BAIT Ministry

Sabtu, 28 Agustus 2021

PERLUASAN PELAYANAN DAN PERTAMBAHAN KEANGGOTAAN JEMAAT

 

PERLUASAN PELAYANAN DAN PERTAMBAHAN KEANGGOTAAN JEMAAT

Disadur kembali oleh: Pdt. D. Politon

Sumber: Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh di Indonesia – Perintisan dan Pengembangannya

Penyusun: Pdt. Emil H. Tambunan, PhD

 Tahukah saudara bahwa perkembangan perluasan Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh di Indonesia merupakan usaha dan jerih payah dari saudara-saudara kita baik dari luar negeri dan juga beberapa suku di Indonesia? Berikut catatan mengenai perkembangan tersebut. Siapapun asal suku kita, bersyukurlah Tuhan menggunakan siapa saja dalam memperluas pekabaran Injil ke seluruh Indonesia.

 

Perkembangan pekerjaan Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh di wilayah Hindia Belanda dari tahun 1913 hingga 1929 cukup pesat. Selama kurun waktu itu telah terorganisir 7 daerah pelayanan Injil yaitu, Jawa Timur (1913), Jawa Barat (1913), Sumatra Utara (1917), Sulawesi (1923), tanah Batak (1929), Ambon (1929), dan Sematera Selatan (1929) dan satu distrik yaitu Padang.

 

Pekerja-pekerja Injil dari Eropa pun semakin banyak yang tertarik dan datang ke Indonesia. A.H. Zimmermann dari negeri Belanda tiba bulan September 1921 di Batavia. Sebulan kemudian, tiba pula Peter Drinhaus dan Fredrick Dittmar bersama keluarga mereka. Menyusul kemudian P.J. Reubenheimer dan istri datang dari Afrika Selatan. Kedatangan pekerja-pekerja Injil berbangsa Jerman yang datang dari Eropa membuka lembaran baru di dalam pelbagai usaha pekabaran Injil, sejalan semakin longgarnya peraturan pemerintah Hindia Belanda terhadap kegiatan keagamaan di Indonesia. Demikian pula kepengurusan organisasi semakin dimantapkan melalui pengangkatan pimpinan di wilayah pelayanan Injil.

 

Dalam rapat Uni Malaysia pada tanggal 26 Januari 1927 telah ditetapkan pimpinan-pimpinan Daerah antara lain D.S. Kime, Ketua merangkap Bendaharan Sumatra Utara yang berpusat di Medan; B. Judge, Ketua merangkap Bendaharan Sumatera Selatan; dan H. Eelsing, Ketua Jawa Barat, dan H.M. Siburian sebagai bendahara.

 

Dalam rapat dua tahunan itu telah dilaporkan kemajuan-kemajuan termasuk penarikan jiwa, antara lain dibukanya pekerjaan di Aek Nauli oleh Kristomus Panjaitan pada bulan Juli tahun 1926. Kemudian sebanyak 21 orang telah dibaptis selama tahun 1926 di Sumatera Selatan, 6 orang dibaptis di Muara Aman, suatu pusat pertambangan emas di daerah Keresidenan Bengkulu atas Kebangunan Rohani yang diadakan oleh Luther Panjaitan. Seorang pekerja Injil bernama Lauw Yoe-djin telah membuka pekerjaan di Bintuhan, dan Muara Enim dan dari sana ia pergi ke Padang dan  Pelembang. Demikian juga penarikan jiwa di Jawa Barat menunjukkan kemajuan. Selama tahun 1926, sebanyak 161 orang telah dibaptiskan.

 

Pada waktu itu telah pula diadakan pembagian wilayah pelayanan, antara lain menetapkan Tanah Batak menjadi satu daerah, Pontianak, yang tadinya termasuk daerah pelayanan Singapura menjadi wilayah pengawasan Jawa Barat; Daerah Sulawesi meliputi pulai Sulawesi (Celebes), Banjarmasin (Kalimantan), Ambonia, Irian Jaya jajahan Belanda (Dutch New Guinea), pulau-pulau Maluku dan pulau-pulau Caribia dan Marshall di Pacific; dan Jawa Timur meliputi pulau-pulau di timur termasuk Timor.

 

Yang dimaksud Tanah batak adalah wilayah yang mencakup daerah Tapanuli yang pada saat itu lebih luas cakupannya sampai Sumatera Bagian tengah; dan yang disebut daerah Sumatera Utara meliputi Aceh dan Pantai Timur Sumatera; sedang Sumatra Selatan meliputi pantai Barat Sumatera, kemudian Bengkulu, Jambi, Palembang, pulau Bangka dan Belitung, sedang Riau lautan menjadi wilayah pelayanan Singapura.

