (80 kali muncul dalam PL)—contoh ayat PL yang langsung memuat dua kata ini bersamaan adalah 2 Taw 6:39. Arti dari dua kata doa (1) tәchinnāh “permohonan akan ‘kebaikan’” (contoh 1 Raj 8:28; ..) dan “permohonan akan ‘pengampunan,’ ‘rahmat’” (contoh Yos 11:20; ..)—“...agar supaya [Israel] menghancurkan mereka tanpa terkecuali karena bagi mereka tidak ada ‘rahmat’...” [terjemahan pribadi].  LAI menerjemahkan “...supaya mereka ditumpas, dan jangan dikasihani...;” (2) tәpillāh “doa” (contoh 1 Raj 8:28; Yes 56:7; ..).

 

2.2. Pelaksanaan

               Menurut catatan Alkitab, doa di patriarchal period “jaman bapa-bapa” disampaikan secara langsung dan sederhana ketika manusia mulai memanggil nama YHWH (Kej 4:26).  Kemungkinan doa di masa itu dilakukan bersamaan dengan pengorbanan binatang dan pemberian persembahan (lihat Kej 4:3-4). Barangkali ini adalah doa pribadi. Lebih jauh, Nuh berdoa dan mempesembahkan korban bakaran bagi keluarganya dan mungkin ini adalah doa dengan anggota keluarga (Kej 8:18-22).  Abraham dan Isak juga melakukan hal yang sama (Kej 12:8; 13:4; 26:25; ..).  Nazar Yakub, yang dapat dimengerti disampaikan dalam doa pada Allah, menunjukkan bahwa doa diikuti dengan pemberian persembahan (Kej 28:20-22; 48:1-22).  Hal ini menandakan bahwa setelah manusia jatuh ke dalam dosa, doa berhubungan dengan pengorbanan binatang dan persembahan yang layak.  Dalam ayat-ayat tersebut, korban atau persembahan sepertinya diberikan untuk mendapatkan rahmat Allah.  Tidak jelas adanya contoh doa berjemaat dalam masa ini karena kumpulan umat Tuhan baik secara bangsa atau berjemaat belum terbentuk. Walaupun demikian, jelas bahwa doa membutuhkan korban atau persembahan agar rahmat Allah dapat diterima.  Allah berjanji kepada Abraham bahwa keturunannya akan menjadi bangsa yang besar, dan lewat keturunannya, semua bangsa di bumi akan mendapat berkat Allah (Kej 12:3; 22:18; 26:4; 28:13; bandingkan dengan Gal 3:14, 16).  Diindikasikan bahwa keturunan Abraham akan menjadi satu kerajaan imamat—pengantara antara bangsa-bangsa lain dan Allah (Kel 19:6).  Ayat ini mempertegas bahwa dalam masa ini, seorang mediator diperlukan.  Kembali kepada mediator dalam berdoa—Nuh, Abraham, Isak, dan Yakub—nampaknya telah berperan sebagai pengantara untuk berdoa kepada sang Khalik bagi keluarga mereka.       

