1. Pendahuluan
Yang akan menjadi pusat
pembicaraan kali ini adalah soteriology
dalam reformasi Protestant. Tulisan ini
juga menyinggung bagaimana seharusnya tanggapan kita sebagai orang-orang Advent
terhadap doktrin pridestinasi John
Calvin (10 Juli 1509–27 Mei 1564), terkait dengan reputasinya sebagai seorang
“pembaharu.”
2. Pridestinasi: Alkitab atau Filsafat
2.1. Latar-Belakang Doktrin Pridestinasi
dan Posisi Gereja Advent
Sekitar tahun 396 C.E., Augustine dari Hippo
(kira-kira 354-430 C.E.) mengatakan bahwa manusia menjadi wadah dosa dan
terbelengguh oleh dosa. Dia menyatakan bahwa setelah kejatuhan Adam dan
Hawa, dalam diri manusia tidak ada will
"kehendak" untuk menuruti perintah Allah. Freewill manusia itu hilang sehingga
secara alamiah manusia hanya dapat berbuat dosa saja. Oleh karena itu, pridestinasi perlu sebab manusia tidak
punya kesanggupan untuk menyelamatkan dirinya sendiri karena hilangnya
kemampuan menurut kehendak Allah. Augustine mengindikasikan bahwa soteriology terdapat dalam kerangka sola gratia. Menurut beliau,
hanya sebagian manusia yang telah dipridestinasikan
untuk diselamatkan.
Mereka yang telah dipridestinasikan
untuk selamat, mempunyai freedom untuk menerima keselamatan yang disediakan oleh
Allah. Di lain pihak, Pelagius dari Inggris (kira-kira 383-410 C.E.),
seorang rahip, petapa, moralis, dan yang kemudian dianggap penyesat, menyatakan
bahwa manusia mempunyai kesanggupan berbuat baik, dengan kekuatannya sendiri,
sekalipun tanpa bantuan Ilahi. Ia mengajarkan tentang adanya freewill dan pentingnya tanggung jawab manusia dalam soteriology.
Ada empat masalah utama yang menjadi pusat perdebatan antara Augustine
dan Pelagius, yaitu: freewill, pridestinasi, original sin, dan inherited
sin. Augustine mengatakan: (1) Oleh karena dosa, freewill manusia telah hilang; (2)
Setelah kejatuhan Adam dan Hawa, manusia secara alamiah adalah wadah dosa dan
tidak mungkin lagi berbuat baik; (3) Dosa adalah warisan orang-tua; (4)
Walaupun bayi-bayi dilahirkan tabularasa,
tapi tetap memerlukan kasih karunia Allah karena ada dosa turunan dalamnya; dan
(5) Kasih karunia Alah itu diberikan dengan cuma-cuma dan tanpa batas kepada
mereka yang telah dipridestinasikan.
Pelagius membantah ajaran Augustine dengan mengatakan bahwa: (1) Sekalipun Adam
dan Hawa telah jatuh, manusia tetap memiliki freewill; (2) Manusia memiliki kemungkinan dalam dirinya sendiri
untuk tidak berbuat dosa sekalipun tanpa bantuan Ilahi; (3) Dosa itu bukan
warisan dari orang-tua, melainkan manusia berdosa karena meniru dosa orang
lain; (4) Tidak penting untuk mengatakan bahwa bayi dilahirkan tabularasa; dan (5) Keselamatan ditawarkan kepada setiap
orang dan tidak ada yang dipridestenasikan
untuk selamat atau
binasa. Akhir cerita dari pertentangan ini, pandangan-pandangan Pelagius
dikutuk oleh Konsili Kartago di tahun 418 C.E. dan Efesus di tahun 431 C.E. sehingga
Pelagius diekskomunikasi oleh
gereja Kristen saat itu. Dapat dikatakan bahwa jauh sebelum reformasi
Protestan, prinsip pridestinasi
dalam konteks soteriology dan sola gratia telah ada. Lebih
jauh, faham tentang freewill yang
berhubungan dengan tanggung jawab manusia dalam soteriology juga telah disinggung.
Pada konsili Oranye tahun 529 C.E., faham yang sekarang disebut semi-augustinianisme disahkan.
Faham ini menyatakan bahwa Allah-lah yang mempersiapkan keselamatan. Ajaran Augustine dimemoderasikan dengan
menolak ide bahwa freewill manusia
telah hilang karena manusia telah menjadi wadah dosa tapi menerima ajaran
Augustine tentang adanya dosa turunan yang menyebabkan manusia tidak sanggup
untuk berbuat baik dengan kekuatannya sendiri. Terformulasi dalam konsili
ini bahwa kasih karunia Ilahi diberikan kepada setiap orang tanpa batas dan
dengan itu setiap orang dapat memilih untuk diselamatkan. Faham ini mengajarkan bahwa kasih karunia
Allah adalah tambahan dari Tuhan untuk mengembalikan kesempurnaan yang
mula-mula dan gereja (dalam hal ini gereja Mama), melalui semua sakramennya,
adalah perantara.
