BAIT Ministry

Senin, 04 September 2023

Apakah Kerjamu di Sini ?

 

Di sana masuklah ia ke dalam sebuah gua dan bermalam di situ. Maka firman TUHAN datang kepadanya, demikian: "Apakah kerjamu di sini, hai Elia?" 1 Raja-Raja 19:9

                                                                   

Elia sukses memberantas parasit-parasit yang membawa dampak buruk dalam pelayanan dan penyembahan kepada TUHAN di Israel. Dia berhasil membantai banyak nabi-nabi Baal setelah menang dalam pertarungan di bukit Karmel. Ini prestasi yang luar biasa yang harus mendapat apresiasi dari ‘pimpinan’ dan kinerjanya harus dianggap excellent dan harus diberikan promosi oleh pimpinan, paling kurang kalau tadinya dia pendeta jemaat atau Cuma ketua diakon, dia harus jadi Pendeta Distrik atau Ketua jemaat. Tapi apa yang dia dapat ? Pimpinan malah merasa bahwa Elia telah melakukan kesalahan karena mengganggu kenyamanan system yang telah jalan selama ini. Dan Elia malah kena sangsi administrative dan dianggap sebagai ‘pembangkang’ karena langkah ‘berani’ itu merupakan ancaman bagi pimpinan karena cerita Elia di bukit Karmel ini  justru menjadi sangat viral dan menggangu kenyamanan Pimpinan dan Isterinya. Sehingga komite khusus (emergency) pun dibuat antara Ahab dan Izebel  yang akirnya memutuskan bahwa Elia telah salah prosedur.  Elia harus dikenakan sangsi.

 Makanya Elia lari, tinggalkan pelayanan dan menjadi Target DPO. Padahal Elia baru saja melakukan satu ‘lompatan’ besar dalam pelayanan.

 1 Raja-Raja 19:3  Maka takutlah ia, lalu bangkit dan pergi menyelamatkan nyawanya; dan setelah sampai ke Bersyeba, yang termasuk wilayah Yehuda, ia meninggalkan bujangnya di sana.

1 Raja-Raja 19:4  Tetapi ia sendiri masuk ke padang gurun sehari perjalanan jauhnya, lalu duduk di bawah sebuah pohon arar. Kemudian ia ingin mati, katanya: "Cukuplah itu! Sekarang, ya TUHAN, ambillah nyawaku, sebab aku ini tidak lebih baik dari pada nenek moyangku."

 Elia lari tinggalkan pelayanan karena stress. Ia lari. Ia mulai bersikap negative dengan sedikit ‘maraju’ sama TUHAN. Dia bilang, ya sudah kalau begitu “Cukup jo”. Kalau tidak dihargai. Kalau komite salah menafsirkan. Kalau pimpinan tidak mengerti, ya sudah… Cukup Jo ! It is enough.

 We sense that Elijah meant, “I can’t do this anymore, LORD.” The work was stressful, exhausting, and seemed to accomplish nothing.

 Kalau begitu TUHAN, Now, LORD, take my life, for I am no better than my fathers! Kalau begitu TUHAN, kita mau mengundurkan diri dari pelayanan ini saja. Kalau begitu TUHAN, saya malas lagi bikin inovasi. Kalau begitu TUHAN, biar saya jadi pendeta biasa saja. Kalau begitu TUHAN, kasih pindah saya sudah dari sini. Kalau begitu TUHAN ……

 Saudara pernah merasakan hal demikian ?

 Tapi TUHAN tidak membiarkan dia.

 1 Raja-Raja 19:9  Di sana masuklah ia ke dalam sebuah gua dan bermalam di situ. Maka firman TUHAN datang kepadanya, demikian: "Apakah kerjamu di sini, hai Elia?"

 Elia menarik diri. Elia mulai pasif.

Gua melambangkan tempat istirahat. Gua melambangkan sikap passive. Gua melambangkan sikap pesimis. Elia memilih untuk passive karena apa yang dilakukan itu tidak dihargai oleh pimpinan.