Di pre-exilic period jaman sebelum penawanan” doa berjemaat menjadi satu kebutuhan karena turunan Abraham telah berlipat-ganda. Dalam Kel 2:23, orang Israel di Mesir sebagai satu umat berseru kepada Tuhan, entah secara berkelompok atau terpisah-pisah, terindikasi oleh kata zā‘aq.  Dalam Kel 4:31; 12:27, dapat diasumsikan bahwa doa telah menjadi bagian dari satu perbaktian.  Dalam Kel 15, dicatatkan kembali bahwa Musa dan Jemaat Israel, secara spontanitas dan bersama-sama, berdoa dalam lagu pujian sebagai satu kebaktian kepada YHWH karena rahmat-Nya mereka telah keluar dari perhambaan Mesir.  Perhambaan ini melambangkan perhambaan dosa.  Konsep doa sebagai ucapan syukur muncul di sini.  Lebih jauh, satu pola kebaktian diberikan kepada bangsa Israel oleh TUHAN di Sinai (Kel 20 dan seterusnya).  Adanya doa berjemaat semakin jelas dengan adanya pola ini.  Melalui ritual kaabah, lebih jelas lagi bahwa pemberian korban atau persembahan ketika seorang berdoa dilakukan agar ada penebusan atas pelanggaran (Ul 21:1-9) atau sebagai pemberian syukur atas rahmat yang telah diterima selama ini (Ul 26:1-11).  Satu sistem keimamatan  yang dibuat, di mana iman-iman adalah pengantara antara Allah dan manusia diperlukan dalam doa (Kel 32:11-13; 34:34; Bil 21:7; bandingkan Ul 21:5; 26:3; Im 16; 23:10-11). Pengangkatan imam adalah anjuran Tuhan dan sejauh ini mereka haruslah berjenis kelamin laki-laki dan berasal dari suku Lewi (Kel 28-29; Im 8-9; Bil 3-4).  Ada juga pengantaraan yang diadakan oleh nabi (Ul 34:10; 1 Sam 7:5-13; 12:23; 2 Sam 7:27).  Dalam sistem keimamatan, doa bertalian dengan pelayanan kemah pertemuan yang sarat dengan ritual-ritual kaabah (Kel 40; 1 Raj 8; 2 Taw 5-6). Walaupun demikian, ini tidak bisa diartikan langsung bahwa orang Israel tidak berdoa secara pribadi karena adanya sistem keimamatan.  Doa pribadi tentunya ada pada masa ini dan iman yang kuat akan jawaban doa sangat penting (1 Sam 1:9-18; ..).

Yang berkesan di post-exilic period “jaman setelah penawanan” adalah orang Yehuda dan Benyamin tobat dari pelanggaran yang telah menyebabkan mereka ditawan (Yeh 36:16-19)—ini telah membuat mereka mencari Tuhan dengan sungguh-sungguh.  Doa adalah juga bagian perbaktian di masa ini (Ezra 7:27; 8:23; Neh 4:4, 9; ..).  Untuk doa pribadi, kelihatannya intensitasnya cukup tinggi (bandingkan dengan Dan 6:11).  Trauma akan dosa-dosa nenek moyang menyebabkan gagasan, pemikiran, dan bahasa dari doa setelah masa pembuangan mengarah kepada doa di exilic-period “jaman penawanan”  yang menunjukkan satu permohonan yang sungguh-sungguh akan pengampunan dosa (Ezra 9:6-15; Neh 1:5-11; 9:5-38; Dan 9:4-19; Yes 63:7-64:12). Terkesan bahwa doa mereka lakukan dengan sangat tekun.  Di masa ini, doa telah menjadi satu sarana di mana seorang atau jemaat dapat berhubungan dalam satu persekutuan yang erat dan teguh dengan Allah.  Doa telah menjadi wadah bagi seseorang atau kelompok yang mendambakan pengampunan dosa, kesucian, dan berkat-berkat rohani lainnya (bandingkan dengan Maz 42; 51; 63:1; 84:2; 130; ..).

 

2.3. Makna

Secara harafiah, doa dalam PL adalah sarana permohonan pengampunan dosa dan rahmat Allah.  Secara mistikal, doa adalah satu alat di mana manusia berbicara dan melepas rindunya kepada TUHAN dalam satu hubungan yang erat dan teguh.  Dalam doa manusia memanggil nama-Nya, berseru kepada-Nya, mengundang Dia untuk hadir dalam permasalahan, memohon kehadiran-Nya, meminta berkat dari-Nya, memohon keadilan-Nya, mengharapkan petunjuk-Nya, menyampaikan keluh-kesah jiwa, bertanya pada-Nya, menuntut janji-Nya, dan memohon pengantaraan.  Kasih karunia Allah adalah harapan utama yang terkandung dalam doa seseorang. Makna harafiah dan mistikal doa ini menunjukkan bahwa secara theologis, manusia adalah ciptaan Allah yang telah jatuh ke dalam dosa dan putus hubungan dengan sang Pencipta. Doa adalah sarana di mana manusia dapat bertemu dengan penciptanya secara spirituil dalam satu hubungan yang erat dan teguh. Iman merupakan unsur penting dalam menanti jawaban doa.  