John Calvin sang pembaharu (10 July 1509–27 May 1564) kelihatannya
mewarisi faham ini dalam formulasi doktrin pidestinasi yang berhubungan dengan soteriology protestantisme—yaitu
soteriology yang Christocentric. Walaupun demikian, ajaran
Calvin tidak 100-persen sejalan dengan semi-Augustinisme
karena ajaran pridestinasi
Calvin adalah unik. Salah satu alasannya
adalah gereja sebagai pengantara untuk mengembalikan kesempurnaan manusia yang
telah hilang tidak dimasukkan oleh Calvin.
Di abad ke-17 C.E., muncul faham yang disebut semi-pelagianisme. Faham ini mengajarkan bahwa keselamatan
telah disediakan Allah. Ajaran Pelagius bahwa Allah tidak mempridestinasikan manusia untuk selamat atau binasa dan freewill manusia sangat penting dalam soteriology diterima dalam faham ini. Dapat dikatakan bahwa
faham semi-pelagianisme tidak
100-persen sejalan dengan ajaran Pelagius. Ini karena faham semi-selagianisme tidak menerima
ajaran Pelagius bahwa manusia sanggup berbuat baik dengan kekuatannya
sendiri. Gantinya, faham ini mengajarkan bahwa Allah, lewat Roh Kudus,
bekerja sama dengan manusia dan membantu manusia untuk menggunakan freewill dalam memilih untuk menurut
kehendak Allah. Ajaran semi-pelaginisme
menekankan bahwa keselamatan
manusia adalah hasil karya Allah melalui Yesus lewat penerimaan manusia akan
kasih karunia Allah. Dapat dikatakan bahwa kasih karunia Allah lewat
Yesus Kristus bekerja sama dengan freewill
manusia berperan dalam keselamatan
seseorang.
Faham semi-pelagianisme
dikembangkan oleh Jacobus Arminius (1560-1609), orang Belanda, yang menjadi
seorang theologian perintis jalan bagi John Wesley (28 Juni 1703-2 Maret 1791)
untuk mengajarkan tentang pentingnya freewill
dalam menyambut atau menolak tawaran keselamatan dari Allah lewat Yesus
Kristus. Arminius, lewat ajarannya, menolak keras ajaran pridestinasi Calvin. Ellen G.
White (26 November 1827-16 Juli 1915) adalah seorang hamba Allah yang
meneruskan ajaran Wesley.
Orang-orang Armenian (Wesleyan) dan Whitian—istilah saya sendiri untuk
orang Advent—umumnya percaya bahwa keselamatan
yang diterima setelah seorang mengikuti baptisan yang kudus adalah pilihan dan
bukan takdir. Mereka percaya bahwa dalam kehidupan kekristenan, ada
proses pembenaran dan penyucian untuk menuju kepada kesempurnaan.
Kesempurnaan dalam Kristus sangat penting bagi orang-orang Wesleyan dan
Whitian. Oleh karena itu, peran Roh
Kudus sangat penting di sini. Dalam proses ini, seorang yang berbuat dosa
akan diampuni kalau dia meminta ampun dosa—sebab itu, dia menerima pembenaran
dan penyucian setiap kali dia meminta ampun dosa—renewal sanctification.
Seorang yang telah diampuni dan menyerahkan dirinya pada tuntunan Roh Kudus
akan bertumbuh dalam Kristus untuk menjadi serupa dengan Dia—menuju kepada
kesempurnaan seperti Bapa dalam karakter-Nya yang penuh kasih (Matius
5:48). Dalam hal ini, semboyan kharismatik "onced saved, always
saved!" mungkin saja masuk akal kepada orang-orang Wesleyan dan
Whitian. Tapi, mereka juga percaya bahwa walaupun seorang telah menerima
baptisan yang kudus namun tidak hidup dalam Kristus akan kehilangan keselamatan
yang telah diterima. Semua ini berhubungan erat dengan ide responsible grace. Iman harus
aktif agar kesempurnaan dalam Kristus dapat diperoleh (Yakobus 2:17, 22).
Jadi, cheap grace ditentang oleh responsible grace—perfection
in Christ adalah tujuan pertumbuhan Kekristenan. Jadi, semboyan
"once saved, always save!" dari orang Kristen reformed-Charismatic mendapat tandingan, yaitu slogan
"perfection in Christ" dari orang-orang Wesleyan dan Whitian.
Walaupun demikian,
dalam doktrin Adventisme, dapat
juga ditemukan pengaruh ajaran-ajaran Alkitabiah Lutheranisme, Calvinisme,
Pembaharuan Radikal (Anabaptisme),
Puritanisme, Pietisme, dan Restorationisme. Woodrow W. Whidden mendiskusikan hal ini
dalam Woodrow W. Whidden, "Adventist Soteriology: Wesleyan
Connection," Wesleyan Theological
Journal 30 (Spring 1995): 173-86; dan Idem, Ellen White on Salvation: A Chronological Study (
Ajaran Adventisme
masuk golongan mana, Armenianisme
(Wesleyanisme) atau Calvinisme? Saya berpendapat bahwa
Adventisme mempunyai kesamaan faham dengan Armenianisme (Wesleyanisme) dalam konteks yang sedang kita
bicarakan. Tapi secara keseluruhan, Adventisme tidak sama dengan Armenianisme (Wesleyanisme)
karena ajaran-ajaran Adventisme
tidak semua bersumber dari
Armenianisme (Wesleyanisme).
