PERLUASAN
PELAYANAN DAN PERTAMBAHAN KEANGGOTAAN JEMAAT
Disadur kembali oleh: Pdt. D. Politon
Sumber: Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh di Indonesia – Perintisan dan
Pengembangannya
Penyusun: Pdt. Emil H. Tambunan, PhD
Tahukah saudara bahwa perkembangan perluasan Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh di Indonesia merupakan usaha dan jerih payah dari saudara-saudara kita baik dari luar negeri dan juga beberapa suku di Indonesia? Berikut catatan mengenai perkembangan tersebut. Siapapun asal suku kita, bersyukurlah Tuhan menggunakan siapa saja dalam memperluas pekabaran Injil ke seluruh Indonesia.
Perkembangan
pekerjaan Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh di wilayah Hindia Belanda dari tahun
1913 hingga 1929 cukup pesat. Selama kurun waktu itu telah terorganisir 7
daerah pelayanan Injil yaitu, Jawa Timur (1913), Jawa Barat (1913), Sumatra
Utara (1917), Sulawesi (1923), tanah Batak (1929), Ambon (1929), dan Sematera
Selatan (1929) dan satu distrik yaitu Padang.
Pekerja-pekerja
Injil dari Eropa pun semakin banyak yang tertarik dan datang ke Indonesia. A.H. Zimmermann dari
negeri Belanda tiba bulan September 1921 di Batavia. Sebulan kemudian, tiba
pula Peter Drinhaus dan Fredrick Dittmar bersama keluarga mereka. Menyusul
kemudian P.J. Reubenheimer dan istri datang dari Afrika Selatan. Kedatangan
pekerja-pekerja Injil berbangsa Jerman yang datang dari Eropa membuka lembaran
baru di dalam pelbagai usaha pekabaran Injil, sejalan semakin longgarnya
peraturan pemerintah Hindia Belanda terhadap kegiatan keagamaan di Indonesia.
Demikian pula kepengurusan organisasi semakin dimantapkan melalui pengangkatan
pimpinan di wilayah pelayanan Injil.
Dalam rapat Uni Malaysia
pada tanggal 26 Januari 1927 telah ditetapkan pimpinan-pimpinan Daerah antara
lain D.S. Kime, Ketua merangkap Bendaharan Sumatra Utara yang berpusat di
Medan; B. Judge, Ketua merangkap Bendaharan Sumatera Selatan; dan H. Eelsing,
Ketua Jawa Barat, dan H.M. Siburian sebagai bendahara.
Dalam rapat dua tahunan
itu telah dilaporkan kemajuan-kemajuan termasuk penarikan jiwa, antara lain
dibukanya pekerjaan di Aek Nauli oleh Kristomus Panjaitan pada bulan Juli tahun
1926. Kemudian sebanyak 21 orang telah dibaptis selama tahun 1926 di Sumatera Selatan,
6 orang dibaptis di Muara Aman, suatu pusat pertambangan emas di daerah
Keresidenan Bengkulu atas Kebangunan Rohani yang diadakan oleh Luther
Panjaitan. Seorang pekerja Injil bernama Lauw Yoe-djin telah membuka pekerjaan
di Bintuhan, dan Muara Enim dan dari sana ia pergi ke Padang dan Pelembang. Demikian juga penarikan jiwa di
Jawa Barat menunjukkan kemajuan. Selama tahun 1926, sebanyak 161 orang telah
dibaptiskan.
Pada waktu itu telah pula
diadakan pembagian wilayah pelayanan, antara lain menetapkan Tanah Batak
menjadi satu daerah, Pontianak, yang tadinya termasuk daerah pelayanan
Singapura menjadi wilayah pengawasan Jawa Barat; Daerah Sulawesi meliputi pulai
Sulawesi (Celebes), Banjarmasin (Kalimantan), Ambonia, Irian Jaya jajahan
Belanda (Dutch New Guinea), pulau-pulau Maluku dan pulau-pulau Caribia dan
Marshall di Pacific; dan Jawa Timur meliputi pulau-pulau di timur termasuk
Timor.
Yang dimaksud Tanah batak
adalah wilayah yang mencakup daerah Tapanuli yang pada saat itu lebih luas
cakupannya sampai Sumatera Bagian tengah; dan yang disebut daerah Sumatera
Utara meliputi Aceh dan Pantai Timur Sumatera; sedang Sumatra Selatan meliputi
pantai Barat Sumatera, kemudian Bengkulu, Jambi, Palembang, pulau Bangka dan
Belitung, sedang Riau lautan menjadi wilayah pelayanan Singapura.
Dua tahun kemudian A. H.
Zimmermann, Ketua Jawa Timur menyampaikan laporan tentang kemajuan-kemajuan di
daerahnya, antara lain pembagian daerah pelayanan: G. A. Wood yang mengambil
alih tugas Zimmermann sebagai ketua selama Zimmermann cuti panjang. K. Mandias
bekerja di Semarang yang kemudian digantikan oleh G. W. Wood.