 Elia mulai pesimis dan menganggap bahwa TUHAN mungkin sudah mati atau lagi tidur dan tidak melihat pelayanan secara total yang telah dilakukannya.

 Dalam keputus-asaan Elia, TUHAN datang kepadanya dan bertanya, “Apakah kerjamu di sini, hai Elia?

 Wooy… ada beking apa ngana di sini ?

Wooy ada maraju ?

Wooy maraju dang situ ?

Wooy Elia, ko ada bikin apa di situ ?

Ko macam anak kecil saja…

 ”Apakah kerjamu di sini, hai Elia?”

 Pertanyaan ini sebenarnya hanyalah Rhetorical questions dari Allah kepada Ayub yang TIDAK PERLU DIJAWAB.

 A rhetorical question is a figure of speech in the form of a question that is asked to make a point rather than to elicit an answer. Though a rhetorical question does not require a direct answer, in many cases it may be intended to start a discussion or at least draw an acknowledgement that the listener understands the intended message.

 Apakah Allah tra tahu jawabannya kah jadi DIA Tanya ?

Inilah gaya bicara Retorika yang luar biasa.

 Gaya ini kami para guru di sekolah biasa menggunakannya.

Kitong su tahu jawabannya, tetapi kami sering gunakan gaya retorika untuk memastikan, mengarahkan pada point, membuat bridge dan sering pertanyaan itu TIDAK PERLU DIJAWAB.

 Apakah Allah perlu jawaban dari Elia ?

Apakah Allah tidak tahu, sampai DIA harus berikan pertanyaan  begitu ?

 Di Seluruh Alkitab kita menemukan bahwa Allah sering kali datang dan menanyakan pertanyaan kepada manusia. Hal ini bukan karena Ia tidak tahu jawabannya. Melainkan, sebaliknya, seperti biasanya dilakukan seorang guru yang baik, atau orang tua yang baik yang sudah tahu pelanggaran dan ketidak mengertian kita. Allah memberi pertanyaan karena pertanyaan adalah cara efektif untuk membuat kita berpikir tentang keadaan kita, membuat kita berhadapan dengan diri kita sendiri, membantu kita menyelesaikan isu dan mendapatkan kesimpulan yang tepat.

 Pertanyaan itu bukanlah untuk mengajari TUHAN sesuatu yang belum Ia mengerti. Semua yang terjadi pada kita itu TUHAN MENGERTI. TUHAN tahu awal dan penyebabnya.. DIA juga tahu KUNCI JAWABANNYA.

 Saat seorang Guru bikin soal untuk satu paket ujian..... selalu ada KUNCI JAWABAN dalam kisi - kisi tersebut. Guru menanyakan pertanyaan di ujian semester itu bukan karena guru tidak tahu jawabannya.

 Pertanyaan itu dibuat ALLAH agar menolong Elia mempelajari hal – hal yang mungkin harus dimengerti dengan lebih baik. Itulah  pertanyaan retorika sebagai pengantar agar Elia mengerti kebenaran tentang ALLAH dan KEBIJAKANNYA dengan lebih baik.

 Apakah TUHAN tidak tahu kalau Elia ini buronan Isebel dan Ahab ? Apakah TUHAN tidak tahu kalau Elia ini bersembunyi dalam ketakutan ?

 Tuhan tahu… tapi TUHAN mau kasih tahu bahwa hamba ALLAH tidak boleh panakut… dan tidak boleh pesimis karena ada TUHAN yang menjaga dan melindungi…. STOP sembunyi dan penakut dalam melakukan missi TUHAN.

 God knew the answer to this question, but it was good for Elijah to speak to the LORD freely and to unburden his heart.

 Apa jawaban Elia untuk pertanyaan retorika ini ?

 1 Raja-Raja 19:10  Jawabnya: "Aku bekerja segiat-giatnya bagi TUHAN, Allah semesta alam, karena orang Israel meninggalkan perjanjian-Mu, meruntuhkan mezbah-mezbah-Mu dan membunuh nabi-nabi-Mu dengan pedang; hanya aku seorang dirilah yang masih hidup dan mereka ingin mencabut nyawaku."