Ada ajaran-ajaran
Alkitab yang telah ditemukan oleh banyak gereja lain yang ada dalam
ajaran-ajaran Adventisme.
Walaupun demikian, ada juga ajaran yang dianggap sebagai distinctive doctrines
dari gereja Advent, contohnya doktrin sanctuary
dan kefanaan jiwa.
2.2. Konsep TULIP Calvin
Doktrin pridestinasi atau takdir Calvin yang mempunyai sejarah
yang panjang seperting yang diringkaskan di atas. Garis besar ajaran
Calvin ini terlihat jelas dalam konsep TULIP, yang singkatnya adalah seperti
yang dipaparkan berikut ini:
T—Total Depravity (Kebobrokan Sepenuhnya). Setelah kejatuhan manusia, maka
manusia tidak memiliki will “kehendak” untuk datang kepada Allah dikarenakan
Total Depravity manusia.
U—Unconditional Election (Penentuan Tanpa-Syarat). Oleh karena will manusia
untuk sanggup datang kepada Allah tidak ada lagi, yang dikarenakan oleh Total
Depravity tadi, maka Allah harus berinisiatif untuk memilih siapa-siapa yang
Dia kehendaki untuk diselamatkan.
Pemilihan ini adalah Unconditional Election kepada siapa saja yang Allah
ingin pilih. Mereka yang telah dipilih
akan diselamatkan. Dalam hal ini, foreknowledge Allah memegang peranan. Dia mengetahui sebelumnya siapa yang layak
untuk Ia pilih.
L—Limited Atonement (Pendamaian
Terbatas)–Yesus, lewat kematian-Nya di salib, hanya mendamaikan mereka
yang masuk dalam kelompok orang yang dipilih lewat cara Unconditional Election. Dapat dikatakan bahwa kematian Yesus di kayu
salib adalah eksklusif bagi mereka yang telah terpilih oleh Allah.
I—Irresistible Grace (Rahmat yang Takdapatditolak/Kuat). Kematian Kristus adalah rahmat besar bagi
mereka yang telah dipilih untuk diselamatkan.
Mereka yang telah dipilih tidak dapat menolak rahmat Allah dan sekali
mereka dipilih akan terus terpilih. Yang
telah dipilih Allah telah ditentukan untuk menjadi pengikut Tuhan yang
setia.
P—Perseverance of
Divine Grace (Keberlanjutan Karunia Allah).
Dalam
diri orang-orang yang telah dipilih Allah, karunia Allah terus berlanjut. Mereka yang sudah dipilih tidak akan pernah
keluar dari status orang pilihan. Jika
sekiranya mereka jatuh, mereka akan bertobat kembali karena mereka telah
dipilih untuk diselamatkan berdasarkan Perseverance of Divine Grace. Once saved, always save! “Sekali
diselamatkan, selalu selamat!”
2.3. Reformasi dan Predestinasi
Untuk menghindari reaksi
yang bisa menghasilkan asumsi bahwa Calvin adalah guru palsu karena doktrinnya
yang satu ini, maka yang pertama-tama harus muncul dalam pemikiran kita bahwa
ajaran pridestinasi dari Calvin
berhubungan dengan masalah soteriology-kekal
Allah dalam reformasi Protestan. Ide tentang soteriology-kekal Allah, yang diambil dari ajaran Calvin,
sepertinya menyatakan bahwa keputusan kekal yang Allah ambil berkaitan dengan
apa yang Ia inginkan dari orang-orang Kristen. Jika Allah mengharapkan
penurutan dari setiap pribadi, maka ajaran pridestinasi, dalam konteks ini, berhubungan erat dengan soteriology yang berpusat pada
Kristus. Jika hal ini benar, maka ajaran pridestinasi
mengartikan Kristus, dalam kepenuhan kwalitas-Nya, sebagai Sang
Pengantara. Yesus adalah jalan keluar dari masalah perpisahan antara
manusia dengan Allah oleh karena dosa (Yesaya 59:2). Yesus Kristus, melalui
karya penyelamatan-Nya, menebus semua orang yang terpilih untuk percaya
kepada-Nya. Karya penyelamatan Kristus yang mencapai puncaknya di kayu
salib dimanifestasikan lagi melalui pekerjaan Roh Kudus dalam memanggil,
membenarkan, dan menyucikan mereka yang terpilih (orang-orang Kristen).
