“Cinta
Sejati Menerima Apa Adanya”
Sore itu rumah sakit sangat ramai dan sangat sibuk di penuhi
dengan pasien-pasien. Sekitar jam 5:30 seorang kakek berusia 70-an datang untuk
membuka jahitan pada luka di siku lengan kirinya, dan duduk antri di samping
tempat dudukku. Sewaktu menunggu, pria tua itu nampak gelisah,
sebentar-sebentar melirik ke jam tangannya. Aku merasa kasihan. Jadi aku
memberikan nomor antrianku bernomor 5 sedangkan kakek tersebut mendapatkan
nomor antrian 9. Sambil menunggu antrian, aku bertanya apakah dia punya janji lain
hingga tampak terburu-buru. Dengan suara parau lelaki tua itu menjawab tidak,
dia mau segera pulang ke rumah untuk memandikan istrinya sekalian dengan
memberi makan yang sudah bertahun-tahun
berada di atas tempat tidur karena stroke dan hal ini di lakukannya
sehari-hari. Mereka tidak di karuniai turunan atau tidak mempunyai anak.
Lalu kemudian aku bertanya apakah istrinya akan marah kalau
dia pulang terlambat ke rumah. Dia
menjawab, “Oh istri saya sudah tidak mengenal orang sama sekali dan dia tidak
akan marah lagi karena istri saya juga sudah tidak lagi dapat mengenali saya
sebagai suami sejak 7 tahun terakhir”. Aku sangat terkejut dan merasa kasihan
serta berkata: Apakah Bapak masih melayani
istri yaitu memandikannya dan memberikan makan setiap hari walaupun
istri Bapak tidak kenal lagi?. Wajahnya terus mengkerut dan kemudian dia
tersenyum ketika tangannya menepuk tanganku sambil berkata. “Dia memang tidak
mengenali saya, tapi saya tetap mencintainya dan masih mengenali dia, kan?”.
Wah teringat aku satu kejadian yang mirip seperti ini, yaitu seorang Bapak tua
yang mempunyai istri yang mengidap penyakit Alzheimer.
Aku terus menahan air mata sampai kakek itu pergi, tanganku
masih tetap merinding. Cinta kasih seperti itulah yang aku mau dalam hidupku?.
Cinta sesungguhnya tidak bersifat fisik atau romantis. Cinta sejati adalah
menerima apa adanya yang terjadi saat ini, yang sudah terjadi, yang akan
terjadi, dan yang tidak akan pernah terjadi.
Sebuah pengalamanku ini menyampaikan satu pesan penting: Orang yang paling
berbahagia tidaklah harus memiliki segala sesuatu yang terbaik, mereka hanya
berbuat yang terbaik dengan apa yang mereka miliki. Seringkali yang kita
butuhkan adalah memahami wujud cinta dari pasangan kita, dan bukan mengharapkan
wujud tertentu. Karena cinta tidak selalu harus berwujud "bunga",
justru terdapat banyak onak dan duri selama kita masih hidup di dunia yang fana
ini.
“Air yang banyak tak dapat
memadamkan cinta, sungai-sungai
tak dapat menghanyutkannya. Sekalipun orang memberi segala harta benda rumahnya
untuk cinta, namun ia pasti akan
dihina.” Kidung Agung 8:7
Seperti yang di katakan dalam ayat di Kidung Agung di atas bahwa tidak ada cinta
yang dapat di padamkan dengan air ataupun di hanyutkan oleh sungai, karena
cinta sejati menerima apa adanya dan berasal dari sang Pencipta Yesus Tuhan
kita. Oh Tuhanku, Engkaulah PenyertaanMu sempurna, rancanganMu penuh damai,
aman dan sejahtera walau hidup ditengah badai, amin.
Willy U. Wuisan
0 komentar:
Posting Komentar