           Doa adalah bagian dari kebaktian yang dalamnya manusia datang membungkukkan hati menyembah Allah dan mengakui dia sebagai sang Khalik yang layak disembah.  Apakah doa dalam PL berhubungan dengan soteriology? Seorang mediator yang diperlukan untuk berbicara dengan Tuhan dalam doa sudah terlihat di jaman Nuh, Abraham, Isak, dan Yakub.  Para bapa ini berperan sebagai pengantara—berdoa bagi keluarga mereka kepada YHWH.  Praktek para imam dan terkadang nabi sejak jaman Musa untuk mengantarai manusia dengan Allah menjadi proto-type dari sang Pengantara yang sesungguhnya untuk menyampaikan permohonan manusia pada sang Bapa.  Korban dan persembahan untuk mengharapkan anugrah Tuhan adalah bagian dari doa.  Pengampunan dosa yang diharapkan dari doa nyata dalam doa-doa dari masa bapa-bapa sampai pada setelah masa sesudah  pembuangan—dan iman diperlukan untuk mempercayai bahwa doa akan dijawab.  Adanya unsur korban, persembahan, mediator, pengampunan dosa, permohonan rahmat, dan iman menunjukkan ketidak mampuan manusia untuk menyelamatkan dirinya sendiri telah memperjelas bahwa doa dalam PL berhubungan dengan soteriology. 


III. Dalam PB

               Di bagian 1, arti doa dalam PL telah diberikan secara singkat.  Tulisan ini membahas dengan ringkas arti doa berdasarkan PB.

 

3.1. Kata

               Kata-kata PB yang popular digunakan sehubungan dengan doa adalah kata benda Yunani proseuche yang kata kerjanya berbentuk deponent proseuchomai—kata kerja erôtaô—kata benda deêsis yang kata kerjanya berbentuk deponent deomai—kata benda aitêma yang kata kerjanya aiteô—kata benda enteuxis yang kata kerjanya adalah entugchanô—dan kata kerja epikaleô.  Contoh ayat-ayat yang diberikan di bawah ini tidak harus berhubungan langsung dengan doa, melainkan juga berisi penggunaan semantic dari kata-kata tersebut untuk menunjukkan arti dasar mereka.  Dengan demikian, gambaran tentang arti doa dapat dilihat dengan lebih jelas lagi. 

 

1. Kata benda proseuche terdapat sebanyak 85 kali dalam PB.  Arti dasar dari kata ini adalah “doa” atau “tempat berdoa.”  Kata kerjanya, proseuchomai, bisa berarti “berdoa,” “berbicara kepada Allah,” “meminta dari Allah” (contoh Mat 14:23; Luk 19:46; 2 Kor 13:7; Yak 5:15; dll.). 

 

2. Kata kerja  erôtaô terdapat sebanyak 63 kali dalam PB.  Dalam LXX, kata ini adalah terjemahan dari kata ša’āl (lihat bagian 1, 2.1.).  Arti dasar erôtaô adalah “meminta,” “petisi.” Kata ini juga berarti “bertanya,” “memohon,” “meminta dengan sangat,” (Mat 15:23; 16:13; Luk 4:38; 5:3; dll.).

 

3. Kata benda deêsis terdapat sebanyak 18 kali dalam PB.  Kata ini berarti “permohonan,” “permintaan.” Kata kerjanya, deomai, bisa berarti “memohon,” “meminta” yang disampaikan dengan sungguh-sungguh berdasarkan kebutuhan (contoh Luk 1:13; 2:37; 5:33; dll.).