Agaknya, doktrin pridestinasi
Calvin mengingatkan para pengikut Calvin akan kenyataan bahwa Yesus, Sang
Mediator, yang mendamaikan manusia dengan Allah melalui karya penyelamatan-Nya
di kayu salib, telah menyempurnakan penyelamatan para electus (yang
dipilih). Oleh karena itu, usaha penyelamatan ini, yang dilakukan dalam
sejarah, bisa dimengerti sebagai pemanifestasian rencana keselamatan melalui
sejarah. Di saat seorang menjadi milik Kristus lewat iman kepada-Nya,
orang tersebut dibenarkan dan disucikan, sehingga orang itu dianggap [telah] dipridestinasikan. Ketika seorang
telah menjadi Kristen karena karunia Allah, melalui kerja Roh Kudus, dia
disucikan atas pengakuan dosanya yang konstan. Dalam hal ini, sepertinya
ada renewal sanctification
dalam ajaran Calvin. Pertama, sepertinya ajaran pridestinasi Calvin
sesuai dengan beberapa ayat Alkitab, contohnya John 6:44, 45; Roma 8:29-3; 9; Efesus 1:4-5; 1 Petrus 1:1-2;
dll. Kedua, ajaran ini bersifat historis
dalam karakternya. Saya beranggapan bahwa hal yang kedua menunjukkan satu
kemungkinan yang hampir pasti, sedangkan hal yang pertama perlu untuk diuji
kembali secara exegetical dan hermeneutical.
Doktrin Calvin tentang pridestinasi berbeda dengan faham yang dianggap sesat yang
dimunculkan oleh Marcion (85-160 C.E.) tentang freewill manusia. Untuk Calvin, setelah kejatuhan manusia,
freewill manusia untuk memilih yang baik telah hilang dan freewill itu sendiri
tidak jahat. Bagi Marcion, freewill manusia itu pada dasarnya
adalah jahat, yang oleh karenanya, kita sekarang menjadi orang-orang
berdosa. Lebih jauh, Marcion berpendapat bahwa Allah Sang Pencipta yang
menciptakan Adam dan Hawa merupakan Allah yang lebih rendah derajatnya, dan
bukan Allah Yang Maha Kuasa, karena Ia memberikan freewill kepada manusia. Karena doktrin Calvin tentang pridestinasi dengan pasti Christocentric
"berpusat pada Kristus," maka kuasa memilih ada di sana.
Tapi, freewill ini adalah freewill yang terbatas. Mereka yang telah menerima Kristus memiliki freewill untuk menuruti
kehendak-Nya. Orang-orang yang tidak dipridestinasikan untuk selamat akan berakhir pada satu
penghukuman yang kekal.
Dapat disebut bahwa orang yang telah dipilih untuk
selamat adalah orang yang harus mempertahankan pembenaran yang telah diberikan
kepadanya. Bagi saya secara pribadi, komentar Calvin untuk Galatia 3:11-12,
mendukung pendapat ini, seperti yang dia katakan: "Tanpa meragukan, Hukum
tidak bertentangan dengan iman; jika tidak demikian, Allah bukanlah seperti
diri-Nya sendiri; kita harus kembali kepada prinsip yang ada bahwa kata-kata
Paulus muncul karena segi-segi dari kasus yang sedang terjadi…Maka tidak dapat
disimpulkan dari sana, bahwa iman itu tidak aktif, atau iman membebaskan
orang-orang percaya dari perbuatan-perbuatan baik" ((John Calvin, Calvin's Commentaries: The Epistle of Paul
the Apostle to the Galatians and Ephesians, trans. William Pringle, ed. David.
Karena soteriology-kekal
Allah hadir dalam sejarah, dan untuk orang-orang terpilih, setelah penyaliban
Sang Messias, dimanifestasikan dalam pekerjaan Roh Kudus, maka pengakuan dosa
memiliki peranan penting. Sekarang, masalah yang berhubungan dengan
semboyan “sekali diselamatkan, tetap selamat” adalah slogan yang digunakan
sebagai sapi-bajak dari banyak
orang-orang Kristen reformed-Charismatic.
Tuhan melarang manusia menghakimi manusia, kiranya Allah saja yang menjadi Sang
Hakim, namun saya dapat merasakannya karena objek dari maksud-maksud tersebut ada
disekeliling saya. Dengan penggunaan seperti ini, maka semboyan tersebut
menjadi tidak tepat bagi orang-orang Kristen yang rindu untuk mengasihi Kristus
dengan sungguh-sungguh lewat penurutan akan Hukum-Nya—saya ingin tegaskan bahwa
orang-orang Kristen yang ingin menuruti Hukum Allah adalah orang-orang Advent
yang setia. Oleh karena itu, saya berpendapat, bahwa, agaknya kurang
bijaksana untuk mengalamatkan semboyan "sekali diselamatkan, tetap
selamat!" terhadap Calvin dalam pengertian seperti yang dipegang oleh
orang-orang Kristen reformed-Charismatic.
Saya dapati bahwa, di satu pihak, inti dari doktrin pridestinasi itu telah ditolak oleh banyak reformed scholar, yang secara alamiah adalah para
pengikut Calvin, karena doktrin tersebut tidak Alkitabiah. Para Reformed scholar itu tidak setuju
dengan Calvin bahwa melalui keputusan kekal Allah, sebagian orang telah ditakdirkan untuk kehidupan yang
kekal sedangkan sebagian orang lainnya ditakdirkan
untuk penghukuman yang kekal. Di lain pihak, Reformed scholar lainnya mengerti
bahwa doktrin pridestinasi atau
penentuan tanpa-syarat yang
telah di re-interpretation
adalah faham Alkitab. Apakah tanggapan saya sebagai seorang Advent?