 

Dua tahun kemudian A. H. Zimmermann, Ketua Jawa Timur menyampaikan laporan tentang kemajuan-kemajuan di daerahnya, antara lain pembagian daerah pelayanan: G. A. Wood yang mengambil alih tugas Zimmermann sebagai ketua selama Zimmermann cuti panjang. K. Mandias bekerja di Semarang yang kemudian digantikan oleh G. W. Wood.

 

Pekerja Injil di Semarang termasuk Lumentut dan Choo Yun-Fatt (kok seperti nama bintang film Laga Mandarin? J ). F. Dittmar yang kembali dari cuti bekerja di Surabaya bersama S. Ritonga dan Doso; J. P. Simorangkir dan Roesno bekerja di Yogyakarta; Kailola di Malang; E. W. Silitonga di Solo. Doso telah menghasilkan 6 baptisan di Sumber Wekas tahun 1927; P. Perterz bekerja di Salatiga dan telah menghasilkan 39 jiwa. Selama tahun 1928 sebanyak 128 jiwa telah dibawa ke dalam gereja MAHK di Jawa Timur. Pada tahun itu terdapat 3 sekolah dan 400 murid diwilayah itu.

 

Tentang J.P. Simorangkir, ia adalah seorang guru Injil yang tegas. Ia melayani di Sukabumi pada tahun 1921 dan dari sana ke Surabaya (1923-1925), kemudian ke Yogyakarta (1927-1929), dank e Padang (1930-1932). Sewaktu berada di Padang, semangat penginjilannya semakin berkobar dan ia sangat rindu memasuki tanah batak. Tetapi karena larangan pemerintah Belanda kepada sekte manapun untuk memasuki Tanah Batak masih tetap berlaku membuatnya semakin berkobar semangat untuk meminta izin kepada pemerintah Belanda di Batavia agar mengizinkannya memasuki Tanah Batak. Hasilnya? Iapun mendapat izin, tetapi pimpinan Uni menegurnya karena melakukan tugas mencari izin tsb, mengapa? karena itu adalah tugas Organisasi. Izin yang diperolehnya itupun diminta oleh pimpinan Uni tetapi ia tidak mau menyerahkan surat izin itu. Akibatnya timbullah perselisihan di atara Simorangkir dan Organisasi. Simorangkirpun diberhentikan dari pekerjaannya. Tetapi justru pemberhentian itu mendorong dia untuk lebih semangat kembali ke Tapanuli. Ia meninggalkan Padang menuju Tapanuli pada akhir tahun 1932 dan pergi menginjil ke Barus dan dari sana ke Pakkat. Cara penginjilannya adalah melalui sekolah bahasa Inggris. Ia melanjutkan penginjilan ke Tigabinanga, Tigalingga dan daerah-daerah Aceh Selatan. Banyak jiwa telah dibawa ke dalam gereja melalui penginjilan yang dilakukan oleh Simorangkir. Pada masa penjajahan Jepang (1944) ia kembali ke kampunya (Tarutung) dan meninggal di sana pada tahun 1945. Salah seorang anaknya kelak menjadi pimpinan di lingkungan Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh yang bernama Dr. Amos Simorangkir,yang pernah menjadi Rektor Universitas Advent Indonesia, Ketua Uni Indonesia Kawasan Barat, Direktur Pendidikan Divisi Timur Jauh yang berkedudukan di Singapura waktu itu dan terakhir menjadi Gembala Jemaat GMAHK Indonesia di Loma Linda, California, Amerika Serikat.

 

Pada tahun 1927 oleh H. Aritonang telah membuka pekerjaan gereja di Kotaraja, Aceh (Kotaraja menjadi Banda Aceh, Ibukota Daerah Istimewa Aceh) melalui penjualan buku-buku. Cara yang sama telah dimulai di Pematang Siantar dan Karo tahun 1927. Seorang siswa seminari dari Singapura bernama Ginting Jawak telah menjual banyak buku Daniel di Kabanjahe dan Brastagi. Tiga orang pemuda dari tanah Karo telah memasuki seminari sebagai hasil perintisan dari Ginting tersebut.

 

Sebanyak 38 jiwa telah pula dibaptis di Sumatera Selatan pada tahun 1927 atas kerja keras Galman Matzen, seorang pekerja Injil berbangsa Belanda yang bekerja di Palembang tahun 1927 dan Law Yoe-djin, seorang guru Injil berbangsa Tionghoa berhasil membawa 20 jiwa ke dalam Gereja MAHK. Pada tahun itu sudah diperoleh kebebasan dari pemerintah Belanda mengajarkan Injil di Bandung, Cirebon, Weltervreden, Meester Cornelis, Buitenzorg dan di seluruh Jawa barat terdaftar 698 anggota sekolah Sabat di dalam 22 kumpulan, 7 Sekolah Gereja dan 650 murid. (Catatan: Welterveden adalah Jl. Sawo sekarang ; Meester Cornelis adalah Jatinegara sekarang dan Baitenzorg adalah Bogor sekarang). *


0 komentar:

Posting Komentar