 

4. Kata benda aitêma terdapat sebanyak 3 kali dalam PB.  Kata ini berarti “apa yang telah atau sedang diminta,” “permohonan,” “petisi” (Luk 23:24; Phil 4:6; 1 Yoh 5:15).  Kata kerjanya, aiteô, berarti “meminta,” “memohon,” (contoh Mat 27:20; Kis 16:29; dll.), “meminta sesuatu kepada seseorang” (contoh Mat 7:9; Kis 13:28; dll.), dan bisa juga berarti “menuntut” (contoh 1 Kor 1:22; dll.).

 

5. Kata benda enteuxis terdapat sebanyak 2 kali dalam PB.  Penggunaan kata ini sangat eksklusif bagi rasul Paulus yang artinya “pertemuan,” “pembicaraan,” “pembicaraan dua arah” (contoh 1 Tim 2:1; 4:5).  Kata kerjanya, entugchanô, bisa berarti “berbicara demi kebutuhan orang lain,” “mengantarai,” “berbicara demi keperluan diri sendiri” (contoh Rom 8:24; dll.). 

 

6. Dalam konteks tertentu, kata kerja Yunani epikaleô diterjemahkan “berdoa” contohnya dalam Kis 7:59-60 (NIV).  Kata ini terdapat sebanyak 32 kali dalam PB,     yang secara harafiah berarti  “memanggil,” “menamai” (contoh Mat 10:25; Kis 1:23; 12:12; Ib 11:16; dll.), “berseru kepada seseorang untuk suatu pertolongan” (contoh Kis  2:21, Rom 10:12-12, 1 Kor 1:2; 2 Kor 1:23, 2 Tim 2:22; 1 Pet 1:17; dll.), “memanggil”(contoh Kis  25:11-12, 21, 25; dll.).

    

3.2. Pelaksanan

               Dalam PB, doa dan soteriology sangat berhubungan erat.  Peran pengantara semakin jelas dalam pelaksanaan doa karena doa dipanjatkan dalam nama si Pengantara.  Pandangan PB tentang doa boleh dikatakan datang dari Dia yang meyatakan Bapa, yaitu si Pemegang otoritas tertinggi dalam gereja.  Hal ini menyebabkan semua pandangan tentang doa menjadi tak berarti jika tidak sesuai dengan apa yang Ia ajarkan. 

Ajaran Yesus tentang doa dapat dilihat di Injil sinoptik dan Yohanes.  Yesus mengajar perihal doa dalam bentuk perumpamaan Luk 11:5-13; 18:1-14, dan pengajaran-Nya tentang doa dicatat dalam Mat 5:44; 6:5-8; 7:7-11; 9:38; 17:21; 18:19; 21:22; 24:20; 26:41; dll.  Kitab-kitab Injil mencatat bahwa Yesus rajin berdoa mulai dari awal sampai akhir pelayanan-Nya (Luk 3:21; 6:12; 9:16,29; 22:32, 39-46; 23:34-46; Yoh 17; Mat 27:46).  Dalam doa yang diajarkan oleh Yesus, tersirat bahwa itu harus dilakukan dalam keagungan yang tertinggi.  Dalam ayat-ayat injil, doa bukan hanya sebagai alat untuk memperkuat kehidupan agamawi, melainkan juga sebagai sarana untuk meminta, bagaikan seorang anak yang meminta kepada Bapa (Mat 6:8; 7:11), dan menggantungkan permintaan itu pada kehendak-Nya (Mat 7:11; 6:10; 26:39, 42; bandingkan dengan  surat 1 Yoh 5:14-15).  Dalam injil Yohanes, diajarkan bahwa doa dipanjatkan dalam nama sang Anak. Dalam Yesus jawaban doa adalah pasti (Mat 7:7-11; 21:22; Yoh 16:23, 24, 26).  Yesus ajarkan bahwa doa haruslah dipanjatkan dengan intim dan penuh kepercayaan pada Allah (Mat 6:9-13; Luk 11:2-4). 