Saya, bagaimanapun juga, sepaham dengan golongan reformed scholar yang pertama. Saya menolak doktrin Calvin yang satu ini
berdasarkan alasan bahwa doktrin tersebut terlalu filosofis. Oleh karena itu, saya mendorong orang-orang
Advent untuk tidak menerima doktrin pridestinasi
karena ajaran ini tidak berdasarkan pemahaman hermeneutical Alkitab, baik PL
ataupun PB.
Calvin tentu saja menggunakan ayat-ayat Alkitab dalam mendukung pendapatnya
[tentang pridestinasi], tapi,
dalam hal ini dia tidak mengikuti methode exegesis dan hermeneutics
dalam menganalisa ayat-ayat tersebut. Calvin memunculkan doktrin pridestinasi karena barangkali
termotivasi secara khusus oleh kondisi kontemporer dari reformed-Protestant di Swiss dan secara umum oleh kondisi semua
orang Protestant di masanya. Orang-orang Protestant ini memerlukan kepastian akan
keselamatan mereka setelah meninggalkan gereja Mama. Gereja Babilon pada
waktu yang lampau teguh akan pendiriannya bahwa keselamatan hanya berada dalam
gereja itu. Menurut kuasa agamawi ini, tidak ada keselamatan diluar
gereja tersebut. Gereja Babilon itu juga pernah menyodorkan satu bentuk fictive salvation yang dapat diterima
melalui lembaran surat indulgence
bagi orang-orang Kristen untuk membayarnya dengan uang agar dapat
diselamatkan. Untuk itu, Calvin memberi keyakinan kepada para pengikutnya
bahwa keselamatan mereka tidak digantungkan pada gereja tersebut, atau lebih
terarah lagi—kepada Paus, karena keselamatan mereka telah dipridestinasikan oleh Allah
sebelumnya (contoh John 6:44, 45; Roma
8:29-3; 9; Efesus 1:4-5; 1 Petrus 1:1-2; dll.). Oleh sebab itu, tidak ada
gunanya bagi mereka untuk kembali ke gereja Roma Katolik demi mencari
keselamatan.
Calvin hanyalah seorang lawyer-theologian
yang ingin mengetahui Allah dan menuruti kehendaknya.
Kekeliruan-kekeliruan theology yang dia lakukan dalam ajaran-ajaran
dokmatikanya janganlah dijadikan senjata yang dapat merendahkan kredibilitasnya
sebagai seorang pembaharu. Extra
calvinisticum dari orang-orang Calvinist berbicara tentang finitum non capax infiniti bahwa
tubuh kemanusiaan Kristus memiliki keterbatasan-keterbatasan. Bagi saya,
pengertian orang-orang Calvinist ini jauh lebih baik dari kepercaraan
orang-orang Lutheran tentang ubiquity
atau omnipresence dari
kemanusiaan lahiriah Yesus. Dalam faham ubiquity atau omnipresence
dari kemanusiaan Yesus, tubuh lahiriah Kristus tidak terbatas dan dapat hadir
di mana-mana. Hubungannya dengan sakramen ekaristi, menurut Martin
Luther (10 November 1483–18 February 1546) dalam ajaran consubstantiation, substansi lahiriah dari daging dan darah
Kristus co-exist "hadir
bersama-sama" dalam roti dan anggur perjamuan ketika didoakan yang
menjadikan roti dan anggur itu memiliki substansi
daging dan darah Yesus. Faham Luther ini hanya "beda-beda
tipis" dengan faham tansubstansiasi
dari gereja Mama bahwa roti dan anggur ekaristi benar-benar ber-transform "berubah bentuk"
menjadi daging dan darah Kristus ketika didoakan. Walaupun Luther kurang
tepat dalam hal ini, tapi janganlah hal itu merendahkan Luther sebagai a great man of God karena pengertian ubiquity atau omnipresence akan tubuh lahiriah Kristus. (Tambahan:
orang-orang Advent memegang ajaran Alkitab yang diajarkan oleh Huldrych
[Ulrich] Zwingli [1 Januari 1484–11 Oktober 1531] tentang perjamuan.
Zwingli mengatakan bahwa roti dan anggur perjamuan hanyalah peringatan akan
Yesus atau sebagai lambang saja. Yesus sendiri katakan bahwa roti dan anggur
perjamuan adalah lambang " . . . peringatan akan Aku" [Lukas
22:19]).
Saya teguh percaya bahwa Ellen G. White tidak akan pernah setuju dengan
ajaran-ajaran theology yang tidak benar sekalipun ajaran itu berasal dari para
reformer. Tapi, Mrs. White sendiri memperlihatkan penghargaan kepada
Luther dan Calvin sebagai orang-orang saleh Allah. Jika Mrs. White
memperlihatkan penghargaan kepada mereka, bagaimana dengan kita? Menghargai
bukan berarti menerima ajaran non-Alkitabiah yang mereka ajarkan.