 Ohhh.. sudah TUHAN…. Saya so kerja keras  untuk pelayananMu…. Cuma saya TUHAN… stengah mati TUHAN………..tapi saya disalah-mengerti TUHAN………malah mereka mau membuat keputusan untuk memutasikan saya  karena dianggap melawan arus TUHAN…..

 Saya suka terjemahan KJV untuk ayat 10 ini : 1 Raja-Raja 19:10  And he said, I have been very jealous for the LORD God of hosts

 Ohhh… kasian… Elia sampe merasa very jealous… kenapa dia yang so stengah  mati kerja… tapi dapa ‘tindis’ terus…. Padahal yang kerja tra betul satu dapa ‘promosi’ terus…. I have been very jealous …..

Elijah protested to God, “I have faithfully served You and now look at the danger I am in.” To Elijah - and many servants of God since - it seemed unfair that a faithful servant of God should be made to suffer.

 Teman – teman pernah merasakan situasi ini ?

 Maaf jika terlalu panjang pembahasan ini…. Saya ingin singkatkan….. TUHAN kemudian menampakan diri kepada Elia, bertanya lagi untuk kedua kalinya… dan kemudian menyuruh dia kembali bekerja seperti biasa dalam tugas yang TUHAN berikan kepadanya.

 1 Raja-Raja 19:15  Firman TUHAN kepadanya: "Pergilah, kembalilah ke jalanmu, melalui padang gurun ke Damsyik, dan setelah engkau sampai, engkau harus mengurapi Hazael menjadi raja atas Aram.

 Ellen White dalam buku Para Nabi dan Raja hal. 100 dituliskan : Di dalam pengalaman semua orang ada masanya terjadi kekecewaan yang menusuk dan tawar hati sama sekali--hari-hari bila kesusahan menimpa, dan sukar untuk percaya bahwa Allah masih tetap menaruh belas kasihan kepada anak-anak-Nya yang terlahir di atas dunia; hari-hari bila kesusahan menggoda jiwa, sampai tampaknya maut mau merenggut nyawa. Maka dalam keadaan yang demikian banyaklah yang kehilangan pegangan mereka kepada Allah sehingga menjadi hamba kebimbangan, perhambaan ketidakpercayaan. Dapatkah kita pada saat-saat begini dengan pandangan rohani mengerti akan jaminan-jaminan Allah? Kita harus melihat malaikat-malaikat berusaha menyelamatkan kita dari diri kita sendiri, bergumul untuk menanamkan kaki kita ke atas suatu landasan yang lebih kukuh daripada bukit-bukit kekal, dan iman yang baru, hidup yang baru, yang akan memancar sekarang.

 Kalau dalam masa pencobaan, orang-orang yang dipenuhi kuasa rohani, tertekan begitu mendalam, menjadi putus asa dan patah semangat, kalau pada saat-saat mereka melihat tidak ada lagi yang dapat dibanggakan dalam kehidupan, sehingga mereka harus memilihnya, hal ini bukanlah hal yang baru dan aneh. Biarlah semua orang yang demikian ingat bahwa salah seorang nabi yang terhebat, lari menyelamatkan nyawanya dari hadapan perempuan yang ganas dan bengis. Seorang pelarian yang kepayahan dan lelah menempuh perjalanan, kekecewaan yang pahit menghancurkan semangatnya, ia memohon agar ia mati saja. Tetapi ketika pengharapan lenyap dan tampaknya apa yang dikerjakannya terancam, pada saat itu ia mendapat satu pelajaran yang sangat berharga dalam kehidupannya. Di kala ia berada dalam kelemahan yang terbesar ia mempelajari kebutuhan dan kemungkinan percaya akan Allah dalam keadaan menakutkan yang bagaimanapun.

 Jangan putus asa. Jangan pesimis. Tetap semangat. TUHAN bersamamu.


 

 




0 komentar:

Posting Komentar