Yang menjadi differentiae antara doa-doa lainnya dengan doa dalam PB adalah orang Kristen (1) dialamatkan pada Bapa—(Mat 6:9; 26:39, 42; Luk 6:9; Yoh 17:1, 5, 24; Eph 1:16-17; 3:14)—walaupun demikian, dalam kasus tertentu, doa terkadang dialamatkan kepada Allah Anak, Yesus Kristus (lihat Kis 7:59-60)—tapi, sepertinya tidak ada catatan dalam Alkitab bahwa doa dialamatkan kepada Allah Roh Kudus; (2) dipanjatkan dalam nama Yesus—(Yoh 14:13); (3) Yesus adalah satu-satunya yang dapat menyebabkan doa para pengikut-Nya dijawab (Yoh 17:19; bandingkan dengan Ib 4:14-16; 10:19-22); (4) jawaban doa diberikan semata-mata berdasarkan dengan kehendak Bapa (Yoh 15:7; bandingkan dengan 1 Yoh 3:22-23; 5:13-14), (5) doa sangat berhubungan dengan peran Roh Kudus karena doa orang Kristen dilakukan dalam Roh Kudus (1 Kor 14:14-16; Ef 6:18; Yud 1:20). 

Bukti khasiat doa dapat dilihat dalam buku kedua dokter Lukas dan beberapa surat kiriman rasul Paulus.  Jelas bahwa gereja rasul-rasul berkembang karena kuasa doa (Kis 1:14; 2:1) karena doa adalah nafas yang menghidupkan gereja (Kis  2:42; 3:1; 6:4, 6; dll.). Dapat ditebak bahwa gereja para rasul yang merupakan cikal-bakal gereja para bapa, gereja para pembaharu, dan gereja dari umat yang sisa dapat berkembang karena kuasa doa.  Rasul Paulus berdoa dalam usaha-usaha pelayanannya untuk menghidupkan gereja (Rom 12:12; Ef 1:16; 6:18; Fil 1:9; 4:6; 1 Tes 1:2, 5:17; dll.).

Secara garis besar, doa PB dapat termanifestasikan dalam beberapa bentuk (lihat 1 Tim. 2:1, 2)—di antaranya: (a) “doa umum:” ini adalah istilah yang umum digunakan ketika seorang berbicara kepada Allah dalam doa (antara lain Mat 21:22; Luk 6:12; Ef 6:18; Fil 4:6; 1 Tim 2:8; 5:5; Ib 13:18; Yak 5:17); (b) “permintaan (petisi):” ini adalah doa yang berisikan permintaan yang menjadi jelas penggunaannya dalam dua kata kerja Yunani, aiteô dan erôtaô:

(1) Kata kerja erôtaô hampir selalu menunjukkan bahwa si peminta setara dengan oknum alamat permintaannya. Para penulis Injil menggunakan kata erôtaô dalam doa-doa Yesus kepada Bapa, mungkin untuk menunjukkan bahwa Yesus setara dengan Bapa.  Contoh penggunaan semantic kata erôtaô sehubungan dengan permintaan dari seorang kepada orang lain yang setara dengan si peminta—seorang raja meminta kepada raja lainnya (Luk 14:32); seorang Farisi meminta Yesus untuk makan dengannya—dia menggunakan kata erôtaô karena barangkali mengganggap dirinya setara dengan Yesus—jika anggapan ini benar, dia memiliki suatu pandangan yang salah tentang Kemesiasan Kristus (Luk 7:36; 11:37; Yoh 9:15; 18:19).

(2) Kata kerja aiteô adalah kata kerja yang menggambarkan subjek dari kata tersebut mengajukan permintaan dalam perilaku yang menunjukkan bahwa ia yang manusia lebih rendah dari oknum alamat doanya yaitu Allah (contoh  Mat 7:7; Ef 3:20; Kol 1:9; Yak 1:5, 6; 4:2, 3; 1 Yoh 3:22; 5:14, 15, 16; dll.).  Contoh penggunaan semantic kata ini—seorang anak meminta pada ayahnya (Mat 7:9, 10); seorang rendahan meminta kepada pemerintah (Luk 23:23; Kis 12:20); seorang pengemis meminta kepada orang yang lalu-lalang (Kis 3:2).