3. Soteriology Alkitabiah
3.1. Ajaran Alkitab
Tentang Keselamatan dan Pemilihan
Kata soteriology adalah gabungan dari dua
kata Yunani sōtêria
"keselamatan" dan lógos "wacana"
atau "gagasan rasionil" (setara dengan kata Latin oratio "ceramah" atau
"suatu pembicaraan"). Soteriology
dapat didefinisikan sebagai "ilmu tentang keselamatan." Namun
saya lebih senang mengartikan soteriology
sebagai "wacana tentang keselamatan." Konsep soteriology Kristen barangkali bersumber dari kata Ibrani yəšû'āh atau môšîa' yang setara dengan kata Yunani sōtêr "peyelamat." Kedua kata Ibrani tersebut
berasal dari akar kata yŝ'—bentuk
kata kerja yāŝa' artinya
"menyelamatkan." Kata môšîa'
telah ditemukan sedini 1 Samuel 9:16 dan akar kata yŝ' sudah ada dalam Keluaran 2:17. Untuk
"menyelamatkan" harus ada "penyelamat."
Dalam PL, keselamatan bisa
bersifat fisikal dan juga spiritual. Yang berhubungan dengan hal-hal fisikal
contohnya terdapat dalam Mazmur 37:40; 59:2; 106:4; Yeremia 15:20; Yesaya
38:20; dll. dan yang berhubungan dengan hal-hal spiritual contohnya terdapat
dalam Mazmur 79:9; 69:13; 51:12; dll. Inti pemahaman tentang keselamatan dalam PL dapat diambil
dari narasi yang terdapat dalam Keluaran 12:40-14:31, kisah tentang kelepasan
bangsa Israel dari penjajahan di Mesir (cf. Keluaran 13:3-16; 19:4-6).
Kelepasan bangsa Israel itu mencakup kelepasan dari perbudakan badani (fisikal)
dan pengaruh kekafiran (spiritual) yang melambangkan kelepasan manusia dari
dosa yang akan dilakukan oleh Sang Penyelamat sejati.
Kelepasan dari dosa sangat tergantung pada kedatangan Sang Penyelamat yang
telah dinubuatkan dalam PL, contohnya dalam Kejadian 3:15; Yesaya 7:14—nama-Nya
akan disebut Immanuel. Tapi di sini belum jelas apakah Immanuel memiliki Christological-reference.
Nabi-nabi di PL berbicara tentang siapa Sang Penyelamat itu, contohnya Yesaya
43:11 dan Hosea 13:4. Ayat-ayat ini menjawab bahwa Allah sendirilah Sang
Penyelamat itu. Dengan demikian, dapat dimengerti bahwa soteriology dalam PL adalah Theocentric "berpusat pada
Allah" karena Sang Penyelamat adalah Allah (untuk PB—Titus 1:3 dan Lukas
Dalam Matius 1:23,
jelas bahwa yang diproklamasikan oleh Allah sebagai Immanuel adalah Yesus Kristus. Maksud kedatangan-Nya adalah untuk
menyelamatkan umat-Nya dari dosa-dosa mereka (Matius 1:21). Kalau begitu,
Kristus-lah Sang Penyelamat. Dengan demikian, Yesaya 43:11; 7:14; dan
Hosea 13:4 dapat ditafsir secara eschatological-hermeneutics
yang hasilnya ialah Yesus Kristus sebagai Sang Penyelamat.
Karena Kristus adalah Sang Penyelamat; dan Sang Penyelamat itu adalah
Allah; maka Yesus Kristus adalah Allah Sang Penyelamat. Dengan itu, dapat
disimpulkan bahwa soteriology
yang Theocentric dalam PL
dimanifestasikan dalam soteriology
yang Christocentric dalam PB.
Soteriology yang Christocentric tidak menghapus soteriology yang Theocentric karena Kristus adalah
Allah dalam rupa manusia—immanuel
(Yesaya 7:14; Matius 1:23; Yohanes 1:1, 14).
Untuk mendapatkan keselamatan,
seorang memerlukan Penyelamat. Seorang yang telah diselamatkan akan
beroleh hidup yang kekal (Yohanes 3:16). Karena manifestasi dari soteriology yang Allah rencanakan
dalam kasih karunia-Nya telah nyata melalui diri Kristus Sang Anak Allah
(Matius 3:17), jadi, hanya melalui iman dalam nama Kristus, Sang Penyelamat,
seorang dapat memperoleh keselamatan
(Yohanes 3:16; Kisah 4:12). Seorang yang diselamatkan adalah seorang yang
ditebus, dibenarkan, disucikan, dan menerima proses kesempurnaan dalam Kristus
oleh kuasa Roh Kudus. Seorang yang telah diselamatkan haruslah menghidupkan
kehidupan yang diinginkan oleh Sang Penyelamat. Roh Kudus bekerja untuk
menuntun manusia dalam kebenaran dan menginsyafkan dosa-dosa serta mengamarkan
tentang penghakiman Allah atas dosa (Yohanes 16:8). Jika seorang jatuh ke
dalam dosa, ia harus meminta ampun dosa agar pengampunan dosa mengambil tempat
dalam dirinya. Sang Roh Kudus bekerja untuk mengubah kehidupan seseorang
untuk menjadi serupa dengan Kristus—sempurna seperti Bapa dalam tabiat (Matius
5:48). Seorang yang telah diselamatkan harus bertumbuh menuju
kesempurnaan, jika tidak, keselamatan itu akan lepas dari padanya.