Pekerja Injil di Semarang
termasuk Lumentut dan Choo Yun-Fatt (kok seperti nama bintang film Laga
Mandarin? J ). F. Dittmar yang kembali dari
cuti bekerja di Surabaya bersama S. Ritonga dan Doso; J. P. Simorangkir dan
Roesno bekerja di Yogyakarta; Kailola di Malang; E. W. Silitonga di Solo. Doso
telah menghasilkan 6 baptisan di Sumber Wekas tahun 1927; P. Perterz bekerja di
Salatiga dan telah menghasilkan 39 jiwa. Selama tahun 1928 sebanyak 128 jiwa
telah dibawa ke dalam gereja MAHK di Jawa Timur. Pada tahun itu terdapat 3
sekolah dan 400 murid diwilayah itu.
Tentang J.P. Simorangkir,
ia adalah seorang guru Injil yang tegas. Ia melayani di Sukabumi pada
tahun 1921 dan dari sana ke Surabaya (1923-1925), kemudian ke Yogyakarta
(1927-1929), dank e Padang (1930-1932). Sewaktu berada di Padang, semangat
penginjilannya semakin berkobar dan ia sangat rindu memasuki tanah batak.
Tetapi karena larangan pemerintah Belanda kepada sekte manapun untuk memasuki
Tanah Batak masih tetap berlaku membuatnya semakin berkobar semangat untuk
meminta izin kepada pemerintah Belanda di Batavia agar mengizinkannya memasuki
Tanah Batak. Hasilnya? Iapun mendapat izin, tetapi pimpinan Uni menegurnya
karena melakukan tugas mencari izin tsb, mengapa? karena itu adalah tugas
Organisasi. Izin yang diperolehnya itupun diminta oleh pimpinan Uni tetapi ia
tidak mau menyerahkan surat izin itu. Akibatnya timbullah perselisihan di atara
Simorangkir dan Organisasi. Simorangkirpun diberhentikan dari pekerjaannya.
Tetapi justru pemberhentian itu mendorong dia untuk lebih semangat kembali ke
Tapanuli. Ia meninggalkan Padang menuju Tapanuli pada akhir tahun 1932 dan
pergi menginjil ke Barus dan dari sana ke Pakkat. Cara penginjilannya adalah
melalui sekolah bahasa Inggris. Ia melanjutkan penginjilan ke Tigabinanga,
Tigalingga dan daerah-daerah Aceh Selatan. Banyak jiwa telah dibawa ke dalam
gereja melalui penginjilan yang dilakukan oleh Simorangkir. Pada masa
penjajahan Jepang (1944) ia kembali ke kampunya (Tarutung) dan meninggal di
sana pada tahun 1945. Salah seorang anaknya kelak menjadi pimpinan di
lingkungan Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh yang bernama Dr. Amos
Simorangkir,yang pernah menjadi Rektor Universitas Advent Indonesia, Ketua Uni
Indonesia Kawasan Barat, Direktur Pendidikan Divisi Timur Jauh yang
berkedudukan di Singapura waktu itu dan terakhir menjadi Gembala Jemaat GMAHK
Indonesia di Loma Linda, California, Amerika Serikat.
Pada tahun 1927 oleh H.
Aritonang telah membuka pekerjaan gereja di Kotaraja, Aceh (Kotaraja menjadi
Banda Aceh, Ibukota Daerah Istimewa Aceh) melalui penjualan buku-buku. Cara
yang sama telah dimulai di Pematang Siantar dan Karo tahun 1927. Seorang siswa
seminari dari Singapura bernama Ginting Jawak telah menjual banyak buku Daniel
di Kabanjahe dan Brastagi. Tiga orang pemuda dari tanah Karo telah memasuki
seminari sebagai hasil perintisan dari Ginting tersebut.
Sebanyak 38 jiwa telah
pula dibaptis di Sumatera Selatan pada tahun 1927 atas kerja keras Galman
Matzen, seorang pekerja Injil berbangsa Belanda yang bekerja di Palembang tahun
1927 dan Law Yoe-djin, seorang guru Injil berbangsa Tionghoa berhasil membawa
20 jiwa ke dalam Gereja MAHK. Pada tahun itu sudah diperoleh kebebasan dari
pemerintah Belanda mengajarkan Injil di Bandung, Cirebon, Weltervreden, Meester
Cornelis, Buitenzorg dan di seluruh Jawa barat terdaftar 698 anggota sekolah
Sabat di dalam 22 kumpulan, 7 Sekolah Gereja dan 650 murid. (Catatan:
Welterveden adalah Jl. Sawo sekarang ; Meester Cornelis adalah Jatinegara
sekarang dan Baitenzorg adalah Bogor sekarang). *
0 komentar:
Posting Komentar