 

(c) “permohonan:” ini adalah doa untuk permohonan (antara lain Luk 1:13; 2:37: 5:33; Kis 1:14; Rom 10:1; 2 Kor 1:11; 9:14; Ef 6:18; Fil 1:4, 9; 4:6; 1 Tim 2:1; 5:5 2; 2 Tim 1:3; Heb. 5:7; Yak 5:16; 1 Pet 3:12); (d) “doa syafaat:” ini adalah doa yang dilakukan untuk pengantaraan bagi kepentingan orang lain (antara lain Rom 8:26, 27, 34; Ib 7:25; 1 Tim 2:1); (e) “ucapan syukur:” ini adalah doa yang berisi ekspresi ucapan syukur atas segala yang Tuhan telah lakukan (antara lain Kis 24:3; 1 Kor 14:16; 2 Kor  4:15; 9:11-12; Fil 4:6; Kol 2:7; 4:2; 1 Tes 3:9; 1 Tim 2:1: 4:3; 4:4).

 

3.3. Makna

Secara rohaniah, doa adalah nafas hidup orang Kristen.  Pengampunan dosa adalah unsur yang penting dalam permintaan doa.  Melalui doa seorang dapat berhubungan dengan-Nya.  Nyata bahwa doa pasti dijawab asalkan doa itu dipanjatkan dalam nama Yesus Kristus (contoh 1 Yoh 5:15-15; dll.; bandingkan dengan Mat 26:42; Mrk 14:36; Luk 22:42).  Hal ini menunjukkan bahwa Yesus-lah sang Pengantara dan Pemberi jaminan atas kepastian jawaban doa.  Jawaban doa akan diberikan sesuai dengan kehendak-Bapa dan kebutuhan si pendoa.  Terlihat bahwa Roh Kudus yang dijanjikan oleh Yesus dalam Yoh 14:15-31 berhubungan erat dengan doa (Rom 8:15, 26; Gal 4:6).  Dia-lah yang  menyanggupkan seseorang untuk berseru kepada Allah, “Bapa!”  Doa adalah salah satu unsur terpenting dalam kehidupan orang Kristen. 

 

Dalam doa PB, konsep mediator sangat jelas.  Yesus terindikasi sebagai yang mediatori manusia kepada Allah (1 Tim 2:5) dengan entugchanein “melakukan doa pengantaraan” bagi umat-umat-Nya (Ib 7:25).  Kalau demikian, doa sangat bermakna bagi orang Kristen. Walaupun doa tidak menyelamatkan, hanya dalam iman kepada Yesus seorang dapat diselamatkan, tapi nampak bahwa doa sangat berhubungan erat dengan keselamatan seorang pengikut Kristus.  Melalui doa seorang meminta ampun dosa dan memperbaharui hubungannya dengan Kristus.  Lewat doa, seorang dapat meminta pengampunan yang disediakan melalui darah Yesus.  Dalam proses penyucian, Roh Kudus akan menyucikan seorang yang telah meminta ampun dosa dan membantu orang itu untuk melakukan kehendak Allah.

 

Dalam PB, terlihat dengan jelas bahwa Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus terlibat dalam doa seorang pengikut Tuhan.  Doa dialamatkan kepada Bapa, dalam kasus tertentu juga kepada Yesus—dipanjatkan dalam nama Anak—dan dilakukan dalam Roh Kudus.  Hal ini kurang begitu jelas dalam PL.  Walaupun demikian, doa dalam PB, seperti halnya dalam PL, menunjukkan bahwa seseorang tidak dapat mengantarai dirinya sendiri.  Seorang mediator diperlukan.  Ini menyatakan bahwa doa dalam PB, seperti juga dalam PL, berhubungan erat dengan soteriology.  

Bersambung! 


0 komentar:

Posting Komentar