Kesempurnaan hanya dapat terjadi jika seorang menerima bantuan Roh Kudus untuk
bekerja dalam kehidupannya.
Kapan keselamatan diterima
seseorang? Menurut pendapat saya, keselamatan
diterima seseorang disaat orang itu menerima Kristus melalui iman yang
diwujudkan melalui baptisan yang kudus. Tapi, jika orang tersebut tidak
mempertahankan keselamatan yang ia terima, yaitu tidak hidup dalam Kristus
melalui iman yang aktif, keselamatan tersebut mungkin saja hilang
daripadanya. Peran Roh Kudus sangat penting dalam kehidupan Kekristenan
dan hanya Dia-lah yang dapat membantu seseorang untuk mempertahankan
keselamatannya melalui proses renewal
sanctification, dan dengan pertolongan Allah menuju kepada kesempurnaan.
3.2.
Ajaran
Alkitab Bahwa Yang Dipilih
Akan Menjadi Murid
Kata murid dalam PB berasal dari kata
Yunani mathêthês. Mathêthês secara harfiah berarti
"murid," "siswa," atau "pelajar." Bisa juga
berarti "seorang yang belum berpengalaman" atau "pendukung
seorang guru." Semua ini dimanifestasikan melalui: (1) bergiat dalam
belajar berdasarkan petunjuk sang guru; (2) berasosiasi secara konstan dengan
sang guru yang notabene
memiliki reputasi pedagogis;
(3) memiliki sifat ingin dituntun dan mendukung sang guru. Kata pemuridan dalam konteks menjadi murid
Yesus dapat berarti proses belajar yang akan menghasilkan kesetiaan, penurutan,
dan ketekunan dalam mencontohi kehidupan sang Guru agar menjadi serupa dengan
Dia (Markus 3:14)—dan tidak melebihi sang Guru (Matius 10: 24).
Pemuridan merupakan
inisiatif Ilahi dalam memanggil, menarik, dan mendorong seseorang untuk menjadi
murid-Nya (Yohanes 6:44).
Jadi Allah-lah yang dalam kasih karunia-Nya berinisiatif untuk memanggil
seseorang menjadi murid-Nya. Manusia juga terlibat dengan
menggunakan freewill
untuk menyambut atau menolak panggilan pemuridan.
Konsep pemuridan ada dalam prinsip sola
gratia. Pemuridan
dapat juga dikaitkan dengan sōtêr.
Ini karena panggilan untuk menjadi murid Yesus dalam PB adalah juga panggilan
untuk melakukan tugas pemuridan.
Tugas pemuridan adalah memuridkan orang lain untuk menjadi
pengikut Kristus (Matius 28:19-20; Kisah 1:8).
Pemuridan dalam narasi Yesus memilih murid-muridnya juga
tidak mengajarkan faham pridestinasi
Calvin. Yesus memilih murid-murid-Nya untuk tugas khusus—menjala
manusia. Untuk tugas khusus, diperlukan orang-orang khusus.
Walaupun demikian, panggilan itu tidak boleh diartikan sebagai penentuan tanpa-syarat atau pentakdiran (pemridestinasian). Murid-murid yang dipanggil tidak dipridestinasikan untuk menjadi murid
Yesus, tetapi oleh kasih karunia, mereka dipilih untuk tugas khusus itu.
Mereka yang dipanggil oleh Yesus untuk menjadi murid-Nya telah menggunakan freewill secara tepat yang nyata
dalam sambutan mereka akan panggilan itu dengan meninggalkan perahu serta jala
mereka—lalu mengikut Yesus.
Kapan pemuridan diterima seseorang? Matius 28:19-20 sangatlah penting untuk
menjawab pertanyaan ini—berbunyi: "19Karena itu pergilah,
jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak
dan Roh Kudus, 20dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang
telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa
sampai kepada akhir zaman." Kata
Yunani yang digunakan untuk "pergilah kamu" adalah poreuthéntes (nominatif participle
aorist pasif maskulin jamak dari kata kerja deponent poreúomai). Jadi, "pergilah kamu" secara harafiah adalah
"sementara kamu pergi" dalam pengertian yang komplit.
Sehubungan dengan pemuridan,
dapat dimengerti, "sementara kamu pergi, lakukanlah tugas pemuridan." Tercakup ke
dalamnya: (1) membaptis dalam nama Bapa, Anak, dan Roh kudus; dan (2) mengajar
segala perintah Kristus.
Kalau urutan di atas ditafsir secara cronological,
maka isu tentang kapan keselamatan
diterima terjawab bahwa keselamatan
diterima disaat seorang menerima keselamatan
yang ditawarkan Allah melalui Kristus lewat baptisan yang kudus. Penerimaan ini adalah
hasil kerja Roh Kudus yang menuntun seorang menggunakan freewill untuk menerima kasih karunia Allah, yaitu karya
penebusan Yesus Kristus, melalui iman. Kapan pemuridan diterima? Di saat seorang menerima Kristus, maka
ia menjadi murid-Nya (Kisah
11:26). Namun untuk menjadi murid
Yesus dalam menjalankan tugas khusus, ada waktu yang Allah siapkan.
