Bangsa Israel kemudian
memasuki negeri perjanjian yang dijanjikan Tuhan kepada Abraham, Ishak dan
Yakub ratusan tahun setelah janji dimaklumkan dan berbagai peristiwa telah hadir mewarnai
proses waktu tersebut. Dengan iman, mereka memegang janji itu. Namun, tak
dipungkiri, individu-individu tersebut sempat tidak percaya dan berimprovisasi
sendiri dalam menantikan kegenapan janji Allah.
Buah ketidakpercayaan
Abraham nyata pada kehadiran Ismail, anak Hagar, yang kemudian mengubah sejarah
keturunannya, bangsanya, sampai kepada konstalasi dunia zaman kini. Ishak, anak
Abraham yang penurut, menggunakan pemikirannya sendiri ketika hendak memberkati
anak sulungnya, dengan tetap memberikannya kepada anak favoritnya, padahal
Allah telah menyatakan kepada dia dan Ribka bahwa kepada Yakublah kesulungan
itu diberikan. Ribkapun melakukan ‘tipuan’ dan bekerjasama dengan Yakub untuk
menggelabui Ishak.
Sebuah konspirasi yang berakhir dengan duka
dan kemalangan bagi ibu dan anak karena mereka tidak pernah bertemu lagi sampai
kematian. Proses kehidupanlah yang telah mengubah pribadi-pribadi tersebut
menjadi orang yang setia dan bergantung sepenuhnya kepada Allah. Dalam perjalanan keluar dari perhambaan
di Mesir, sampai ketika memasuki tanah perjanjian, bangsa Israel telah melewati
berbagai tantangan dan halangan di depan mereka namun disusul dengan mujizat
Allah yang memberikan kemenangan. Kitab keluaran memaparkan berbagai kejadian
besar yang mewarnai perjalanan Israel. Ketika sampai di tanah perjanjianpun,
mereka harus menghadapi kegagahan penduduk setempat dan menaklukan mereka.
Ketakutan, kecemasan dan keraguan berulang kali menggoda dan mengisi hati mereka. Namun, di saat mereka pasrah, di
saat itulah tangan Allah bekerja dan mendatangkan kemenangan demi kemengangan.
Hingga setelah genap waktunya, bangsa itu memasuki tanah yang dijanjikan Tuhan.
Perlu dicatat bahwa dari semua yang dijanjikanNya, tidak ada satupun yang tidak
dipenuhi.
Sejarah menunjukkan bahwa
tidak lama sesudah bangsa Israel menikmati tanda-tanda kehebatan Allah, selalu
saja mereka jatuh dalam dosa. Tidak lama sesudah mujizat anak sulung di tanah
Mesir, mereka bersungut dan meminta kembali ke Mesir dan bersungut lagi tak
lama setelah Allah membelah laut untuk membebaskan mereka dari kejaran tentara
Mesir. Kebiasaan bersungut, apalagi setelah mendapatkan mujizat Allah, telah
menuntun mereka kepada dosa yang besar, yakni beralih kepada Allah lain.
Malahan, pada fase-fase terakhir kerajaan itu, ketika mereka telah tinggal di
tanah perjanjian, mereka melakukan dosa yang lebih keji daripada yang pernah
dilakukan oleh bangsa-bangsa yang pernah mereka taklukan. Allah akhirnya
menyerahkan mereka ke tangan bangsa-bangsa lain. Hingga kini, bangsa itu
terpencar-pencar di berbagai pelosok dunia.
Kepada kita, Allah telah
berjanji menyediakan tempat tinggal yang indah dan tetap, sebuah negeri yang
tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Proses dari sebuah ‘janji’ hingga
menjadi ‘kenyataan’ itu melewati sejumlah rentang waktu serta tantangan, gangguan
dan hambatan. Sifat alamiah manusia berdosa akan nyata saat menghadapi cobaan
dan tantangan kehidupan. Namun, mujizat yang pernah dilakukan Allah kepada
bangsa Israel kuno tidaklah lebih besar daripada mujizat yang sedang Dia
lakukan saat ini, di dalam mengubah karakter umatNya, dari pribadi-pribadi
pendosa menjadi pewaris tanah perjanjian, Kanaan. Selalu percaya dan setia
sejak sekarang, akan membentuk kita menjadi pribadi yang selalu bersyukur dan
menerima kehendakNya dan tetap tinggal di dalam Dia selama-lamanya.. Mari
berdoa, Ya Allah, bentuklah kami menjadi pribadi yang percaya dan setia
kepadaMu saja sampai di sorga. Amin.
0 komentar:
Posting Komentar