Ketika waktunya telah tiba, Tuhan akan berinisiatif untuk memanggil dan manusia
diharapkan untuk menerima panggilan itu dengan menggunakan freewill. Contoh, Yesus
memanggil Petrus dan beberapa murid yang lain untuk tugas khusus menjadi
penjala manusia setelah saatnya tiba (analisa Lukas 5:1-10; Yoh. 1:35-51).
3.3. Keselamatan dan
Pemuridan
Sebelum melihat perbedaan keselamatan dan pemuridan, pertama-tama kita lihat
dulu persamaan mereka sesuai konteks pembicaraan kita. Persamaannya
adalah entah keselamatan maupun
pemuridan, kedua-duanya adalah
inisiatif Allah yang didasarkan pada prinsip sola gratia. Dengan menggunakan freewill, manusia dapat menyambut atau menolak inisiatif Ilahi
tersebut. Roh Kudus-lah yang menyanggupkan manusia untuk menyambut
inisiatif Allah. Kaitan antara keduanya adalah dalam perihal keselamatan bisa dijumpai aspek pemuridan.
Walaupun demikian, keselamatan
dan pemuridan adalah dua hal
yang tidak identik. Saya melihatnya dari sudut pandang missiology dan soteriology. Anda bisa dan
bebas untuk melihatnya dari sudut pandang yang lain. Penafsiran
berdasarkan prinsip sola scriptura
menunjukkan bahwa pemuridan itu
dapat dilakukan oleh manusia (lihat Matius 28:19-20). Ini terlihat dalam
narasi tentang tugas pemuridan yang
khusus dari Yesus kepada murid-murid-Nya untuk menjadi penjala manusia (Matius
4:19; Markus 1:17; dan Lukas 5:11). Keselamatan
tidak dapat diberikan oleh orang yang paling saleh sekalipun. Keselamatan hanya dapat dilakukan
oleh Allah sendiri, melalui Tuhan kita Yesus Kristus (Mazmur 37:39; 62:1;
74:12; Yunus 2:9; Yohanes 3:16; Kisah 4:22; dll.). Manusia memperoleh keselamatan itu dengan menggunakan freewillnya untuk beriman kepada Kristus
(Yohanes 3:16; Roma 1:17; Galatia 3:11).
Perbedaan antara keselamatan
dan pemuridan menemui titiknya
pada tugas menyelamatkan dan memuridkan. Tugas menyelamatkan tidak bisa dilakukan
oleh manusia; sedangkan, tugas pemuridan
dapat dilakukan oleh manusia. Di satu pihak, manusia hanya bisa menjadi
alat (Markus 16:15; Lukas 24:47-48; Kisah 1:8) untuk memberitakan kepada orang
lain bahwa ada keselamatan yang
datangnya dari Allah—tapi, manusia tidak bisa menjadi penyelamat. Di pihak yang lain, para pengikut Yesus
diminta untuk melakukan tugas pemuridan,
yaitu memuridkan orang-orang
lain agar mereka bisa menjadi murid Sang Maha Guru Tuhan kita Yesus Kristus
(Matius 28:19-20).
4. Kesimpulan
Dari kaca mata orang
Advent pada umumnya, doktrin pridestinasi Calvin tidak Alkitabiah. Saya secara pribadi sependapat dengan orang Advent yang tidak setuju dengan doktrin
pridestinasi Calvin. Latar-belakang
sejarah dari munculnya doktrin pridestinasi
Calvin yang saya tulis ini tidak boleh menjadi alasan untuk menerima doktrin
tersebut. Walaupun demikian, doktrin
Calvin yang satu ini dapat dimengerti sebagai dampak historis dari
reformasi. Selebihnya, sejarah
perkembangan doktrin ini memperlihatkan bahwa ajaran pridestinasi Calvin
bersifat filosofis yang diramu secara sistematika dan theologis.
Dalam doktrin predistinasi
Calvin ada ajaran free-grace.
Tapi free-grace ini terbatas
hanya kepada mereka yang telah dipredistinasikan
dan dengan itu mereka memiliki freedom
untuk menerima free-grace
tersebut. Dalam doktrin pridestinasi: (1) Manusia adalah makhluk yang
telah jatuh dan karena itu tidak memiliki freewill untuk menerima Allah dan melakukan hal-hal yang secara
spiritual baik—kecuali mereka telah dipridestinasikan
untuk selamat; (2) Pembenaran dan penyucian dari Allah dapat diterima melalui
iman dan iman itu juga adalah pemberian Allah kepada mereka yang telah dipridestinasikan; dan (3) Pemberian
dan panggilan Allah dicurahkan tanpa pamrih—tapi ini terbatas kepada mereka
yang telah dipridestinasikan.
Alkitab tidak setuju dengan ajaran takdir. Keselamatan dan nasip manusia adalah pilihan
manusia. Keselamatan ditawarkan kepada
setiap orang, dan setiap orang berhak untuk menentukan pilihannya, memilih atau
menolak Kristus. Marilah kita
menggunakan freewill kita untuk memilih Kristus agar oleh iman di dalam-Nya,
kita akan diselamatkan oleh Allah. ***
0 komentar:
Posting Komentar